oleh: Muhamad Barir
A.
RIWAYAT
HIDUP, PENDIDIKAN, KARIR, DAN KARYA IBN
RUSYD
Ibn Rusyd, Averroes, nama lengkapnya ialah Abu al-Walid
Muhammad bin Ahmad bin Wusyd. Ia lahir pada tahun 520 H/1126 M di Cordova
Andalusia yang sekarang menjadi Spanyol. Ia lahir dari background keluarga
Hakim.
Pendidikanya ia tempuh di Cordova dalam bidang tafsir, hadits,
fiqih, teologi, dan sastra arab. Juga dalam bidang matematika, fisika,
astranomi, logika, filsafat, dan kedokteran. Cordova saat itu dikenal sebagai
pusat studi-studi filsafat saingan kota Damaskus, Bagdad, dan Kairo di Timur.
Tahun 1153 Ibn Rusyd pindah ke Maroko atas undangan Kholifah Ibn
al-Mukmin, untuk ikut mengelola pendidikan di sana. Kemudian setelah abu Ya’kub
(1163-1184 M) putera al-Mukmin berkuasa, ia diminta untuk menulis komentar atas
karya-karya Aristoteles. Ibn Ruysd menggunakan kesempatan ini dengan
sebaik-baiknya dan menulis tentang berbagai karya Aristoteles. Sehingga ia
digelari “pengulas” (commentator) oleh Dente (1265-1321 M) dalam bukunya
“komedi ketuhanan” (Divine Commedia).
Pada tahun 1169 M, Ibn Rusyd di promosikan sebagai hakim di
Seville, Andalus. Kemudian karirnya meningkat dengan diangkatnya ia menjadi
Hakim Agung di Cordova pada tahun 1171 M. ketika Ibn Tufail (w. 1185) pensiun.
Ibn Rusyd menggantikan posisinya sebagai dokter Kholifah Abu Ya’kub di Marakis
tahun 1182 M.
Tahun 1195 ia terkena inkuisisi (mihnah) karena
pengaduan sekelompok Fuqoha’ yang tidak menyukainya. Ibn Rusyd dan beberapa
Filosof yang lain akhirnya diasingkan ke Yasanah, perkampungan Yahudi dekat
Cordova—dalam buku Harun Nasution disebutkan bahwa ia diasingkan ke Lucena
karena dituduh oleh kelompok Fuqoha’ menyebarkan aliran sesat—dan setelah itu
karya-karyanya dibakar disamping masyarakat dilarang mengkajinya.
Menurut al-Ahwani, inilah salah satu sebab pemikiran Ibn Rusyd
lebih dikenal di Eropa disbanding di Timur. Dikalangan Eropa, Filasafat Ibn
Rusyd banyak dikaji dan diterjemah, hal ini berbanding terbalik dengan di Timur
yang ada pelarangan mengkaji filsafat Ibn Rusyd. Pada era renaissance filsafat
dijunjung setinggi-tingginya dan malah di dunia Islam dikubur dalam-dalam demi
berkembangnya gerakan mistisi dan keagamaan—namun menurut penulis tidak semua
pengunggulan Filsafat dapat dibenarkan, karena memang dalam Filsafat banyak
konsep yang menyimpang dengan nash.
Beberapa lama di pembuangan Ibn Rusyd di bebaskan dan dikembali ke
istana setelah pemuka Sevila meminta kholifah untuk membebaskan Ibn Rusyd.
Tetapi kebebasan tidak dirasakanya begitu lama karena ajal menjemputnya pada 11
Desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H, dalam usia 72 tahun. Jenazahnya dibawa ke
Cordova dan dimakamkan di sana.
Karya-karya Ibn Rusy teramat banyak dan beragam yang mencapai 78
buah, mencakup soal Filsafat, Kedokteran, Hukum, Teologi, Ekonomi, Sastra, dan
lain sebagainya. Diantara yang terkenal dibidang Filsafat ialah :
1.
Tahafut
at-Tahafut (kerancuan buku Tahafut) sebagai
tanggapan atas kritik filsafat oleh Imam al-Ghozali dalam bukunya Tahafut
al-Falasifah (kerancuan para Filosof);
2.
