Saturday, March 31, 2012

FILSAFAT ILMU (Istilah-Istilah, Definisi, Metode, Struktur, Dan Teori Kebenaran Ilmiah)







FILSAFAT ILMU
(Istilah-Istilah, Definisi, Metode, Struktur, Dan Teori Kebenaran Ilmiah)
Muhammad Barir.doc.
1.      A. Pre-Knowledge: pada dasarnya ada dua pembagian perspektif dalam memahami istlah pre-Knowledge:
i.           Pre-knowledge dalam perspektif kesejarahan, istilah pre-knowledge merupakan istilah yang digunakan dalam menyebut pemikiran-pemikiran teoritik sebelum munculnya ilmu pengetahuan secara terstruktur. Pre-knowledge meliputi penelitian materi dan fenomena alam, meliputi astronomi, gegrafi dan lain sebagainya.
ii.         Pre-knowledge dalam perspektif Penelitian Ilmiyah, Pre-knowledge merupakan dasar pemikiran seorang ilmuan sebagai kebenaran etik dalam melakukan kajian, ini meliputi sumber-sumber pengetahuan yang mempengaruhi seorang ilmuan dalam menginterpretasi data.
B.  Explanation of Facts/factual Knowledge adalah suatu penjelasan terhadap fakta yang terjadi yang dari sini akan memunculkan pemahaman berdasar bukti empiris melalui cara atau metode yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
C. Analysis of the Procedure and logic of Scientific Explanation, istilah pertama adalah lebih condong pada kritik metodologis tentang pembahasan mengenai hal-hal yang menjadi sumber data. Metode, yang diuji validitasnya sehingga menjadi bangunan kajian epistemology. Kemudian istilah kedua ialah penjelasan ilmiyah bagaimana agar dapat diterima dengan logika atau akal.

2.      Pengertian Filsafat ilmu:
A.    Menurut Stepen E. Toulmin : filsafat ilmu ialah proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.[1]
Toulmin ingin menjelaskan bahwa filsafat Ilmu ialah suatu pisau analisis kritis terhadap ilmu pengetahuan secara holistic mulai dari pra konsepsi sampai pada ranah nilai pragmatism dengan berbagai metode yang terstruktur. Hal ini diperlukan guna uji kritis terhadap validitas dan nilai kebenaran suatu Ilmu.
B.     White Beck : lebih melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan[2] sebenarnya inti dari pendefinisian filsafat ilmu antara Stepen E. Toulmin dan White Beck tidak lah jauh berbeda hanya saja White Beck lebih mendefinisikan Filsafat Ilmu sebagai fungsi dalam arti seluruh hal yang digunakan untuk menggapai tujuanya yakni makna Ilmu.
3.      Struktur atau unsur-unsur yang membangun Pengetahuan Ilmiah mencakup lima hal:
A.    Subjek              : yakni sesuatu yang mengetahui
B.     Objek               : yakni sesuatu yang diketahui
C.     Metode            : Langkah-langkah untuk mengetahui
D.    Teori                : pemaknaan secara Ilmiah terhadap pengalaman factual.
E.     Fungsi              : fungsi Pengetahuan Ilmiah sebagai penjelas gejala sosial.
Sedangkan menurut Drs. Mohammad Adib dalam buku Filsafat Ilmu, paling tidak ada delapan struktur ilmu pengetahuan diluar subjek dan objek yakni:
A.    Metode              : cara berjalanya proses menuju pengetahuan
B.     Teori                  : penjelasan logis terhadap materi
C.     HIpotesis           : dugaan dengan alasan
D.    Logika               : penalaran berfikir sebagai prosess yang menghasilkan pengetahuan
E.     Data-informasi  : bahan-bahan yang menjadi tumpuan untuk meneliti
F.      Pembuktian       : mencari kesesuaian antara hipotesis dengan dunia nyata
G.    Evaluasi             : penarikan kesimpulan terhadap sesuai tidaknya suatu hipotesis.
H.    Paradigma         : seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan manusia[3]
4.      Metode Ilmiah
A.     Deduksi: Deduksi ialah suatu metode memahami dari sesuatu yang umum kemudian diambil kesimpulan bersifat kusus atau suatu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat kusus.
Contoh :
premis mayor     : manusia pasti mati
premis minor     : Andi adalah manusia
kesimpulan        : Andi pasti mati
B.     Induksi ialah suatu metode memahami dari sesuatu yang kusus kemudian diambil kesimpulan bersifat umum.
premis mayor   : Andi, ujang, dan yana adalah manusia
premis minor    : Andi, Ujang dan Yana Mati
kesimpulan       : Manusia pasti mati

