Tuesday, September 22, 2015

Muhammad SAW dan Peletakan Dasar Peradaban Islam



Dipersembahkan kepada :
 :
Prof. Dr. Dudung Abdurrahman, M.Hum

 Oleh :


MUHAMMAD BARIR, S.Th.I
 
YOGYAKARTA
2014


A.    Pendahuluan

Ada dua sekmentasi dakwah yang dilakukan oleh nabi, pertama adalah dakwah dekonstruksionis yang dilakukan di makkah dan dakwah rekonstruksionis sebagaimana yang dilakukan di Yatsrib atau Madinah. Memperbincangkan sosok Muhammad SAW merupakan hal yang tidak ada habisnya. Begitu luas dan beragamnya tulisan para sejarawan baik Timur maupun Barat juga belum bisa dikatakan final dalam mengupas sosok Nabi terakhir ini. Kepribadiannya yang memiliki dua sisi sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa memunculkan diskusi lebih panjang lagi. Beberapa tokoh sangat sensitif dan terkesan bernada sinis dalam memahami sosok tersebut, sedangkan beberapa tokoh lainnya sangat simpatik bahkan di antaranya sangat antusias dalam mengungkapkan nilai-nilai positif dakwah Muhammad SAW.
Menurut Arnold Toynbee, seorang Professor sejarah University of London, di luar kegemilangannya dalam mereformasi bangsa Arab, keberhasilan Muhammad SAW dalam membangun masyarakat Islam tidak terlepas dari cara kekerasan melalui peperangan dan pajak yang dipaksakan kepada pemeluk Yahudi.[1] Argument Toynbee ini kemudian dikritik oleh orientalis lainnya seperti Karen Armstrong yang menyatakan bahwa banyak orang telah gagal memahami sosok Muhammad SAW yang reformis dan visioner.[2] Namun Armstrong bukannya membela seratus persen sosok Muhammad, ia lebih memposisikan dirinya sebagai peneliti objekti. Ia pun tidak lepas dari krritik Oksidentalis tentang argumennya yang terburu-buru dalam memahami sosok Muhammad SAW dalam perspektif sejarah.[3]
Di luar perdebatan dua tokoh tersebut, muncul hal yang menarik ketika seorang non-Muslim yang merupakan Guru Besar di perguruan tinggi Maryland, America melakukan penelitian tokoh dunia dengan merangkai klasifikasi dari 100 tokoh terbaik dan paling berpengaruh sepanjang sejarah. Setelah merangkum biografi tokoh dari berbagai belahan dunia dan dari masa ke masa, ia memposisikan Muhammad SAW sebagai sosok yang menempati pemuncak klasifikasi, bahkan pengaruh Muhammad SAW dinilai lebih kuat jika dibandingkan dengan nabi Isa (Jesus) yang menempati posisi ke tiga setelah Isaac Newton.[4] Hal ini tentu di luar dugaan. Banyak hal yang perlu digali lebih lanjut. Beberapa poin penting dari sosok Muhammad SAW termasuk ide visionernya juga dapat dijadikan acuan dalam kehidupan saat ini.
Tulisan ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan pendalaman studi tentang sosok Muhamamd SAW dalam perspektif sejarah terutama peran beliau dalam peletakan dasar peradaban Islam. Berangkat dari hal di atas, terdapat beberapa poin yang menjadi kerangka studi lanjutan dalam mencermati sosok Muhammad. Beberapa poin tersebut sebagaimana tercermin dari rumusan masalah di bawah ini:
1.      Bagaimana konteks Bangsa Arab yang menjadi lingkungan hidup Muhamamd SAW?
2.      Bagaimana sosok Muhamamd SAW sebagai seorang Nabi dan sebagai manusia  ‘Arab (orang arab)?   
3.      Bagaimana proses peletakan dasar peradaban Islam yang dibangun oleh Muhammad SAW?