Al-Masa’ilu
fi al-Falsafah (berbagai
perso’alan Filsafat);
3.
Syarh
kitab ma wara’a al-Thobi’a li Aristha
yang mengomentari filsafat Metafisika Aristoteles;.
4.
Fashl
al-Maqol fi ma baina al-Hikmah wa asy-Syari’ah min al-Ittishol tentang kaitan Syari’ah dengan Filsafat;
5.
Kitab
al-Sama’ wa al-Ardl li Aristha yang
mengomentari buku Langit dan Bumi karya Aristoteles.
Dalam bidang teologi, karya terpenting Ibn Rusyd ialah al-Kasyf
‘an Manahij al-Adillah fi Aqo’id al-Millah (membongkar metode pembuktian
teologis), dalam bidang kedokteran ialah Kuliyah fi at-Thib (kuliyah
kedokteran), dalam bidang hokum ialah Bidayah al-Mujtahid wa an-Nihayah
al-Muqtashid, yang kemudian menjadi referensi penting dalam pemikiran hokum
madzhab Maliki.[1]
B.
PEMIKIRAN
IBNU RUSYD
1.
Filsafat
Tidak Bertentangan dengan Islam
Menurut Ibn Rusyd orang Islam wajib Mempelajari Filsafat atau sekurang-kurangnya
dianjurkan untuk mempelajarinya (wajib/sunnah).[2] Dasar yang dipakai oleh
Ibn Rusyd ialah ayat-ayat al-qur’an yang menganjurkan untuk berfikir seperti :
أفلا يعقلون,
أفلا
يتدبرون, أفلا يتذكرون dan lain sebagainya.
Ayat-ayat di atas menganjurkan untuk
bagaimana manusia selalu mendayagunakan akal fikiranya guna menggapai suatu
kebenaran dan merenungkan segala sesuatu dalam mengetahui hakikat maksud ajaran
tuhan. Namun walau demikian, batas ukuran pendayagunaan akal fikiran oleh kaum
filosof terkadang terlalu ekstrim dalam mengungguli kehujjahan nash al-Qur’an
atau pun Hadits, inilah yang menjadi polemic tersendiri tentang apa sebenarnya
yang harus lebih diutamakan antara akal dan nash. Ibn Rusyd menggunakan dalil Nash
sebagai tameng untuk menepis hujatan Ulama’—yang menuduh sesat kaum filsafat
karna dianggap ajaranya bertentangan dengan nash—namun pada kenyataanya banyak
kaum filosof yang memposisikan nash di bawah akal. Dari sini secara tidak
langsung Ibn Rusyd memposisikan nash lebih utama dari pada akal dalam pembelaan
tersebut.
2.
Jalan
Menuju Pengetahuan
Menurut Ibn Rusyd, jalan menggapai Ilmu Pengetahuan ada dua yakni
indera dan rasio.[3]
Ibn Rusyd dalam hal ini lebih menganggap penting rasio daripada indera karena
indera dalam menangkap sesuatu hanya berdasarkan wujud yang ditangkap dan
terkadang tidak dapat menggapai esensi yang sebenarnya dan sebab itu indera
sering terti[u oleh bayangan semu. demikian dengan rasio yang masih juga belum
bisa menggapai kedalaman kebenaran jadi seharusnya rasio tidaklah di posisikan
di atas nash karena rasio merupakan olah fikir manusia dan nash adalah petunjuk
tuhan dan pengetahuan tuhan adalah di atas pengetahuan manusia.
Selanjutnya ia membagi akal kedalam dua hal pertama ialah akal
praktis dan yang kedua ialah akal teoritis. Akal teoritis ialah akal yang
memiliki konsep dalam berjalanya sedangkan akal praktis ialah akal yang
mengalir menurut pengalaman yang diprktekan oleh manusia. Akal praktis masih
memiliki kekurangan yakni dimana pengalaman salah maka disitu praktek pun akan
salah, maka konsep (akal teoritis) dianggap perlu guna menuntun akal praktis.