C.     Metode Abduksi ialah metode dengan pengambilan kesimpulan yang berasal dari penarikan ungkapan dari luar.
premis mayor   : mahasiswa jogja berdemonstrasi
premis minor    : Andi adalah mahasiswa jogja
kesimpulan       : kemungkinan besar Andi ikut berdemonstrasi

D.    Perbedaan
Metode
Penggagas
Sifat
Akar Pemikiran
Deduksi
Plato, Aristoteles, Dll.
Normatif
Rasionalisme
Induksi
Francis Bacon
Deskriptif
Empirisme
Abduksi
Alexander Reira
Relative, Tentatif, Temporal
Pragmatisme

5.      Teori Kebenaran
A.    Koherensi: kesesuaian suatu hal dengan runtutan sebelumnya dalam pengertian lain ialah kesesuaian kenyataan dengan pernyataan atau proporsi sehingga bersifat Deduksi.
Contoh: Hukuman penjara bagi pencuri dinilai sesuai dan dapat dibenarkan jika ukuman tersebut sesuai dengan pernyataan dalam undang-undang.
B.     Korespondensi: bersifat induksi karena ukuran kebenaran tolok ukurnya adalah kesesuaian pernyataan dengan kenyataan.
Contoh: pernyataan ahli sejarah tentang letak kerajaan Balqis di Jawa dinyatakan benar jika ditemukan bukti arkeolog tentang data yang dapat mendukungnya.
C.     Pragmatisme: benar tidaknya suatu hal dilihat dari nilai kegunaan, sedangkan niai kegunaan bersifat relative tergantung subjek, dan tentative tergantung objek, sehingga teori kebenaran ini bersifat abduksi (Abduktif).
Contoh:  tindakan pemerintah menaikan BBM dinilai benar jika hal itu berguna bagi Masyarakat.
D.    Subjektif: benar tidaknya tergantung penilaian subjek.
Contoh: dalam menilai dua mobil mana yang paling bagus antara ari dan anto bisa bisa berlainan pendapat tergantung kesukaan warna dan model yang tidak sama antara keduanya hal ini dipengaruhi penilaian subjektifitas yang berdasar pada perasaan atau aspek internal kesukaan ari dan anto.
E.     Objektif: benar-tidaknya tergantung sepenuhnya terhadap objek secara apa adanya.
Contoh: seorang polisi yang sedang meneliti lapangan mau-tidak mau harus menyatakan bahwa seorang anggotanya melakukan kekerasan jika memang fakta berbicara demikian.
F.      Tekstual: benar tidaknya suatu hal didasarkan pada tolok ukur sesuai dengan makna literal internal.
Contoh: poligami dibolehkan karena teks al-Qur’an mengizinkan
G.    Kontekstual: benar-tidaknya dilihat dari maksud teks dengan melihat konteks dengan mencari sebab dan alasan teks, sikologi teks, dan nilai historisitateks.
Contoh: poligami dilarang jika ada suatu alasan tertentu seperti tidak mampunya laki-laki dalam memberi nafkah dengan semakin banyaknya istri.


[1]Adit, “Pengertian Filsafat Ilmu Menurut Para Ahli”, dalam  http://p1.adhitzads.com/  diakses tanggal 30 April 2012.

[2]Syamsul Bahri, “Filsafat dan Ilmu”, dalam, https:// dirasyam/home diakses tanggal 30 April 2012.
[3] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 92-112.

3 comments: