Oleh: Muhammad Barir
Karl Marx dan Frederick adalah Musa dan Harun,,
Karl Marx dan Frederick adalah Sukarno dan Hata,,
Karl Marx dan Frederick adalah lidah dan suara,,
Karl Marx dan Frederick adalah angin dan ombak,,
Sering kali kita mendengar berbagai perdebatan mengenai kehidupan dan ekonomi, ekonomi menjadi hal yang sensitive karena denganya manusia bisa melangsungkan kehidupan. Berberapa istilah yang mewarnai sejarah perekonomian dan berpengaruh terhadap dampak sosial adalah harga, buruh, modal, rugi, perbedaan, mesin, borjuis (pemodal), proletar (pekerja), penumbangan masyarakat, (kerja, gaji, nilai), capital dan mungkin masih banyak istilah lainya.
Aspek ekonomi, pada proses perjalanan sejarah sampai saat ini telah mewariskan berbagai masalah seperti monopoli, adanya pengaruh terhadap kelas sosial (alienasi, subordinasi, penghargaan), serta adanya campurtangan kekuatan politik dibalik setiap tindak ekonomi. Berbagai masalah tersebut merupakan imbas dari system perekonomian yang tidak normal dan memiliki unsur yang tidak sewajarnya.
Perekonomian bagaimanapun saat ini telah menjadi isu utama yang bertanggungjawab atas runtuh dan berjayanya suatu kekuatan sosial. Suatu masyarakat akan Berjaya dengan perekonomian yang kuat, dan suatu masyarakat akan akan runtuh jika bangunan ekonominya rapuh. Namun ada hal yang lebih mengerikan, bahwa adanya ekonomi yang kuat namun jika diiringi dengan adanya ketimpangan ekonomi di dalamnya maka hal tersebut akan berujung pada pemberontakan, penindasan, dan peperangan, sebagaimana diketahui bahwa tujuan peperangan salah satunya ialah tujuan ekonomi.
Karl Marx (lahir 1818), memandang bahwa telah terjadi ketimpangan antra borjuis (pemilik modal) dengan Ploretar (buruh pekerja). Dari pemikiran Marx ini, tidak banyak orang yang bisa memahami tiap butir pemikiranya, sampai pada akhirnya munculah Frederick Engels, yang banyak menafsiri berbagai gagasan yang ada di kepala Marx.
Dalam system Ekonomi, ketidaksetaraan keuntungan antara borjuis dengan proletar memunculkan beberapa aspek permasalahan.
1. Antara kerja, nilai, dan penghasilan
Kerja, nilai, dan penghasilan, antara ketiganya sangat terikat, kerja adalah upaya, nilai adalah objek yang dicari, sedangkan penghasilan adalah ganjaran dan apresiasi atas proses pencarian nilai dan nilai itu sendiri. Permasalahanya ialah, apa definisi dari niali, dan siapa yang menentukan nilai, dua buah sepatu dengan bentuk, ukuran, dan kwalitas yang sama akan menjadi berbeda seiring merk barang yang berbeda, apakah cukup logis jika merk dijadikan ukuran dalam mematok suatu nilai barang?
2. Kerancuan borjuis dalam system kapital
Kerja adalah manifestasi dari roda sebuah penghasilan, namun ada jenis kerja yang tersembunyi, yakni “modal”.[1] Menurut hukum logika, siapa yang bekerja dia yang menuai hasil, namun menjadi suatu kenyataan bahwa ternyata seorang yang tidak bekerja bahkan malah akan mendapat hasil yang lebih tinggi dari orang yang bekerja, dialah sang borjuis. System seperti inilah yang dikenal dengan system capital.
kapital adalah system ekonomi yang berwujud ketidaksetaraan keuntungan antara borjuis dengan proletar akibat dari egoism pihak borjuis.[2] Ada dua permasalhan utama dalam system capital pertama, permasalahan dalam capital adalah mengenai arti dari nilai, bahwa nilai suatu barang ditentukan sepenuhnya oleh kapitalis. Terkesan egois, tapi dengan perhitungan dan pertimbangan terhadap semua pengeluaran prosuksi, tapi terkadang disinilah kesempatan kaum borjuis dalam menentukan alasan meraup keuntungan sebesar-besarnya. Kedua, Nilai Tenaga Kerja, Selain nilai barang, dalam system kapitalis yang perlu dibahas adalah nilai tenaga kerja, nilai tenaga kerja memang seolah terkesan adil karena diukur secara pasti berdasarkan waktu kerja dan pembaian-pembagian bidang kerja, namun penilaian gajinya masih sangat subjektif dari pertimbangan sang capital, selain itu pekerja terkesan lebih bekerja keras daripada borjuis namun malah borjuislah yang lebih banyak meraup keuntungan.
