Oleh: Muhammad Barir
A. LATAR BELAKANG
PEMBATASAN QIRO’AH
Pada dasarnya antara Sab’atu Ahruf dengan Qiro’ah
as-Sab’ah adalah dua inti yang berbeda namun masih memiliki keterkaitan
Historis.
Rosululla Bersabda:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ
حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أَقْرَأَنِي جِبْرِيلُ عَلَى حَرْفٍ فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ حَتَّى انْتَهَى
إِلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ (رواه بخاري)[1]
Hadis ini turun ketika nabi berada
di parit bani Gafar Pada dasarnya al-Qur’an diturunkan dengan satu bacaan namun
Rosulullah dengan kebijaksanaan dan kecerdasan beliau dengan membaca kondisi
logat dan karakter lidah umat manusia yang beraneka ragam, maka rosulullah
meminta keringanan agar al-Qur’an dapat dibaca dengan ragam yang berfariasi
agar memudahkan tiap logat dan lisan untuk menyesuaikanya. Sampai pada akhirnya
permintaan rosulullah diterima dengan dua huruf rosul terus meminta dan akhrnya
dikabulkanlah tiga huruf sebagai keringanan namun rosul tetap meminta
keringanan lagi sampai akhirnya diberi keringanan dengan tuju huruf yang ketika
manusia membaca dengan bacaan manapun akan diterima.
Namun seirng penyebaran pendidikan
al-Qur’an ke berbagai daerah akhirnya al-Qur’an dapat masuk dihati dan lidah
masyarakat sesuai dengan bacaan uama yang mengajarkanya namun ternyata banyak
ditemukan bacaan yang berbeda ketika antara orang dari golongan dan daerah yang
berbeda berkumpul dan saling membacakan al-Qur’an.
Pada perang Armenia dan Azerbaijan
dengan penduduk Irak, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah
Hazaifah bin Yamamah. Ketika ia berkumpul dengan orang-orang islam ia melihat
banyaknya perbedaan bacaan dan sebagianya bercampur dengan bacaan yang salah,
namun ketika saling bertukar argument mereka mempertahankan dengan teguh atas
pendirianya.
Huzaifah yang saat itu tidak bisa
berbuat banyak kemudian lapor kepada shohabat Utsman. Dan akhirnya Shohabat
Utsman menarik kesimpulan bahwa jika hal ini dibiarkan maka semakin bertambah
tahun akan semakin banyak pula penyimpangan yang terjadi. Maka shohabat utsman
menulis surat kepada Hafshoh untuk meminjam mushaf untuk disalin dan ketika
telah disalin, mushaf itu disebar keberbagai daerah dan mushaf lainya dibakar.[2]
Pada era utsman banyak pertikaian
yang terjadi mengenai Qiro’ah, sebagaimana dua orang murid yang beajar dari
guru yang berbeda ketika berselisih dengan bacaanya maka perselisihan itu akan
menjalar ke gurunya pula.
Namun pembatasan Qiro’ah dengan
jalan penetapan Mushaf yang disepakati tidak sepenuhnya bisa membendung
perkembangan Qiro’ah, karena pada dasarnya antara mushaf yang tertulis dengan
Qiro’ah yang berupa oral adalah dua onti yang berbeda. Diantara berbagai
Qiro’ah yang berkembang di situ terdapat Qiro’ah yang memiliki sanad yang
dinukil secara sambung sampai pada rosulullah dan yang lainya adalah bacaan
yang telah keluar dari jalur kebenaran. Untuk itu pada abad ke empat beberapa
ulama banyak melakukan penelitian sanad mencari qiro’ah yang benar-benar
memiliki sanad yang valid.
B. MUNCULNYA IDE PEMBATASAN QIRO’AH
Pada dasarnya embrio munculnya ide pembatasan
qiro’ah dimulai sejak abad ke-3 hijriyah seirirng munculnya karya Abu Ubai
al-Qosim bin Salam (w. 223 H) yang dalam
isinya dipaparkan beberapa qori’ (ahli Qiro’ah) yang terkenal Abu Ubaid
dikatakan oleh as-Suyuti sebagai orang yang pertama menuis karya Qiro’ah.
Selain itu juga ada karya Imam Ahmad bin Zubair (w. 258 H) yang ia beri nama الخمسة(al-Khamsah) dan kitab-kitab karya abu bakar ad-Dajuni
(w. 324 H) yang ia beri nama الثمانية (ats-tsamaniyah)[3]
dan banyak lagi yang lainya. Dalam kitab-kitab di atas termuat berbagai ahli
Qiro’at yang telah dipilih,
pemilihan dan kritik kredibilitas imam Qiro’at ini
muncul seiring banyaknya Imam Qiro’ah mengimplikasikan banyaknya pula Rowi dari
mereka dan banyak pula sanad-sanad yang lemah sehingga perlu dicari mana sanad
yang terakui validitasnya. Selain itu peringkasan dari berbagai Qiro’ah menjadi
tuju dilakukan dalam misi menjaga Qiro’ah agar tetap murni dan menghindarkan
dari munculnya Qiro’ah baru yang dibuat-buat oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab.
C.
ERA PEMBATASAN QIRO’AH MENJADI TUJU
Peringkasan Qiro’ah dilakukan dengan
menetapkan beberapa Qiro’ah yang diakui ke dalam susunan tertentu dengan
kehati-hatian dalam mempertimbangkan mana imam yang layak dan mana imam yang
kurang layak, hal ini dilakukan berdasar kwalitas sanad yang dipakai oleh tiap
rowi.
Pada akhir abad ke tiga Hijriyah dan
awal abad ke empat Hijriyah muncul seorang ulama’ yang bernama Imam Abi Bakar
bin Mujahid al-Bagdadi (w. 324 H) yang merangkum berbagai Qiro’ah kedalam tuju
Qiro’ah maka dari itu ringkasan ini dinamakan dengan Qiro’ah as-Sab’ah.
D.
TEORI ULAMA DALAM MELAKUKAN SELEKSI ROWI
Dalam rangka menghindari masuknya
riwayat Qiro’ah yang lamah kedalam riwayat yang kuat yang nilai validitasnya
dapat diakui berasal dari Rosululah SAW, maka para ulama membuat beberapa teori
sebagai tolok ukur yang menjadi pedoman dalam seleksi rowi:
1.
Orang-orang
yang termasuk diakui ilmu Qur’anya, yakni mereka yang mengetahui bahasa Arab,
Qiro’ah, artikulasi perkata dalam al-Qur’an tahu karakteristik Qiro’at
kelemahan dan kelebihanya. Ulama tingkat ini dianggap bisa sebagai tempat
menyandarkan kepercayaan.
2.
Orang
yang lemah dalam pengetahuanya namun bisa dipegang perkataanya.
3.
Orang
yang menerima apa adanya tanpa mempertimbangkan I’rob (kaidah gramatikal) dan
aspek kebahasaan karena lalai, lupa terhadap hafalanya namun dianggap oleh
meyoritas orang sebagai seseorang yang jujur.
4.
Tingkatan
terakhir ialah orang yang cerdas, pintar terhadap bahasa arab, namun ia membuat
bacaan yang tidak pernah terdeteksi oleh riwayat lain dalam arti membuat sanad
palsu.[4]
E.
TUJU IMAM YANG TERPILIH SEBAGAI AHLI QIRO’AH AS-SAB’AH
Kata “Qari’ “, yang bentuk jamaknya
adalah “Al Qurra’ “ secara etimologi adalah merupakan isim Fa’il dari kata
kerja “Qara’a”. sdang secara etimologis, ia mengandung pengertian seorang imam
di antara para imam yang termuka dan kepada mereka qira’ah-qira’ah di
nisbatjkan. Dan disini kami hendak menyelipkan informasi tentang mereka yang
terkenal satu persatu, disamping sejumlah tokoh yang dikenal meriwayatkan dari
masing masing qari’ itu. Maksudnya agar kita semua mengenal dan bisa menela’ah
meski secara sepintas sehingga kiuta bisa mengenal secara ilmiah. Karena mereka
merupakan pengemban estafet penjaga Al Quran al Karim melalui jalur jalur yang
menyebar ke berbagai penjuru dunia islam, selama berabad-abad.
Imam ibn Mujahid telah menyeleksi
diantara ulama ahli Qiro’ah dan dipilih tuju orang yang dianggap memiliki
keimuan yang tinggi, memiiki sanad yang kuat, dan diakuwi oeh seluruh kalangan,
tidak ditemukan keraguan atas kesholihan, kejujuran, sehingga banyak murid yang
mengharapkan ilmu yang dimilikinya:
1.
