Sunday, May 5, 2013

FATHUL BARI KARYA IBN HAJAR AL ASQALANI



Oleh: Muhammad barir

A.    Biografi Ibn Hajar[1]
Nama lengkap Ibn Hajar al-Asqalani adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bn Muhammad bin Ali  bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar al-Asqalani, nama kuniyahnya adalah Abu al-Fadl dan nama laqabnya ialah Syihabuddin ia merupakan qabilah yang berasal dari Asqalan. Nama hajar yang berarti batu diambil dari sebuah kisah inspiratif sebagai motifasi dalam menuntut ilmu. Beliau lahir besar dan wafat di Mesir. Beliau bermadzhab Syafi’I, menjadi ketua dari para Qadhi seorang Syaikhul Islam. Seorang Hafidz, Amirul Mu’minin dalam bidang Hadis.
Abu al-Fadl, begitu beliau dipanggil, dilahirkan pada tanggal 22 Sya’ban pada tahun773 Hijriyah. Al-Asqawi berkata, kelahiran ibn Hajar al-Asqalani adalah pada tanggal 22 Sya’ban tahun 773 di pinggiran sungai Nil di Mesir. Tempat beliau dilahirkan sangatlah terkenal. Tempat tersebut menjadi milik sang syaikh, namun setelah ia meninggal tempat tersebut dijual tempat tersebut dekat dengan dar al-Nuhas dekat masjid al-jadid.
Ibn Hajjar al-Asqalani memiliki tinggi badan sedang, berkulit putih, mukanya bercahaya, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya berwarna putih, pendek kumsnya. Dia adalah seorang yang berpenglihatan dan berpendengaran sehat, kuat badanya, tinggi cita-citanya, kurus badanya, fasih lisanya, pandai, cerdas, dan pintar bersyair, serta dan menjadi pimpinan di masanya.
Ibn Taghri Birdi mengatakan: Ibn Hajar adalah orang yang bersinar mukanya, tenang, berwibawa, cerdas, bijak, pendiam, pintar dalam memberikan putusan, jarang sekali pembicaraanya yang membuat orang tidak suka, bahkan ia baik terhadap orang yang berbuat jahat padanya dan suka memberi maaf.
Ibn Hajar lahir sebagai seorang yatim yang iffah (sangat menjaga diri dari dosa), sangat mandiri dan berhati-hati di bawah asuhan al-Zaki al-Kharubi sampai sang pengasuh itu meninggal. Ia hidup sengsara dan tidak pernah mengenal kasih-sayang. Al-Zaki al-Kharubi kurang serius mengasuhnya, begitu pula dalam pendidikanya. Ibn Hajar menyertai Zaki ketika ia tinggal di mekah hingga akhirnya ia memasukan ibn Hajar ke al-Maktab (sekolah untuk belajar dan menghafal al-Qur’an) ketika ia berumur lima tahun.
Salah seorang guru yang mengajar di situ adalah Saymsudin al-Athrusy. Akan tetapi, Ibnu Hajar belum berhasil menghafalkan al-Qur’an sampai ia di ajar oleh orang yang menjadikan seorang yang faqih dan merupakan pengajar sejati, seorang yang ahli fakih penyarah kitab Mukhtasar al-Tibrizi Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al-sathi al-Muqri’. Kepada sang guru inilah ia akhirnya dapat menghatamkan hafalan al-Qur’an ketika berumur Sembilan tahun.
Ketika Ibnu Hajar menginjak usia dua belas tahun, ia ditunjuk sebagai imam shalat tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 Hijriah. Ketika orang yang diberikan wasiat untuk menjaganya yaitu al-Kharubi sampai pada tahun 786 Ibnu hajar menyertai al-Kharubi sampai ke Mesir. Di Mesir, Ibnu Hajar benar-benar berusaha dan bersungguh-sungguh. Dia menghafalkan beberapa kitab , baik yang berupa ringkasan seperti ‘Umdah al-Ahkam Al- Hari Ash-Soghfir karya al-Qozwaini, Mukhtasar Ibnu al-Hajib fi al-Usul, Mulham al-I’rab karya al-Hariri. Minhaj al-Wusul karya al-Baidhawi, Alfiyh al-Hadits karya al-Iraqi, Alfiyah Ibnu Malik dalam bidang nahwu, Al-Tanbih fi Furu’al- Syafi’iyah karya al-Syairazi dan yang lain.
Hamid Abdul Majis mengatakan : “ Allah membuat Ibnu Hajar mencintai ilmu Hadits dan sangat menggandrunginya, ia mencurahkan seluruh tenaga dan kemampuanya untuk mendapatkan meski sebelumnya ia telah banyak pula menemukan dan mendengar Hadits. Meski begitu ia tidak puas dengan apa yang didapatkanya dan berusaha terus sampai tahun 796 Hijriyah. Karena itu pada tahun itu ia sudah membuka diri untuk mengajar dan mengajarkan apa yang selama ini didapatkanya”.