B.     Konteks Bangsa Arab Pra-Islam
1.      Kondisi Geografis Jazirah Arabia
Jazirah Arab berada di bagian barat daya Asia. Sebuah semenanjung terbesar dalam peta dunia. Wilayah ini memiliki luas 1.745.900 KM dengan deretan padang pasir yang menjadi ciri khas dataran ini. Semenanjung ini berbatasan dengan Teluk Oman dan Teluk Persi (Teluk Arab) di sebelah timur, Laut Merah di sebelah barat, Lautan India di sebelah selatan, serta Irak dan Syiria di sebelah Utara. Meskipun daerah ini merupakan daerah yang dikelilingi laut, namun hampir 5/6 daerahnya merupakan padang pasir atau sahara yang tandus dengan luas seakan tak terbatas serta tidak tampak ada tumbuh-tumbuhan yang rindang di kebanyakan daerah ini.[5]
Para ahli geologi menyatakan bahwa pada mulanya wilayah ini menyatu dengan Gurun Sahara sebelum terpisah oleh lembah Nil dan Laut Merah. Kawasan berpasir tersebut tersambung-menyambung mulai dari Asia melalui Persia bagian tengah sampai menuju ke Gurun Gobi di China. Selama priode tertentu dalam abad es, wilayah ini merupakan padang rumput yang bisa dihuni karena pencairan es tidak pernah mencapai lebih jauh dari bagian selatan pegunungan Asia kecil.[6]


2.      Kondisi Ekonomi Bangsa Arab
Selain kebiasaan berburu para badui yang nomaden, perekonomian bangsa Arab terpengaruhi oleh persentuhan aktivitas dagang dari luar. Peradaban bangsa Arab terbangun dari tradisi perdagangan yang membuka jalinan hubungan dengan daerah sekitarnya (Persia, India, dan China) dengan komoditas dagang seperti mutiara, emas, dan sutera.[7] Situasi surutnya pelayaran Laut Merah mengakibatkan terbukanya jalur perjalanan darat melalui Hijaz yang merupakan rute perjalanan di musim panas dan melalui Yaman dan Syam di musim dingin.[8]
Dari jalan yang menghubungkan wilayah utara dan selatan, ramainya kafilah-kafilah yang berkendaraan unta dalam dinamika laju perdagangan internasional saat itu dapat menggeser perdagangan Bahrain, antara kota Aden lama dan dua teluk (Swiss dan Aqabah). Orang Arab Hijaz, terutama Arab Quraisy memanfaatkan jalur ini bahkan karena faktor jalur perdagangan darat inilah yang membuat kota Mekkah menjadi salah satu kota penting sebagai tempat transit bagi para kafilah. Tidak hanya itu, ibadah haji yang merupakan bentuk ritual keagamaan sejak zaman Nabi Ibrahim dan sudah dikenal oleh masyarakat kuno, juga memiliki kontribusi terhadap besarnya peran kota Mekkah. Haji dapat mendatangkan keuntungan ekonomi yang lumayan besar. Biasanya para saudagar Quraisy mengambil kesempatan ini dengan berdagang di wilayah Hijaz.[9]


3.      Kondisi Sosial Budaya Bangsa Arab
Bangsa Arab kurang mengembangkan tradisi baca-tulis. Orang Arab akan berbangga dengan kekuatan daya hafal yang dimilikinya. Kondisi inilah yang menyebabkan mereka dijuluki bangsa yang buta huruf ‘ummiy. sekalipun demikian, hal ini bukan berarti membuat bangsa Arab buta terhadap sastra. Banyak syair dan karya besar tercipta dan mewarnai sejarah kesusastraan Bangsa Arab. Lambat laun budaya tulis-menulis mulai mengalami perkembangan. Selain dari faktor internal, tradisi tulis bangsa Arab juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, menurut Gabriel Said Reynolds, perkembangan tulis Arab terpengaruhi oleh dua hal, yakni persentuhan dengan Roma dan misionaris kristiani.[10]
Meski bangsa Arab beberapa langkah tertinggal dalam hal tulis-menulis, namun bangsa ini kaya dengan ribuan syair yang terlahir sebagai ungkapan pikiran, pengetahuan, dan pengalaman hidup. kumpulan syair ini dinamakan dengan di>wa>n. bentuk sastra yang dimiliki bangsa Arab juga cukup fariatif, diantaranya berupa nas|r (prosa), ams|al (perumpamaan), khita>bah (pidato) dan lain sebagainya. Seirng dengan ramainya perdagangan internasional, Hijaz  menjadi tempat berkumpulnya penyair-penyair dari berbagai penjuru. Kegiatan merangkai dan membacakan syair-syair di depan umum dilakukan di suatu pasar yang disebut Ukaz. Di antara syair-syair yang terpilih sebagai sya’ir terbaik kemudian digantungkan di dinding-dinding Ka’bah (syair-syair ini disebut mu‘allaqa>t). Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk apresiasi kepada orang yang menciptakan sya’ir tersebut.[11]
Dalam segi organisasi koloni, bangsa Arab mengenal berbagai istilah perkumpulan masyarakat. Perkumpulan yang terkecil ialah masyarakat tenda yang disebut h}ayy, dari perkumpulan beberapa h}ayy membentuk komunitas klien (qaum), dan dari perkumpulan klien membentuk suku (qabi>lah). [12] Istilah-istilah ini merupakan bentuk pola organisasi masyarakat bangsa arab saat itu.
Tidak jauh berbeda dengan sudut pandang organisasi masyarakat, sebelum itu, jika dilihat dari segi peradaban dan pemukimanya, bangsa Arab biasa dibagi dua istilah, yakni H}ad}arah (kota menetap) dan Bada>wah (nomaden baduwi). Menurut Ibnu Khaldun pada mulanya bangsa Arab merupakan bangsa nomaden yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain hanya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek mereka sehari-hari, sampai akhirnya kebutuhan pun semakin meningkat dengan upaya mereka memenuhi kebutuhan hidup jangka panjangnya, karena merasa dengan memanfaatkan buruan dan tumbuhan tidaklah mencukupi kebutuhanya, maka mereka memulai sistem produksi dengan berternak dan bertani.[13]  Bangsa Arab yang menetap pada akhirnya beranak-pinak dan mulai mengalami penguatan ras yang sering mereka istilahkan dengan nasab. Penguatan nasab ini tercermin dalam penggunaan ‘alam kuniyyah atau nama yang turut menyebutkan garis keturunan biasanya diistilahkan dengan menyandarkan garis keturunan laki-laki.[14]