Nafi’
Abu
Ruwaim Nafi’ bin Abdur Rahman bin abi
Na’im al Madaniy (w. 169 H) yang berasal dari Madinah. Dia mengambil qira’ah
dari Abu ja’far al-Qariy dan dari sekitar tujuh puluh tabi’i. mereka mengamil
dari Abdullah ibn Abbas dan Abu Hurairah, dari Ubaiy ibn Ka’b dari Rasulullah
saw. kepadanya kepemimpipnan qira’ah mencapai puncaknya di madinah al
Munawwarah. Dia wafat pada tahun 169 H. Yang masyhur meriwayatikan darinya
antara lain Qalun dan Warasy.
2.
Ibn
Katsir
Abu
Muhammad atau Abu Ma’bad, Abdullah ibn Katsir ad-Dariy (Ibn Katsir [w. 120 H]) dari
Makah yang berpembawaan tenang dan berwibawa. Dari kalangan sahabat dia bertemu
dengan Abdullah ibn az-Zubair, Abu Ayyub al-Anshariy dan Anas ibn Malik.
Dia meriwayatkan
dari Mujahid, dari Ibn Abbas dari Ubay ibn Ka’b dari rasulullah saw. dia
berguru(qira’ah) pada Abdullah ibn as-Saib al- Makhzumiy. Abdullah ini membaca
dihadapa Ubay ibn Ka’b dan Umar ibn al- Khaththab. Kedunya membaca dihadapan
Rasulullah saw. dia wafat tahun 120 H di makkah al Mukarramah. Yang termasyhur
meriwayatkan darinya tetapi melalui para muridnya adalah al Bazziy dan Qunbul.
3.
Abu
Amr
Abu
Amr Zabban ibn al Ala ‘Ammar al Bashriy(w. 154 H) dari Bashrah. Dia termasuk
paling tahu tentang Qira’ah, disamping memiliki kejujuran dan kepercayaan dalam
agamanya. Dia meriwayatkan dari Mujahid ibn jabr, Sa’id ibn Jubair dari Ibnu
Abbas dari Ubay ibn Ka’b dari Rasulullah saw. dia membaca di hadapan sejumlah
orang, antara lain Abu Ja’far, Zaid ibn al Qa’qa dan al Hasan al Basriy. Al
Hasan membaca dihadapan Haththan dan Abu al ‘Aliyah. Sedang abu al ‘Aliayah
membaca dihadapan Umar ibn al Khaththab. Dia wafat (w. 154 H).
Yang masyhur meriwayatkkan darinya antara lain
ad Dauriy dan as- Susi, akan tetapi melalui perantara al Yazidiy Abu Muhammad
Yahya ibn al- Mubarak al- Adawiy, yang wafat pada tahun 202 H. dinamai al
Yazidiy karena merupakan nisbat kepada Yazid ibn Masyhur, paman al- khalifah
al- Mahdiy, karena ia mendidik anak Yazid ibn Manshur itu.
4.
Ibn
Amir
Abdullah
al- yahshubiy, nisbat kepada Yahshub (w. 118 H) dari Syam. Dia merupakan pakar
dari Humair yang diberinama Kun-yah Abu Nu’im dan Abu ‘Imran. Ia merupakan seorang
tabi’iy terkemuka, bertemu dengan Washilah ibn al- Asqa’ dan an- Nu’man ibn
Basyr. Dia mengambil qira’ah dari al- Mughirah ibn abi Syihab al- Mahzumi dari
Utsman bin Affan dari Rasullah saw. diakatakan ia membacakan dihadapan
rasulullah langsung.
5.
Asim
bin abi Najud (w. 127 H) dinamakan juga Ibn Bahdallah sedang menurut Mana’al
Qottan beliau wafat tahun 128 H, dari kufah. Kata Najattu assyiyabah:
Aku meratakan pakaian.
6.
Hamzah
bin Habib az Ziyad (w. 156 H) dari Kufah. Dia membaca dihadap Abu Muhammad
Sulaiman ibn Mihran al-‘Amasy dihadapn Zir ibn Hubaisy, dihadapan Utsman, Ali
dan ibn Mas’ud, djihadapan nabi.
Dia
seorang yang handal tentang kitabullah serta Hafidz di bidang Hadist, beliau
wafat di Hulwan.
7.
