Sunday, May 5, 2013

Pemikiran Kamaruddin Amin


Oleh: Muhamamd barir


A.    Biografi singkat Kamarudin Amin
Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, M.A. adalah doctor dengan predikat Summa Cumlaude dalam bidang studi Islam di Rheinischen Friedrich Wilhelms Universitaet Bonn, Jerman. Aktif menulis sebagai pemakalah  seminar maupun menulis bagi jurnal Nasional dan Internasional. kini beliau menjabat sebagai pembantu rektor bidang kerjasama UIN Alauddin Makasar.
Beliau lahir di Bontang 5 Januari 1969 saat ini menjadi dosen Fakultas Adab UIN Alauddin Makasar, komisi hubungan Internasional MUI Sulawesi Selatan dan Project Manager of the Development Bank. Menguasai bahasa Arab, Inggris, Jerman, dan Balanda (pasif).
B.      Kritik Sanad Cum Matan
Para ulama Hadis dalam tata koridor umum telah memberi rekomendasi tentang keabsahan kutub as-Sittah terlebih Shohihain, namun hal tersebut tidak terjadi pada Komaruddin Amin sendiri yang selain mengkritisi beberapa ulama hadis kontemporer ia juga mengkritisi kitab Shohihain dengan mengkaji nya secara skeptis.
Kajian kritisnya ialah dimulai dari rasa penasaranya terhadap pola hadis yang diredaksikan berbeda-beda bahkan terkadang berlawanan maknanya. Mengapa hadis yang sama bisa diredaksikan dengan berbeda padahal hadis tersebut berasal dari guru yang sama padahal ulama dahulu digambarkan sebagai orang yang kuat hafalanya dan oleh karenanya dirumuskanlah gelar-gelar seperti hafidz sampai tingkat Amirul mu’min fil Hadis.
Ulama kebanyakan dalam memandang kitab shohihain hanya dengan mempertimbangkan perowi dalam kitab tersebut yang dicap sebagai rowi yang tsiqoh dan Dhobit, namun kenapa ketsiqohan dan kedhobitanya tidak bisa mecegah dari perbedaan redaksi hadis walaupun seandainya suatu hadis berada dalam satu jalur sanad. Keresahan-keresahan dalam sanad ini semakin membuat sikap skeptis terhadap keampuhan kritik sanad sebagai alat penentu kredibilitas sebuah hadis, kesadaran ini pada akhirnya mengalirkan sebuah harapan baru dalam kajian hadis dengan memberikan harapan besar pada studi matan, matan memberikan informasi dan indikasi tentang jati diri sebuah hadis apakah ia tidak bertentangan dengan nash, tidak bertentangan dengan karakter nabi, tidak bertentangan dengan bahasa arab, dan tidak bertentangan dengan akal yang kesemuanya adalah jalan yang nantinya dapat menunjukan kebenaran suatu hadis berasal dari nabi.
Kamaruddin Amin juga mengarah pandanganya pada problem tentang keotentikan keadilan seluruh shohabat apakah shohabat seluruhnya adalah adil. Kamaruddin Amin dalam karyanya memaparkan kritik Juynboll yang meragukan bahwa seluruh shohabat adil dan keotentikan hadis benar-benar diriwayatkan oleh seorang shohabat mengingat kodifikasi hadis baru dilakukan pada masa Umar bin Abdul azis, selain itu hal yang menjadi kerancuan adalah periwayatan shohabat biasa seperti Abu Hurairoh yang tergolong baru masuk Islam melebihi periwayatan empat kholifah yang memeluk islam lebih lama.
Permasalahan seluruh shohabat adil memang dipaparkan dalam al-Qur’an dan hadis namun jika melihat sisi historis perang jamal, tragedy usman, dan beberapa kasus yang melibatkan tindakan shohabat menjadi hal tersendiri yang perlu dikaji untuk mengatakan bahwa shohabat itu adil seluruhnya.
Kajian sanad cum matan ini adalah sebuah proses integrasi antara kritik sanad dan matan, bahwa munculnya redaksi matan hadis terpengaruhi oleh sanad yang dilewatinya. Matan suatu hadis yang sama bisa berbeda redaksinya karena perbedaan sanadnya, dan hal ini banyak ditemukan dalam beberapa kitab hadis.
selengkapnya Lihat Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis (Jakarta: Hikmah, 2009), 