4.      Kondisi Politik Bangsa Arab
Bangsa Arab diapit oleh dua kerajaan besar. Letaknya yang sangat strategis sebagai kawasan penyangga mengakibatkan wilayah ini dijadikan perebutan dalam mempertahankan kekuasaan politik di Timur Tengah oleh dua imperium raksasa yakni Bizantium dan Persia.[15]  Karena wilayah Arab dikelilingi oleh gurun pasir tandus dan masyarakatnya hidup secara nomaden (berpindah-pindah) mengakibatkan Bangsa Arab sulit untuk dikendalikan. Dalam catatan Rippin, terdapat dua hal yang mewarnai persaingan politik di Jazirah Arab, pertama adalah persaingan dua imperium Romawi dan Persia dan kedua adalah persaingan antara Yahudi, Sekte Nasrani, dan pengikut Zoroaster.[16]
Bangsa Arab yang bermukim di gurun pasir secara terpisah mengakibatkan kehidupan mereka diselimuti oleh mara bahaya. Untuk itu mereka membangun system perlindungan kesukuan yang biasanya disandarkan pada garis keturunan. Dari hal ini pulalah lahir solidaritas kesukuan (as}abiyah). Setiap suku akan melindungi anggotanya tanpa peduli salah maupun benar.[17] Kondisi perpolitikan internal bangsa Arab terutama bani Quraisy[18] banyak diwarnai berbagai perebutan kekuasaan dan perselisihan. Ketika Abd Da>r meninggal, saat itu terjadi perebutan penguasaan Makkah antara banu Abdu Da>r dengan banu Abdu Manaf. Ada lima hal yang diperebutkan oleh para banu yakni siqa>yah (Pengelolaan Air) dan rifa>dah (Perpajakan dan Penyantunan Masyarakat Miskin) yang jatuh ketangan Banu Abdu Manaf serta liwa> (Kebijakan Perang), h}ija>bah (Pemegang Kunci Ka’bah), dan Dar an-Nadwa> (Tempat Perkumpulan) yang jatuh pada Banu Abdu Dar [19]Pada masa selanjutnya kepemimpinan rifa>dah dan siqa>yah dipegang Hasyim dan setelah Hasyim meninggal, terjadilah perselisihan antara Muthalib dengan Umayyah. Perselisihan ini terus berlanjut sampai akhirnya Air zam-zam berhasil ditemukan dan Abdul Muthalib menjadi pengendali suku lainya.[20]


5.      Kondisi Kepercayaan Bangsa Arab
Kebanyakan Masyarakat Arab adalah penganut agama watsani (penyembah berhala). Menurut sebagian pendapat, penyebar agama watsani pertama di tengah-tengah masyarakat Arab adalah Amr bin Luhay al-Khuza’i. dia merupakan orang yang membawa patung dari Syam ke Ka’bah. Hal ini bermula ketika ia sakit parah. Saat itu ia mendengar bahwa di al-Balqa> (sebuah nama daerah di Syam) terdapat sebuah mata air panas yang dikatakan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Iapun memutuskan untuk mendatanginya dan mandi di sumber mata air tersebut kemudian akhirnya ia sembuh. Karena masyarakat di sekitar mata air itu menyembah patung, iapun bertanya mengenai alasan mereka. Sampai akhirnya ia tahu bahwa patung-patung tersebut merupakan sesembahan masyarakat untuk meminta pertolongan dan hujan. Iapun tertarik dan meminta satu di antara patung-patung tersebut untuk dibawa pulang.[21]  
Tiap suku Makkah biasanya memiliki berhalanya masing-masing yang berbeda antara satu suku dengan suku lainya dan masing-masing suku meletakkan berhalanya di sekitar ka’bah. Menurut sejarawan, berhala-berhala ini sampai mencapai angka 360 lebih.[22] Banyaknya berhala ini tentunya menjadi simbol tentang ego dan fanatisme kepercayaan bangsa Arab. Sebagaimana yang diketahui, ada empat berhala yang dikenal dalam tradisi Arab, pertama yaitu Latta yang merupakan dewa tertua yang terletak di T}ha>if, ‘kedua ‘Uzza yang bertempat di Hijaz, ketiga adalah manah yang bertempat di Yas|rib (sekarang Madinah), dan keempat adalah Hubal yang dianggap sebagai dewa terbesar yang berada di ka’bah.[23]
Agama lain yang juga patut diperhitungkan dalam lintas sejarah bangsa Arab adalah agama Yahudi dan Kristen. Menurut Arnold Toynbee, masuknya Yudaisme pertama kali ialah dibawa oleh pengungsi perang antara Roma dengan Yahudi pada tahun 66 hingga 70 M. kemudian keyakinan ini mulai meraih banyak pemeluk di kawasan Hijaz ialah pada tahun 132 hingga 135 M tepatnya di oasis Tayma’, Khaibar, Yas|rib, dan Yaman. Capaian Yudaisme ini kemudian diikuti oleh agama Kristen yang mulai meraih pemeluk agama pada tahun 523 M akibat faktor pengaruh Roma dan Persia.[24] 



C.    Sosok Muhamamd SAW Sebagai Nabi dan Sebagai Manusia  ‘Arab (orang arab)
Saah satu langkah untuk mengetahui posisi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Muhamamd SAW sebagai ‘arab (orang Arab) adalah dengan menelusuri rekam jejak perjalanan hidup beliau dari masa ke masa. Muhammad SAW lahir pada tahun 570 M[25] bertepatan dengan hari senin tanggal 12 Rabi>’ al-Awwal. Tahun kelahiran beliau sering dikenal dengan tahun gajah. Sebutan ini merepresentasikan sebuah peristiwa serbuan Abrahah (gubernur Yaman) yang hendak menghancurkan Ka’bah. Ia yang saat itu mengendarai Gajah gagal menuju ka’bah karena alasan misterius.[26] Pemeluk Islam meyakini bahwa kegagalan Abrahah diakibatkan oleh serangan burung aba>bil yang menjatuhkan kerikil dari neraka sebagai serangan kepada Abrahah dan bala tentaranya. Sedangkan beberapa pemikir kontemporer menyatakan bahwa kegagalan Abrahah menuju ka’bah adalah dikarenakan serangan virus berupa mikroba mematikan.[27]
Muhammad SAW lahir sebagai seorang Yatim. Ayah beliau yang bernama Abdullah wafat ketika beliau masih dalam kandungan ibunya, Aminah. Beliau ketika masih bayi dititipkan pada asuhan Halimah untuk disusui dalam lingkungan masyarakat Arab pedesaan sebagaimana tradisi Quraisy.[28] Pada sekitar usia enam tahun beliau dikembalikan kepada pangkuan kasih sayang ibundanya dan tak lama setelah itu ibundanya wafat dan lengkap sudah kondisi Muhammad SAW yang hidup tanpa orang tua. Untuk kehidupan Muhammad SAW kecil kemudian menjadi tanggung jawab sang kakek Abdul Mut}a>lib.[29] Tak lama dalam belaian sang kakek, Muhammad SAW kembali harus menerima kepergian orang terdekatnya itu (Abdul Mut}a>lib) ketika Ia berusia delapan tahun. Untuk selanjutnya, kehidupan Muhammad SAW berada dalam pengawasan sang paman, Abu T}a>lib.

Bersama  Abu T}a>lib, Muhammad SAW diajak berkelana dari negeri ke negeri yang lain untuk keperluan berdagang.  Pada usia 12 tahun, Abu T}a>lib mengajak Muhammad SAW ke Syam, di tengah perjalanan ia dicegat oleh seorang pendeta bernama Buhairo[30] dan diserukan untuk segera pulang. Buhairo menemukan tanda kenabian pada Muhammad SAW dan ia memberitahukan bahwa meneruskan perjalanan ke Syam dianggap akan membahayakan nyawa Muhammad SAW. Hal ini membuat Abu T}a>lib berbalik arah dan memilih tidak melanjutkan perjalanan.

1.      Muhammad SAW Sebagai ‘Arab (orang Arab)
Sebagaimana kebanyakan masyarakat di sekitarnya, Muhammad kecil ketika berada dalam asuhan Halimah telah belajar menggembala kambing. Kesabaran dan ketelatenan sebagai seorang penggembala membangun mentalitas dan watak kepemimpinan dan sikap ini terbawa hingga Muhammad beranjak dewasa.[31] Aktivitas menggembala juga menjadi dasar kepemimpinan. Tidak semua orang bisa melakukan hal ini. Tiap pagi menggiring gembalaan dan menuntun pulang ke kandang ketika sore hari menjelang. Hal ini melatih watak kepemimpinan dalam kemampuan menuntun dan mengendalikan rakyatnya sebagai kontrol sosial.
Muhammad SAW sebagaimana masyarakat pada umumnya juga memiliki aktifitas dan pencaharian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Etos kerja beliau terlihat dari keuletannya dalam kegiatan perniagaan.[32] Masa kecil beliau banyak menghabiskan waktunya untuk menemani sang paman berjualan sampai ke negri Syam, menjumpai berbagai peristiwa dan fenomena yang membentuk pengalaman sosial. Diketahui bahwa pasar merupakan salah satu ruang public yang di dalamnya berkumpul berbagai manusia dari berbagai golongan dengan watak yang beragam dan pasar juga mencerminkan pradaban suatu daerah pada masa itu.
Sebagai seorang laki-laki, Muhammad SAW melangsungkan pernikahan ketika usia 25 tahun. Khadijah binti Khuwailid yang saat itu terkagum-kagum terhadap kejujuran Muhammad SAW selama bersamanya dalam menjalankan bisnis melamar Muhammad SAW. Saat itu statusnya adalah seorang janda berusia 40 tahun. Dari pernikahan ini, Muhammad SAW dikaruniai dua putera (al-Qasi>m dan Abdullah) dan empat puteri (Zainab, Ruqayyah, Ummu Kuls|um, dan Fa>timah), di antaran putrinya, Fa>timah kemudian dinikahi oleh Ali ibn Abi T}a>lib.[33] Sedangkan kedua putera beliau meninggal sewaktu masih bayi.[34]
Sebagaimana orang Arab kebanyakan, gaya hidup Muhammad SAW mencerminkan lingkungannya. Dengan mengenakan jubah dan berjenggot beliau bisa berkomunikasi dengan masyarakat sekitar.[35] Ketika beliau berada di tengah-tangah orang yang tinggi beliau tidak kelihatan lebih pendek dari mereka. Begitupun ketika beliau berada di antara orang-orang yang bertubuh pendek, beliau tidak kelihatan lebih tinggi dari mereka. Rambut beliau ikal sampai ke bahu, tidak terlalu lurus dan tidak pula terlalu keriting.[36]
Ketika beliau menikah dengan Khadijah, budaya perbudakan masih mentradisi dikalangan orang berada. Saat itu, Khadijah menghadiahkan kepada Muhammad SAW seorang budak bernama Zaid bin H}ari>s|ah. tidak seperti tuan kebanyakan, sikap lembut Muhammad SAW sangat dikagumi oleh Zaid dan ketika keluarga Zaid datang untuk menebusnya, Zaid enggan dan masih ingin tinggal bersama tuannya. Semenjak itu, Zaid diberi kebebasan dan diadopsi oleh Rasulullah. [37]