Untuk mencari hadits ia lebih banyak berkeliling daerah dan menemukan banak syaikh. Ia banyak mendengar hadits-hadits dalam kitab-kitab besar dari guru al-Hafizh Zainuddin Abdurrahim bin Husain al-Iraqi dan al-Syaikh Nurudin al-Haitsami. Al-Iraqi adalah seorang yang sangat terkenal sebagai ahli fiqih, seorang yang tau tentang Madzhab Syafi’i apalagi tentang teks-teksnya. Selain dikenal sebagai ahli hadits, Ibnu Hajar al-Atsqolani juga dikenal sebagai ahli fikih, dan mendalami kajian bahasa dan sastra. Di masa hidupnya ia sering mengadakan perjalanan untuk berguru kepada para ulama di pelbagai kota dan negara, seperti Irak, Yaman, Palestina, Makkah, Damaskus dan lain-lain.
Ibnu Hajar jatuh sakit di rumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatanya sebagai Qadhi pada tanggal 25 Jumadil Akhir tahun 852 Hijriyah. Dia adalah seorang yang paling sibuk dengan mengarang dan mendatangi majlis-majlis ta’lim hingga pertama kali penyakit menjangkitinya yaitu pada bulan Dzulqo’idah tahun 852 Hijriyah. Ketika sakit yang membawanya meninggal ia berkata: “ Ya Allah, bolehkah Engkau tidak memberiku kesehatan, tetapi janganlah Engkau tidak memberiku pengampunan”.
Pada malam sabtu tanggal 28 Dzulhijjah berselang dua jam setelah sholat isya’ para orang-orang dan sahabatnya berkumpul di rumahnya dan membacakan surat Yasin, dan ketika sampai pada ayat:
وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ
“Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka”
Keluarlah dari ruhnya dari jasadnya, hingga kemudian salah satu dari pelayat tersebut memejamkan mata beliau. Hari berikutnya, anak-anaknya sibuk memandikan dan mengkafaninya. Hari itu adalah hari yang sangat berat, hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergianya, meratapi kematianya, sampai-sampai orang non muslim pun turut meratapinya.
Pada hari itu juga, pasar-pasar di tutup demi untuk menyertai kepargianya bayak orang mengantar kepergianya dimana jumlah orang saat itu tiada bandinganya, as-Sakhawi mengatakan “para pelayat yang datang tidak terhitung jumlahnya, menurutku semua pembesar datang melayatnya dan semua took ditutup”. Orang-orang berebut untuk dapat ikut serta mengangkat jenazahnya, mereka yang mengangkat adalah para raja pembesar dan para ulama, orang-orang sekuat tenaga berusaha untuk dapat meraih peti jenazahnya walau hanya dapat menyentuh dengan ujung jarinya.
Al-Biqai berkata:”orang-orang berjejal mulai dari rumah Ibn Hajar mulai dari pintu Qantharah sampai qarafah yaitu tempat dimakamkan. Sultan al-Zahir Zaqmaq datang dan menshalatinya. Khalifah al-Mustakhfa Billah abu ar-Rabi’ Sulaiman, para Qadhi, para ulama, para penguasa, orang-orang terkenal dan orang –orang umum lainyaikut saat menyolati jenazahnya.”
Ada yang mengatakan bahwa pelayat yang datang saat itu mencapai 50.000 orang. Ketika jenazah sudah sampai di pelayatan, hujan turun mengguyur peti jenazahnya, padahal menurut al-Suyuti saat itu bukanlah musim hujan, ia berkata:”Asy-Syihab al-Mansuri, ikut melayat jenazahnya, ketika sampai jenazah pada tempat menshalati ia berkata dengan syairnya:
Mendung pun Ikut memberi tangisan
Qadhi al-Qudhat dengan Hujan
Hancurlah pilar-pilar
Karena berkabung atas Ibn Hajar
Amirul Muminin khalifah abbasiyah mempersilahkan al-Bulqini untuk menyolati Ibn Hajar di al-Ramillah di luar kota Kairo. Jenazahnya kemudian dipindah ke al-Qarafah. Al-Sughra untuk di kubur di pekuburan bani al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid al-Dailami di antara makam Imam Syafi’I dengan Syaikh Muslim al-Silmi.