Ali
bin Hamzah al-Kisa’I (w. 189 H) dari Kufah. [5]
Dia
adalah Abu Hasan Ali ibn Hamzah al- Kisa’I an- Nahwiy. Di beri nama laqob al
Kisa’iy karena sewaktu ihram dia menggunakan Baju. Abu bakar ibn al- Ambari
mengatakan: dalam diri al Kisa’iy terkumpul beberapa hal. Dia paling mahir
dibidang Nahwu, satu satunya orang yang dianggap paling tahu tentang Gharib dan
orang yang ahli Qira’a. sampai sampai banyak murid yang berduyun-duyun datang
kepadanya dan meneladani segala yang dibuatnya.[6]
Dipilihnya ulama-ulama diatas disebabkan
oeh dua hal, Pertama, karena ilmu yang melaut, Kedua, karena
mereka memiliki sanad yang sambung baik lafadz maupun cara bacanya.
F.
ROWI DARI KETUJU IMAM
1.
Nafi’
a.
Qolun
namanya ialah Isa bin Mulya al Madani (w. 220 H) di Madinah. dijuluki
Qolun karena keindahan suaranya julukan ini berdasarkan bahasa Romawi yang arti
Qolun sendiri adalah baik.
b.
Warasy
namanya ialah Utsman bin Sa’id al-Misri (w. 198 H) di mesir dijuluki
Warasy karena teramat putihnya.
2.
ibn Katsir.
a.
Al-Bazi
nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Abu Bazah (w. 250 H)
di makah.
b.
Qunbul
nam lengkapnya ialah Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Khalid bin
Sa’id al-Maliki al-Makhzumi (w. 291 H) di Makah.
3.
Abu Amr
a.
Ad-Dauri
nama lengkapnya adalah Abu Umar Hafs bin Umar bin Abdul Aziz ad Dauri
an-Nahwi (w. 246 H) di Bagdad.
b.
As-Susi
nama lengkapnya ialah abu Syu’aib Sholih bin Ziyad Abdullah as-Susi (w.
261)
4.
Ibn Amir ayahshubi (w. 118 H) dari Syam.
a.
Hisyam
nama lengkapnya ialah Hisyam bin Umar bin Nusair ia diberi kuniyah abul
Walid (w. 245 H)
b.
Zakwan
nama lengkapnya ialah Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Zakwan al-Quroisyi
ad-Damasyki yang dilahirkan tahun 173 H dan wafat tahun 242 H di Damaskus.
5.
Asim
a.
Syu’bah
nama lengkapnya ialah syu’bah bin Abbas bin Salim al-Kufi (w. 193 H)
b.
Hafs
nama lengkapnya ialah Hafs bin Sulaiman bin Mughirah al-Bazzaz al-kufi
(w. 180 H)
6.
Hamzah
a.
Khalaf
nama lengkapnya ialah khalaf bin Hisyam al-Bazaz (w. 229 H) di Bagdad.
b.
Khalad
nama lengkapnya ialah Khalad bin Khalid dikatakan pula Sairofi
al-Kufi (w. 220 H)
7.
al-Kisa’I
a.
Abul
Haris nama lengkapnya ialah lais bin kholid al-Baghdadi (w. 240 H)
c.
Ad
Dauri nama lengkapnya adalah Abu Umar Hafs bin Umar bin Abdul Aziz ad-Dauri
an-Nahwi (w. 246 H) di Bagdad beliau juga menjadi rowi Abu Amr yang telah
disebutkan di atas.[7]
[1] Imam Bukhori, Jami’
ash shohih, Mausu’ah al Hadits, Global Islamic Software, AJ wentsink
1991-1997.
[2]
Mana’ Khalil
al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Jakarta: Litera Nusantara, 2002), Hlm.
192-194.
[3]
Abdul Qoyum bin
abdul Ghofur as-Sindi, Ulum al-Qiro’at (Beirut Lebanon: Darul Basyairul
Islamiyyah, 2001), Hlm. 41.
[4]
Abdul Qoyum bin
abdul Ghofur as-Sindi, Ulum al-Qiro’at (Beirut Lebanon: Darul Basyairul
Islamiyyah, 2001), Hlm. 42.
[5]
Abdul Qoyum bin
abdul Ghofur as-Sindi, Ulum al-Qiro’at (Beirut Lebanon: Darul Basyairul
Islamiyyah, 2001), Hlm. 43.
[6] Muhammad Abdul
adzim az-Zarqani, Manahilul Urfan fi Ulum al-Qur’an (Jakarta: Gaya Pratama
Media, 2002), hlm 468.
[7]
Mana’ Khalil
al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Jakarta: Litera Nusantara, 2002), Hlm.
259-261.
No comments:
Post a Comment