Sebuah kontekstualisasi
Saat ini, dengan dalih memberi kesejahteraan terhadap buruh maka muncul istilah UMR atau Upah Minimum Regional, dimana kesejahteraan buruh dipagari dan dijaga agar tidak jatuh. Perdebatan mengenai UMR masihlah panjang mengenai standarisasi di tiap daerah yang dinilai terkesan masih kecil untuk ukuran kebutuhan hidup, namun belum selesai permasalahan perdebatan tentang standarisasi UMR, ternyata malah ada pula perusahaan yang tidak hanya mengingkari system UMR namun juga melanggar hak asasi manusia HAM dengan melakukan system perbudakan. Peristiwa ini baru-baru ini terungkap di Indonesia. Perbudakan tersebut terjadi di pabrik pembuatan panci di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kabupaten Tangerang didasari motif ekonomi, yaitu pengusaha (Yuki Irawan, pemilik CV Cahaya Logam) ingin untung besar dengan biaya yang sedikit dan dilaksanakan dengan tidak memperlakukan buruh pekerja dengan manusiawi.[3]
Di Indonesia saat ini, gerakan buruh menjadi gerakan yang mulai berdiri dan tumbuh semakin besar dan kuat, terbukti pada satu Mei tahun 2013, kaum buruh menunjukan kekuatanya dengan demo raksasa yang membuat Ibu Kota dibanjiri lautan manusia, Presiden pun menetapkan bahwa 1 Mei adalah Hari buruh. Kebangkitan kaum buruh ini didasari atas nilai-nilai gagasan Marx yang mulai bangkit dan disadari oleh pekerja saat ini yang dipicu banyaknya penindasan hak-hak buruh, di awali pembunuhan marsinah (lahir 1969) ia dibunuh, marsinah merupakan aktifis pejuang nasip buruh yang dibunuh pada tahun 1993. Pada 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan setelah hilang tiga hari di gubuk petani dekat hutan Wilangan Nganjuk Jawa Timur dengan kondisi sekujur tubuhnya penuh luka memar bekas pukulan benda keras. Kasus ini masuk menjadi salah satu kasus perburuhan di ILO (Organisasi Buruh Internasional) yang dikenal sebagai kasus 1713. Hingga sekarang belum diketahui siapa pembunuh Marsinah.[4]
Berbagai permasalhan di atas adalah wujud dari masih buruknya pengawasan pemerintah daerah dalam memantau tiap gerak perindustrian di daerahnya masing-masing, selain itu hal ini juga merupakan kurang sigapnya oknum Polisi yang seharusnya bisa mengayomi semua lapisan masyarakat, yang ketiga ialah adanya berbagai kasus seperti di atas adalah tidak lepas dari campur tangan kepentingan politik yang terus menghantui.
Kasus pejuang buruh ini nampaknya merupakan kasus Marx yang terulang, dimana ia karena dinilai terlalu kritis dan akan membahayakan status quo pemerintah maka iapun diasingkan dan dipenjarakan, samahalnya dengan Marsinah yang pada akhirnya dibunuh tanpa ada yang tahu siapa pembunuhnya?, atas motiv apa, dan siapa dalang dibalik pembunuhan tersebut,
[1] Frederick Engels, Tentang das capital, terj. Oey Hay Djoen (Oey’s Renaissance, 2007), hlm. 1
[2] Penjelasan mengenai system kapital ini tidak sepenuhnya dirumuskan oleh F. Engels, namun dari tulisanya menyiratkan arti dari capital, lihat, Frederick Engels, Tentang das capital, terj. Oey Hay Djoen (Oey’s Renaissance, 2007), hlm. 4
[3]Kartono, “Hanya di Zaman SBY Ada Perbudakan”, dalam http://kompasiana.com, diakses tanggal 10 Mei 2013.
[4] “Pemerintah Didesak Ungkap Kasus Pembunuhan Marsinah”, dalam Voice of America, http://www.voaindonesia.com diakses tanggal 10 Mei 2013.
No comments:
Post a Comment