Monday, May 6, 2013

sejarah dan priode hadis



Melacak Pemikiran Syuhudi Ismail
Oleh: Muhammad Barir
A.      SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HADITS
Hadits menjadi suatu hal yang penting dalam islam karena hadits merupakan pegangan umat yang kedua setelah al-qur’an. Sesuai dengan apa yang pernah disampaikan nabi kepada shohabat  muad bin jabal tentang apa yang harus dijadikanya pegangan dalam menentukan suatu perkara.
Perkembangan hadits mulai dari awal munculnya hingga sampainya pada kita, melewati berbagai polemik dan lika-liku yang cukup panjang, berawal dari pertamakali disampaikan rosul yang disitu terjadi suatu pertentangan pendapat di antara para shohabat tentang apakah hadits boleh ditulis mengingat pentingnya hadits itu dalam mengatur urusan umat dan apakah hadits tidak boleh ditulis mengingat pada masa itu al-qur’an yang merupakan kalamullah sedang dalam proses pewahyuan dan dikhawatirkan ketika antara hadits dan al-qur’an ditulis bersamaan akan mengalami percampuradukan antara kalamullah dan hadits nabi.
Bagaimana sebenarnya yang terjadi sebenarnya ? para ulama’ saling beradu argumen yaang selengkapnya bisa disimak dalam pembahasan berikut.
 
B.       PERIODEISASI HADITS
1.      Periode Pertama (Abad Satu Hijriyah)
عصر الوحي و التكوين
“masa turunya wahyu dan pembentukan masyarakat islami”

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa dalam perkembangan haidits terjadi suatu pertentangan antara umat tentang beleh dan tidaknya penulisan hadits. Hal itu terjadi karna perintah nabi sendiri, suatu ketika nabi membolehkan penulisan hadits dan dalam kesempatan lain rosulullah melarangnya,

Perintah rosulullah menulis hadits:
وحدثوا عنى ولاحرج ومن كذب علي متعمدا فليتبوأمقعده من النار (روه البخارى ومسلم)
Yang artinya: dan ceritakanlah dari ku, tidak ada salahnya jika engkau menceritakan sesuatu dari ku, barang siapa berdusta atas namaku maka bersiaplah menempati tempatnya dineraka.
Larangan rosulullah menulis hadits:
لا تكتبوا عنى شيأ الا القرأن ومن كتب عنى شيأ غيرالقرأن فليمحه (رواه مسلم)
artinya: janganlah kalian menulis dariku selain al-qur’an, barang siapa menulis dariku selain al-qur’an maka hapuslah.
 Dari pertentagan di atas sebenarnya hadits dalam pertentangannya antara apakah boleh atau tidak menulisnya, para ulama’ mengenukakan beberapa poin.
a.       Bahwa larangan menulis hadits telah dihapus dengan perintah.
b.      Larangan menulis hadits berlaku pada orang umum yang belum begitu menguasai baca tulis dan bagi shohabat tertentu diperintahkan untuk menulis.
c.       Larangan menulis hadits ditujukan pada mereka yang dikhawatirkan akan mencampuradukan hadits dengan al-qur’an dan bagi shohabat yang tidak dikhawatirkan melakukanya maka diperbolehkan.
d.      Larangan hanya tertuju pada pengumpulan hadits dalam bentuk mushaf sedangkan jika dalam catatan-catataan kecil tidak dilarang.
e.       Pelarangan hanya berlaku saat turunya al-qur’an yang belum dihimpun dan dihafal, sedangkan ketika al-qur’an telah dihimpun dan dihafal maka diperbolehkan.
Dari sini jelas bahwa rosulullah tidaklah pimplang dalam perintahnya pada shohabat, tetapi ada sebab-sebab tertentu yang mendorong beliau suatu ketika melarang menulis hadits dan memerintahkan menulisnya pada waktu yang lain.