3.
Pengetahuan
Menuju Wujud
Benda-benda fisis pada dasarnya terdiri dari dua hal yakni bentuk
dan materi, namun menurut Ibn Rusyd keduanya masihlah kurang, Ibn Rusyd
menambah satu lagi yakni gabungan atas bentuk dan materi.[4] Sebelum terjadinya suatu
wujud lebih dahulu terdapat sebab penggerak yang mengimajinasikan adanya suatu
bentuk dan membutuhkan materi guna menyusunya menjadi bentuk-bentuk, jadi
bentuk—yang walau masih terimajinasi—ada sebelum materi kemudian barulah
muncul—seperti yang dikatakan oleh Ibn Rusyd—gabungan antara bentuk dan materi.
proses sebab penggerak yang mendorong lahirnya wujud-wujud tersebut
terus berlasngsung sampai pada penggerak pertama, namun penggerak pertama
menggerakan gerak pertama bukan dengan penggambaran namun dengan hasrat lewat
konsepsi intelegensia.[5] Proses ini terus berlangsung
kembali sampai penggerak terakhir di lingkungan bulan yang menjadi intelegensi
ke 10, manusia meski tergolong mahluq yang rendah jika dibandingkan dengan
berbagai penggerak dalan teori emanasi namun manusia dengan rasionya mampu
menjadi yang paling dekat dengan benda angkasa yang kekal, sehingga manusia
berada di antara yang fana dan yang kekal. Pemikiran Ibn Rusyd seolah
menindikasikan bahwa ada hal lain yang kekal selain tuhan dan keilmuan serta
kuasa tuhan dalam mencipta terbatas.
4.
Pengetahuan
Menuju Tuhan
Ibn Rusyd setelah mengkritik berbagai aliran seperti Asy’ariyah dan
Hasyawiyah, dia kemudian menunjukan jalan yang benar dalam menuju Tuhan, yang
pertama ialah dalil ikhtiro’ dan yang kedua ialah dalil ‘inayah. Dalil pertama
menyatakan bahwa semesta yang rapid an teratur ini tidak mungkin muncul dengan
sendirinya dan pasti ada yang menciptakan begitu seterusnya sampai pada
pencipta terakhir.
Dalil ‘inayah atau dalil kedua menyatakan bahwa tata
kehidupan semesta ini baik pergantian hari antara siang dan malam sampai
penciptaan udara merupakan hal yang sesuai dengan kebutuhan dan tidak
asal-asalan sehingga pastilah ada yang mengatur dibalik itu semua.
5.
Pembelaan
Terhadap Filosof-Filosof (Imam Ghozali vs Ibn Rusyd)
Setelah muncul karya Imam Ghozali yakni Tahafut al-Falasifah yang
mengguncangkan dunia Islam sehingga kaum muslimin harus berpaling dari filsafat
karna karismatik Imam Ghozali sendiri sebagai Hujjatul Ummat muncullah
Ibn Rusyd sebagai pembela dan sekaligus penghujat balik terhadap karya Imam
Ghozali. Ada 20 konsep teologis yang jika diyakini umat maka ia menjadi ahli
bid’ah dan setiap ahli bid’ah berada di neraka, dan ada 3 kasus yang jika
diyakini umat ia menjadi kafir, tiga konsep tersebut ialah:
a.
Alam
bersifat kekal
b.
Tuhan
tidak mengetahui perincian yang terjadi di ala mini
c.
Pembangkitan
jasmani tidak ada
Persoalan pertama ialah bahwa kaum filosof meyakini tentang
kekekalan alam yang mengiringi kekekalan tuhan, mereka bertanya tentang kenapa
tuhan menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada, dan pastilah ada dua masa
yakni masa sebelum dan sesudah penciptaan dan kenap tuhan menciptakan sesuatu
wujud pada saat tertentu dan tidak pada saat lain? Kalau seperti itu berarti tuhan berubah.
Imam Ghozali kemudian menolaknya dan menyatakan bahwa kehendak
tuhan merupakan hal yang mutlak tanpa harusditanyakan.