B.     Deskripsi Kitab
Kitab Fathul Bari adalah kitab yang mensyarahi kitab Shahih Bukhari kitab Fathul Bari terdiri dari 13 juz kitab syarah dan 1 juz tebal muqaddimah. Muqaddimah kitab Fathul Bari ini diberi nama Hadyu as-Sari. Muqaddimah ini sangat tinggi nilainya. Seandainya ditulis dengan tinta emas, maka emas itu belum sebanding dengan tulisan itu. Sebab tulisan itu menjadi kunci dalam memahami kitab shahih bukhari. Kitab ini selesai ditulis tahun 813.
Dalam kitab ini ibn Hajar menjelaskan masalah bahasa, balaghah, Irab, dan sastranya menjelasakan masalah penting yang tidak diuraikan dalam kitab lain, mengambil hukum serta memaparkan berbagai masalah yang diperdebatkan para ulama, baik yang menyangkut fiqih maupun ilmu kalam secara terperinci tanpa berpihak. Selain itu beliau mengumpulkan sanad shahih dan meneliti kwalitas untuk dijelaskanya.
Penulisan kitab ini menghabiskan waktu seperempat abad. Dimulai tahun 817 Hijriyah sampai tahun 842 H. kitab ini selalu mendapatkan sambutan hangat dari para ulama. Baik masa lalu sampai masa sekarang.

C.     Sistematika Kitab
Sistematika kitab Fath al-Bari ini mengikuti sistematika kitab Shahih Bukhari. Urutan bab, kitab, dan nomor hadis dalam kitab ini adalah sebagaimana yang ada dalam kitab Shahih Bukhari. Dalam kitab ini sebagaimana dalam shahih bukhari, terdiri dari 97 judul kitab, 3.230 judul bab dan 7523 hadis. Ketika memasuki judul kitab baru, dikemukakan judul kitab sebagaimana shohih bukhari, kemudian judul itu diberi syarah oleh ibn Hajar. Syarah terhadap judul kitab tersebut antara lain terdiri dari penjelasan tentang maksud judul tersebut dan penjelasan yang berisi berbgai macam judul yang dipakai oleh pengarang terdahulu.
Setelah melakukan syarah terhadap judul kitab, kemudian Ibn Hajar menulis nomor bab dan hadis-hadis yang ada dalam satu bab tersebut. Penukilan ini sesuai dengan apa yang dilakukan imam bukhari. Dalam aspek sanad, ia menjelaskan berbagai kwalitas perawi, dalam segi matan, ia menjelaskan kata-kata yang gharib, aspek nahwu dan balaghahnya, serta dikemukakan matan lain dari mukharij lain, setelah itu diterngkan maksud hadis tersebut secara keseluruhan.
D.    Metode
Kitab ini mengacu pada kitab shahih bukhari baik pembagian kitab dan babnya, namun kitab Fathul Bari memberikan beberapa pembenahan dan penyusunan yang bertujuan memudahkan pemahaman seperti menghapus sanad hadis dan menyebutkan hanya pada tingkat shohabat pertama. Selain itu ia hanya memberi penjelasan terhadap hadis yang driwayatkan oleh rawi yang belum begitu jelas ketsiqahanya. dalam fathul bari, juga dipilih hadis yang dianggap paling mewakili dari pengulangan yang ada dalam kitab shahih bukhari. dan Memisah-misah kwalitas hadis dengan penomoran-penomoran pada hadis serta memberikan penomoran pada bab-babnya.