2.      Periode Kedua (abad pertama hijriyah)
زمان التثبة والاقلال من الرواية
“Masa kehati-hatian dan penyederhanaan riwayat”

Periode ini berjalan pada masa khulafaur rosyiddin. Pada masa ini hadits dalam perkembanganya menuai perhatian dari para shohabat yang walau pun belum begitu signifikan tapi memiliki dampak tertentu dalam turut mewarnainya corak agama pada masa ini, sikap para shohabat terhadap hasits pada masa ini ialah sebagaimana berikut :
a.       Memerhatikan rowi dan matan hadits dalam penerimaan dan periwayatan.
b.      Belum memperbanyak periwayatan dan penerimaan hadits.
c.       Para shohabat kecil banyak melakukan pelawatan sebagai misi dakwah kebeberapa daerah karena shohabat besar telah banyak yang wafat.
Sedangkan cara-cara shohabat dalam meriwayakan hadits pada masa ini ialah:
a.       Melalui pelantara lisan atau dari mulut ke mulut.
b.      Periwayatan melalui jalan lafdhiyah dan maknawiyah.
c.       Bersandar pada ingtan dan hafalan.
Pada periode ini, kondisi hadits sendiri sudah mulai disalahgunakan oleh beberapa pihak dalam mendukung kepentinganya dengan membuat hadits-hadits palsu.
3.      Periode Ketiga (Abad Kesatu Hijriyah)
زمان إنتشار الرواية الى الأمصار
masa penyebaran riwayat ke kota-kota”

Periode ini berlangsung pada masa dinasti umayyah awal sampai abad I hijriyah.
Pada periode ini umat semakin banyak mencurahkan perhatianya terhadap hadits dikarenakan semakin berkembengnya zaman semakin berkembang pula permasalahan-permasalahan yang dihadapi, belum lagi banyaknya shohabat-shohabat yang meninggal dunia semakin menambah beban berat umat dalam memutuskan suatu persoalan tertentu, maka disini peran hadits sangat-sangat diharapkan guna dapat memberi jawaban yang memadai.
Pada era ini para shohabat dan tabi’in sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits mengingat pentingnya nilai kevalidan hadits dalam menentukan permasalahan.

4.      Periode Keempat (Abad Kedua Hijriyah)
عصرالكتابة والتدوين
“masa penulisan dan pengkodifikasian”

Jika menyebut kata pengkodifikasian hadits yang terbersit difikiran kita ialah era Uma bin Abd Aziz walau juga dikenal bahwa sebelumnya telah ada pengkodifikasian.[1] Suatu keberhasilan yang gemilang ditorehkan olehnya dalam masalah pengkodifikasian hadits.
Pada saat itu titah kholifah Umar bin abd Aziz diberikan kepada gubernur madinah yang juga merupakan seorang ulama. Adalah Abu Bakar Muahmmad Ibn Amr Ibn Hazm atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Hazm.
Setelah menerima perintah tersebut Ibnu Hazm pun langsung menyusun Hadits yang sebelumnya dikumpulkan dari catatan dan hafalan para ulama.
Selain itu, tokoh yang tidak kalah penting dalam pengkodifikasian hadts ialah abu Bakar Muhammad Ibnu Muslim Ibnu Ubaidillah Ibnu Syihab Az-Zuhri atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Syihab Az-Zuhri. Beliau berperan sangat signifikan dalam pendewwaan atau kodifikasi hadits. Beliau berusaha mengumpulkan seluruh hadits yang ada di madinah dan seelah dirasa cukup, kemudian beliau menyebarkanya keberbagai penguasa daerah, dengan usahanya ini hadits mengalami perkembangan yang cepat dan pesat.

5.      Periode Kelima (Abad Ketiga Hijriyah)
عصرالتجريد و التصحيح والتنقيح
“Masa pemurnian, perbaikan, dan penyemprnaan”

Masa ini berlangsung pada kekholifahan al-Makmun akhir hingga awal al-Muqtadir pada masa dinasti Abbasiyah.
Pada maa ini kiranya terjadi hal yang menjadi kekelaman dan penodaan sejarah dimana para ulama tidak terkecuali ulama hadits banyak yang disiksa demi menunaikan kepentingan ideologi penguasa, tragedi ini dikenal dengan tragedi mihnah yang terjadi abad VIII.
Pada periode ini hidits mulai dimodifikasi dalam penyusunan kitabnya sehingga pada periode ini muncul kitab-kitab dengan model-model tertentu yang diantaranya ialah kitab shohih yang memuat hadits-hadits shohih, kitab hadis sunan yang tidak hanya meuat hadits shohih tapi juga hadits dho’if ringan. Selain itu, pada periode ini juga ada kitab hadits musnad yang memuat seluruh hadits dengan penyusunan berdasar urutan baik urutan bab atau nama rowi.
Dengan adanya penyusunan kitab yang bervariasi maka demi kemashlahatan ditaruhlah penetapan standar kitab yakni:
a.       Al-kutub al-Khomsah
1.      Shohih Bukhori
2.      Shohih Muslim
3.      Shohih Abu Dawud
4.      Shohih Tirmidzi
5.      Shohih Nasa’i

b.      Al-kutub as-Sittah
1.      Shohih Bukhori
2.      Shohih Muslim
3.      Shohih Abu Dawud
4.      Shohih Tirmidzi
5.      Shohih Nasa’i
6.      Ibnu Majah
Selain itu untuk standar urutan keenam ulama’ juga ada yang berpendapat Muatho’ Imam Malik, Sunan ad-Darimi[2], al-muntaqo susunan Ibn Jarud.

c.       Al-kutub as-Sab’ah
a.       Shohih Bukhori
b.      Shohih Muslim
c.       Shohih Abu Dawud
d.      Shohih Tirmidzi
e.       Shohih Nasa’i
f.       Ibnu Majah
g.      Yang menempati urutan ke tuju ialah Musnad Ibnu Hambal menurut sebagian ulama.

6.      Periode Keenam (Abad Keempat Sampai Pertengahan Abad Ketujuh Hijriyah)
عصر التهذيب والترتيب والإستدراك والجمع
“masa penambahan, penertiban, penambahan dan penghimpunan”

Periode kholifah muqtadir sampai mu’tasim pada daulah abbasiyah. Pada era ini hadits mengalami penyempurnaan dalam pengumpulan kedalam beberapa kitab. Penyempurnaan ini merupakan bentuk lanjutan dari pengumpulan hadits yang hampir sempurna pada periode sebelumnya. Diantara kitab-kitab yang berhasil dihimpun pada era ini diluar era sebelumnya ialah:
a.       As-Shohih susunan Ibnu Huzaimah (313 H)
b.      Al-Anwa’ wa at-Taqsim susunan Ibnu Hibban (354 H)
c.       Al-Musnad susunan Ibnu Awwamah (316)
d.      Al-Muntaqo’ susunan inu Jarud .
e.       Al-Mukhtarah susunan Muhammad bin Abdul Wahid al-Muqdisiy.
Era ini juga menjadi era pembatas antara ulama mutaqoddimin dan mutaakhirin dimana ad-Zdhahabi menjadi penghujung dari ulama’ mutaqoddimin.
Pada era ini konsentrasi ulama sudah tidak lagi terprioritas pada penyusunan, akan tetapi lebih kepada pendalaman dan penelitian kitab-kitab yang kelah ada. Diantara tindakan dari ulama-ulama hadits pada era ini ialah:
a.       Mempelaari
b.      Menghafal
c.       Meneliti dan memeriksa sanad.
d.      Menyusun kitab baru dalam menyempurnakan kitab yang telah ada dengan cara memperlengkap kitab yang belum memuat suatu matan hadits dengan menambah matan hadits lain yang belum termuat tetapi ditemukan dalam kitab lain.
Pda era ini juga muncul metode penyusunan kitab hadits model baru yang tentunya sangat membantu dalam majunya ilmu ini. Diantara metode penyusunan kitab model baru ialah:
a.       Kitab Athrof
Kitab yang mencantumkan bagian dari matan hadits kemudian setelah itu diberi penjelasan sanad baik dari kitab dimana matan hadits itu didapat maupun dari kitab-kitab lainya.
b.      Kitab mustahkroj
Kitab yang memuat matan hadits yang termuat dalam shohih bukhori muslim atau keduanya dan setelah itu diberi sanad sendiri yang berbeda.
c.       Kitab mustadrok
Kitab yang menghimpun hadits yang memenuhi syarat bukhori, muslim, atau keduanya.
d.      Kitab Jami’
Kitab yang menghimpun hadits-hadits dari kitab-kitab yang telah ada. Seperti kitab yang menghimpun hadits shohih bukori dan muslim.
e.       Kitab Hadits berdasarkan tema
Kitab ynag memuat beberapa hadits yang membahas perso’alan tertentu.