Ibn Rusyd kemudian mengemukakan bahwa sesuatu itu bukan diciptakan
dari tiada melainkan diciptakan dari yang sudah ada hanya saja berubah bentuk.
Inilah perbedaan makna mencipta antara
teolog, sufis dengan filosof. Dimana kaum teolog sufis lebih memahami makna
mencipta dari yang ada ke ada sedang sufis memahami makna mencipta ialah dari
yang sudah ada kemudian disusun kedalam bentuk lain. Dalil yang dia pakai ialah
antara lain
وَهُوَ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ
عَلَى الْمَاءِ
Dan
Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-Nya
di atas air (hud: 7)
ثُمَّ
اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ
Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih
merupakan asap (fusshilat: 11)
أَوَلَمْ
يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا
يُؤْمِنُونَ
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (al-ambiya’: 30)
Ayat-ayat di atas menunjukan bahwa diluar dimensi alam
manusia juga terdapat wujud lain yang telah ada dan kekal bersama arsynya yakni
air kemudian sebelum ada wujud juga telah ada sarana yang menjadi bahan baku
pembuatan yakni air.
Kemudian mengenai hal kedua para filosof menganggap bahwa allah
tidak mengetahui hal-hal yang terinci, pengetahuan Allah hanya bersifat
universal karena hakikat setiap mahluq itu selalu saja berubah dan jika Allah
tahu akan keadaan yang berubah-ubah berarti Ilmu Allah pun berubah ubah, padahal
tidak mungkin Allah berubah-ubah.
Menurut Ghozali ilmu ialah sifat dan bukan dzat namun melekat pada
Allah sehingga jika sifat berubah hal tersebut tidak akan mempengaruhi dzat
Allah. Dan jika allah tidak mengetahui segala hal berarti Allah bodoh sedangkan
tidak mungkin Allah bodoh dan oleh karena itu kafirlah orang yang percaya bahwa
Allah itu bodoh.
Menurut Ibn Rusyd Imam Ghozali salah persepsi, menurutnya
pengetahuan manusia ialah efek dan pengetahuan allah ialah sebab[6]. Namun pernyataan ini
tidaklah cukup untuk merelakan kekurangan keilmuan tuhan.
Mengenai persoalan ketiga para kaum filosof yakin bahwa nanti di
alam akhirat yang dibangkitkan ialah rohani bukan jasmani karena akhirat
bersifat rohaniyah. Jika manusia dibangkitkan hanya berupa rohani tanpa
disertai jism manusia tentu akan sulit menerima kenikmatan surga yang banyak
digambarkan di dalam al-Qur’an.
Imim Ghozali berargumen bahwa di alam akhirat nanti kebangkitan
ialah berupa jism.
وَلا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ
عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di
jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat
rezki. (Ali imron: 169)
لَمَجْمُوعُونَ
إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ
Mereka benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu
pada hari yang dikenal. (Al-Waqi’ah 50)
Ibn Rusyd membantah Imam Ghozali dan menuduhnya tidak
konsisten. Dalam tahafut al-Falasifah Imam Ghozali menulis bahwa tidak ada kaum
muslimin yang dibangkitkan dalam hanya bentuk rohani, berbeda dengan
pernyataanya didalam buku lain yang menyatakan bahwa kaum sufi akan
dibangkitkan dalam bentuk rohani dan tidak dalam bentuk jasmani dan karena
tidak ada ijma’ ulama’ mengenai hal itu para filosof tidaklah dapat dikatakan
kafir.
[1] Ahamas khudori
Sholdeh, Wacana Baru Filsafat Islam ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004),
Hlm. 99-100.
[2] Harun
Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
2010), hlm. 35
[3] Ahamas khudori Sholdeh, Wacana
Baru Filsafat Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 102
[4] Ahamas khudori Sholdeh, Wacana
Baru Filsafat Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 105.
[5] Ahamas khudori Sholdeh, Wacana
Baru Filsafat Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm 107.
[6] Harun Nasution, Falsafat dan
Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), hlm. 39
No comments:
Post a Comment