C.     Kritik terhadap pakar hadis muslim
Albani, pemikir yang lahir tahun 1914 ini sempat membuat gebrakan besar dibidang ilmu Hadis dengan berbagai klaimnya terhadap beberapa periwayatan yang selama ini dianggap maqbul namun ia anggap bermasalah, bahkan salah satu hadis dalam kitab monumental yakni shohih muslim pun juga ia anggap ada yang belum bisa diterima.
Salah satu hadis yang dianggap bermasalah oleh albani adalah hadis yang terdapat dalam shohih muslim yang diriwayatkan zubair dari Jabir, alasan al-Albani ada dua, pertama, zubair ia anggap merupakan rowi mudallas, kedua, mengenai adat tahammul wa al-Ada’, hadis zubair dalam shohih muslim yang menggunakan adat ‘An diklaim tidak tegas oleh al-Bani, ia hanya menerima adat yang tegas seperti sami’tu.
Hasilnya sangat mencengangkan, bahwa setelah Albani mengkaji beberapa hadis dengan menggunakan metodenya, tercatat bahwa al-Albani hanya menerima 69 hadis dari 194 hadis dalam kitab shohih Muslim dan memvakumkan 125 hadis lainya.
Hal di atas kemudian menimbulkan ketertarikan kamaruddin Amin untuk mengkaji sejauh mana keakuratan metode al-Albani. Setelah mendalami beberapa hadis, ia kemudian memaparkan beberapa kelemahan argument al-Bani,
Pertama    : al-Bani menganggap riwayat abu-Zubair mudallas, namun ternyata al-Abani menerima “seluruh” periwayatan al-Lais bin Sa’ad yang juga meriwayatkan hadis dari Abu Zubair.
Kedua      : al-Albani mengkritisi bahwa term-term tahammul aw al-ada’ dalam beberapa kitab termasuk sohih muslim tidak konsisten, dan hal ini tentunya mempengaruhi validitas ittishol as-sanad. Kamaruddin Amin berdasarkan kesimpulan dari penelitian historis yang dilakukan oleh motzki bahwa ternyata pada masa imam Muslim, adat tahammul wa al-Ada’ tidaklah dijadikan tolok ukur kuat atau lemahnya hadis jadi ini memberi pemahaman bahwa adat Tahammul wa al-ada’ tidak cukup untuk dijadikan sebagai tolok ukur diterima atau tertolaknya suatu hadis.

D.    Kritik terhadap teori e Silentio dan Common Link
Kajian Hadis yang dilakukan oleh sarjana barat sempat membuat banyak aspek yang sebelumnya jarang tersentuh oleh sarjana Muslim bisa dimunculkan ke permukaan, namun ternyata temuan yang berhasil diangkat oleh sarjana barat banyak memiliki ambiguitas di sana-sini.
Dari sekian teori yang muncul mengenai hadis oleh kesarjanaan barat teori yang sering dipakai dalam kajian hadis adalah teori e Silentio dan terlebih teori Common Link. Teori e silentio yang pertamakali dipakai Joseph Schacht, menurut Kamaruddin Amin dalam bukunya, teori e Silentio telah dikritisi oleh sarjana barat sendiri dan dituding sebagai sebuah tindak spekulatif yang tidak berdasar. Motzki dalam bukunya Die Afange menyatakan bahwa teori ini berbahaya.
Teori e Silentio yang merupakan asumsi bahwa hadis yang tidak populer dan jarang dipakai adalah indikasi bahwa hadis tersebut berdiri sepihak, dan ketika hadis ini merupakan hadis hukum maka menunjukan bahwa hadis ini dibuat dengan alasan sebagai alat jastifikasi oleh kelompok tertentu. Teori ini jelas sangat spekulatif, karena tidak dikenalnya atau jarang dipakainya suatu hadis untuk suatu tindakan hukum sama sekali tidak bisa dipakai sebagai alasan untuk mengklaim bahwa hadis tersebut adalah palsu.
Adanya ketidaktahuan terhadap suatu hadis tidak bisa dipakai untuk menyatakan bahwa suatu hadis tidak ada, Kamaruddin Amin mengemukakan contoh suatu hadis yang ada dan ditemukan dalam riwayat Muslim namun tidak ditemukan dalam manuskrip gurunya, hal ini tidak berarti gurunya tidak pernah meriwayatkan, bisa saja tidak adanya bukti tersebut karena keterbatasan daya tahan manuskrip atau karena hilang.
Teori lain yang dikritisi oleh kamaruddin Amin dalam bukunya adalah teori yang cukup populer yakni Common Link yang digagas oleh Joseph Schacht dan dimodifikasi oleh Juynboll. Berangkat dari fenomena yang lahir dari penelitian Historisitas sanad hadis, ditemukanlah beberapa sanad yang kelihatan memiliki banyak rowi, namun ternyata rowi-rowi tersebut meriwayatkan dan jalurnya bertemu pada satu Rowi rowi, inilah yang disebut Common Link dan dari CL tersebut hadis berada pada bentuk Single Strand sampai Rosulullah. Uniknya fenomena CL terjadi yang rata-rata berada pada rowi di abad ke tiga hjriyah.
Beberapa kerancuan pemikiran barat dalam teori ini adalah adanya rowi tunggal merupakan idikasi bentuk pemalsuan hadis yang dilakukan oleh salah seorang rowi. Teori Common Link ini mungkin bisa membantu dalam studi Hadis namun yang perlu diingat adalah bahwa terjadinya Partial Common Link sebagai sebuah Diving yang dituding oleh kebanyakan pakar barat sebagai upaya tadlis hadis tidak serta merta dibenarkan, karena adanya fenomena sanad yang bertemu pada satu rowi bisa saja benar-benar terjadi dan bukan upaya pemalsuan hadis dan masih banyak aspek lain yang harus dikaji seperti kajian kwalitas, adanya CL bagaimanapun hanyalah satu aspek bagian kajian sanad dilihat dari segi kwantitas, padahal ulama terdahulu sudah menentukan kajian kwalitas, serta kajian Matan.