E.     Contoh Kajian Hadis dalam Kitab
Hadis tentang berwudhu akan membuat orang bercahaya ketika di akhirat
عن نعيم المجمرةقال: رقيت مع أبي هريرة علي ظهر المسجد فتوضأ فقال إني سمعت النبي يقول: إن أمتي يدعون يوم القيامة غرا محجلين من اثار الوضوء فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل
Telah diriwayatkan dari nuaim al-mujmir, ia berkata: aku pernah naik bersama abu hurairah ke atap masjid, lalu ia berwudhu kemudian berkata, aku pernah mendengar nabi SWT bersabda: sesungguhnya umatku akan dipanggil di hari kiamat dengan cahaya di wajah, tangan, dan kaki karena bekas wudhu, barang siapa diantara kamu ada yang mampu memperpanjang cahaya wajahnya, maka hendak ia melakukanya. 

Hadis ini ialah hadis dalam shohih Bukhari 133 juga dalam:
Muslim 363
Tirmidzi 552
Ahmad 8061, 8828, 10360

Umat: Yang dimaksud umat dalam hadis tesebut ialah umat muslim, bukan kata umat yang difahami sebagai semua manusia yang menjadi objek dakwah.
Keistimewaan umat ini: al-hulaini menyatakan bahwa wudhu merupakan keistimewaan umat islam, tapi menurut ibn Hajar yang menjadi identitas umat islam bukan wudhu namun cahaya bekas wudhu yang nantinya umat islam dan yang bukan islam akan diketahui di akhirat dengan cahaya di wajah tangan dan kaki.
Pada lafadz فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل hanya dijeaskan anjuran memperpanjang cahaya wajah sebagai sim bol dari keseluruhan wajah menjadi wakil dari tangan dan kaki karena merupakan anggota yang paling menonjol yang menjadi cermin jatidiri.
Ibn Bathal menyebut bahwa membasuh wajah tidak bisa dipanjang dan dilebarkan, namun menurut ibn Hajar menyatakan hal itu mungkin saja terjadi sebagaimana membasuh sampai ke leher.
Dalam argumen fiqh terdapat paling tidak tiga pendapat, pertama, membasuh kaki dan tangan adalah bahu dan lutut, kedua, dari lengan dan betis, ketiga, dilebihi sedikit dari tangan dan betis.

Tirmidzi 552

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ أَحْمَدُ بْنُ بَكَّارٍ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ قَالَ صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو أَخْبَرَنِي يَزِيدُ بْنُ خُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرٌّ مِنْ السُّجُودِ مُحَجَّلُونَ مِنْ الْوُضُوءِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid Ahmad bin Bakkar Ad Dimasyqi telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim dia berkata, Shafwan bin Amru berkata, telah mengabarkan kepadaku Yazid bin Khumair dari Abdullah bin Busr dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam beliau bersabda: "Ummatku akan datang hari kiamat kelak wajah mereka putih bersinar dari bekas sujud dan putih bersinar dari bekas wudlu'."
Hadis ini berbeda dengan hadis pertama, hadis ini selain membahas keutamaan wudhu juga membahas keutamaan sujud, selain itu juga hadis ini tidak ada penjelasan mengenai sinar pada tangan dan kaki serta anjuran memperpanjang sinarnya.
Setelah membandingkan kedua sanad hadis ini ternyata hadis ini berbeda dengan hadis riwayat bukhari. Jadi secara sanad dan matan hadis ini berbeda namun bisa menjadi penguat bagi hadis pertama. Abu 'Isa berkata, ini adalah hadits hasan shahih gharib dari riwayat ini dari hadits Abdullah bin Busr.
bukhari
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ خَالِدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ رَقِيتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ

Ahmad 8061
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُجْمِرِ أَنَّهُ رَقِيَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ
Ahmad 8828
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ أَنَّهُ قَالَ رَقِيتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَة
Muslim 363
و حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى أَبَا هُرَيْرَة
Ahmad 10360
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَقِيَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَة
Tirmidzi 552
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ أَحْمَدُ بْنُ بَكَّارٍ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ قَالَ صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو أَخْبَرَنِي يَزِيدُ بْنُ خُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُس



[1] Shufiyah Anwari, Pakaian Menurut ibn Hajar al-Asqalani, Skripsi Ushuluddin 2011. Hlm. 35.

No comments:

Post a Comment