7.      Periode Ketuju (Pertengahan Abad Ketuju Sampai abad XX)
عهد الشرح والجمع والتخريج و البحث
“masa pemberian keterangan, pengumpulan, pentakhrijan, dan pembahasan”
Pada periode ini penyampaian hadits jarang dilakukan dengan cara hafalan dan ingatan sebagaimana yang dilakukan oleh ulama mutaqoddimin akan tetapi pada periode ini periwayatan hadits lebih sering dillakukan dengan metode mukatabah (tulisan) dan ijazah (pemberian izin seorang guru kepada muritnya untuk menyampaikan hadits). Tapi walaupun demikian ada juga diantara para ulama yang meriwayatkan hadits dengan metoe lama.
Kegiatan ulama hadits pada periode ini juga berbentuk pengkajian kitab-kitab hadits yang telah ada dan kemudian dikembangkan. Hasil dari upaya ini ialah tersusunya beberapa litab sebagai lanjutan dari karangan sebelumnya yakni diantaranya:
a.       Kitab Syarah
Kitab yang berisi matan hadits yang diberi penjelasan ulama
b.      Kitab Mukhtashor
Kitab yang meringkas pembahasan kitab sebelumnya dengan membahas poin-poin yang dianggap penting dari kitab yang di-syarah.
c.       Kitab Zazo’id
Kitab yang menghimpun hadits yang tidak termaktub dalam kitab tertentu tapi termaktub dalam kitab yang lain.
d.      Kitab petunjuk kode indeks
Kitab yang member petunjuk pencarian hadts dengan mencantuman tanda-tanda tertentu atau lainya.

8.      Era Komputerisasi (abad XX)
pada era ini seiring berkembang pesatnya piranti lunak dan alat komunikasi dunia ber bentuk jaringan internet ilmu hadits tidak lagi ermuazt dalam beberapa lembar kertas yang mencantumkan tulisan, akan tetapi Kitabhadits pada masa sekarang telah berubah wujut kedalam softwere yang lebih efisien, ringkas, dan mudah dengan programnya yang menjawab pertanyaan kita bagaimana memiliki banyak kitab hadits tetapi kita tidak memiliki tempat, bagaimana kita kesulitan mencari matan hadits tetapi setelah ada piranti lunak ini dengan menggunakan satu kata kita bias langsung mendapatkan hadits yang kita inginkan tanpa harus membuka berpuluh-puluh atau berates-ratus lembar kitab hadits. Salah satu dari piranti lunak tersebut ialah Hadits Web, Islam Virtual yang memuat kajian al-Qur’an dan Haits, muatho’ firtual yang terdapat di Ifo@omelketab.net, dorar@gawab.com yang yang mempublikasikan Shohih bukhori dan lain sebagainya, dan masih banyak lagi yang dapat kita jumpai mengenai kajian hadits bentuk softwere.













[1] pengkodifikasian yang dimaksud pada era ini ialah pengkodifikasian secara resmi oleh pemerintah, tapi diluar itu ada pengkodifikasian yang dilakukan secara perseorangan oleh shohabat-shohabat besar dimana mereka secara perseorangan melakukan pencatatan terhadap hadits sebagai pedoman pribadi.
[2] Ibnu Hajar al-Atsqolani ialah salah seorang  ulama yang setuju terhadap penempatan tersebut.

No comments:

Post a Comment