4 comments:

  1. Saya sarankan kepada Kamaruddin untuk lebih banyak menelaah tinjauan-tinjauan kritis dari kitab-kitab klasik yang digagas oleh ilmuan Islam masa lalu. Hemat saya, Kamaruddin absen menghadirkan tinjauan kritis dari ulama klasik dan di waktu yang sama sibuk memberikan interpretasi dengan kulturisasi kajian ala Barat yang memang tingkat skeptismenya rentan memunculkan paradigma baru. Itu jelas sebab itulah yang menjadi konklusi dari hasil pendidikan Barat. Kasihan Kamaruddin!

    ReplyDelete
  2. Kamaruddin nampaknya lupa bahwa tradisi logis yang coba dia kembangkan keluar dari konteks elaborasi yang sebenarnya, di mana ia terlampau kaku memberikan interpretasi terhadap teks. Saya melihat Kamaruddin memiliki satu kecenderungan baku dalam hal ini dimana ia mencoba memaksakan literatur yang dia kaji menjadi sumber referensi absolut. Menurut saya ini sangat berbahaya karena sudah masuk dalam ranah ejawantah apa yang disebut dengan war orientalism.

    Di satu sisi sebenarnya, kritik yang coba dibangun Kamaruddin sangatlah absurd karena ia sendiri tidak menyadari capability dan personality dirinya sebagai seorang yang memikiki kecapakana di bidang hadits. Justru yang nampak, Kamaruddin mencoba mengkonstruksi sebuah cluster baru sehingga apa yang dia harapkan bisa tercapai: membangun absolutisme status quo untuk memberangus mainstream.

    Yang tentu saja sangat menyedihkan adalah status quo yang coba dibangun Kamaruddin berangkat dari paradigma sempit yang diprakarsai oleh frame Barat -yang tak bisa dielakkan lagi- sangat kental dengan metodologi orientalisme.

    ReplyDelete
  3. Sebagai ilmuan muslim, saya menghimbau kepada Kamaruddin untuk tidak melupakan tradisinya sebagai anak negeri, jangan tutup mata terhadap budaya Saudara sebagai anak kampung yang dididik dengan kultur agama yang sangat kental. Saya sangat yakin, orangtua Saudara tidak pernah mewasiatkan kepada Saudara untuk menegasikan kebenaran Ilahi beserta produk-prroduk turunannya seperti teks hadits. Kalaupun Saudara tidak meyakini hadits Nabi sebagai sebuah kebenaran, setidaknya Saudara tidak perlu mempromosikan ketidakyakinan Anda itu sebagai sesuatu yang harus dipertanyakan.

    Saya tidak mengatakan bahwa jadilah seorang Muslim yang konservatif, radikal, dan merekomendasikan Anda untuk mengikuti paradigma sesat kelompok Islam yang suka ngebom itu. Saya hanya ingin mengatakan, bimbinglah umat untuk semakin dekat kepada Allah Ta'ala.

    ReplyDelete
  4. Bantahan untuk Pemikiran Prof. Kamaruddin
    https://syukrillah.wordpress.com/2015/05/28/inkonsistensi-metode-kritik-hadis-bantahan-terhadap-prof-dr-kamaruddin-amin/

    ReplyDelete