2.      Muhammad SAW sebagai Orang Pilihan
Bagaimanapun Muhammad SAW beraktifitas, bergaul, dan bergaya hidup sebagaimana orang Arab kebanyakan, namun Muhammad SAW tetaplah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Sebagai seorang Nabi pilihan Muhammad dianugerahi wahyu ilahiyah sebagai bentuk komunikasi dengan tuhan yang mentitahkan Islam kepada manusia. Selain itu, Nabi Muhammad juga memiliki mukjizat yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Salah satu mukjizat tersebut adalah al-Qur’an sebagai mukjizat yang s}a>lih li kulli zama>n wa maka>n.
Nabi yang terikat dengan budaya Arab dan berinterakti dalam keseharian dianugerahi sifat ma’s}u>m atau yang terhindar dari dosa. Di dalam jati diri beliau telah bersemayam sifat jujur, dapat dipercaya, pencerah, dan cerdas. Pada usia ke 35 tahun, ka’bah yang mengalami kerusakan mulai diperbaiki oleh penduduk sekitar. Sampai selesai renovasi, h}ajar aswad yang masih tergeletak belum juga diletakan di dinding ka’bah. Para pembesar saling bersaing mempromosikan diri untuk berkesempatan menjadi orang yang meletakakan batu hitam tersebut, namun perdebatan sengit mengakibatkan waktu terbuang.
Mereka belum menemukan orang yang cukup bijak untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga muncul sebuah ide bahwa orang yang datang pertama kali memasuki Masjidil H}aram melalui ba>b Syaibah (saat ini dinamakan ba>b as-Salam) dianggap layak untuk memberi keputusan. Saat itu, seseorang yang pertama kali masuk ke Masjidil H}aram adalah Muhammad SAW. Beliau kemudian membentangkan sorbannya, menaruh hajar aswad di atasnya, dan semua pembesar ikut merasakan membawa h}ajar aswad dengan menjinjingnya menuju dinding ka’bah. Setelah mendekati permukaan ka’bah, Muhammad SAW mengambil batu hitam tersebut untuk kemudian meletakkannya ditempat semula dan semua pun puas atas kebijaksanaan tersebut.[38]






D.    Peletakan Dasar Peradaban Islam yang Dibangun oleh Muhammad SAW
Periode dakah nabi di Makkah terbagi menjadi dua. Pertama sebelum hijrah dan kedua adalah pasca hijrah. Sebelum hijrah, Nabi tidak terlalu banyak melakukan perubahan karena tekanan dari orang-orang kafir Quraisy. Baru setelah nabi berhasil menghimpun kekuatan dan kembali ke Makkah pada priode kedua, maka Nabi benar-benar bisa merombak berbagai aspek yang membudaya di Makkah seperti peruntuhan berhala, perombakkan ka’bah yang dijadikan tempat sacral kaum pagan beralih menjadi masjid umat Islam. Berikut beberapa perubahan yang dibawa oleh Rasulullah.
1.      Sosial Budaya
a)    Penghapusan Perbudakan
Tidaklah kebetulan Islam dalam beberapa hukuman yang diberlakukan kepada mukallaf mengharuskan atas pembebasan budak. Pengangkatan derajat budak juga terlihat ketika bilal mengumandangkan azan, sebuah posisi yang terhormat. Muhammad SAW lebih memilih posisi itu untuk diisi oleh seorang mantan budak sebagai lambang kesetaraan. [39] Dalam al-Qur’an kata budak sendiri diulang sebanyak 90 kali[40] dengan berbagai term baik antonim maupun yang sepadan dan kebanyakan mengacu terhadap pengentasan budak.

b)   Pemberian Harta Waris kepada Perempuan dan Pembatasan Poligami
Datangnya Islam di kawasan Arab juga memberikan dampak yang signifikan terutama dalam dekonstruksi budaya bias gender. Bayi wanita yang lahir dulu dianggap sebagai sebuah petaka dan bagi orang yang masih memegang tradisi jahiliyah akan tega menguburnya hidup-hidup. Kedatangan Islam tidak sekedar merupakan gerakan sosial keagamaan namun juga gerakan kemanusiaan. Harta waris dan pembatasan istri merupakan salah satu upaya Islam mengangkat derajat wanita.
Dahulu wanita dan anak-anak tidak mendapatkan warisan. Bahkan dalam hubungan pernikahan, seorang laki-laki bisa memiliki istri lebih dari tujuh orang. Kedatangan Islam membangun budaya baru dengan membatasi jumlah istri cukup empat orang. Hal tersebut pada masa itu dianggap cukup adil mengingat posisi dan kedudukan perempuan yang sejak dulu tidak diperhatikan.


2.      Ekonomi
a)      Riba dan Zakat Sebuah Upaya Pengentasan Kemiskinan
Beberapa orang dalam kebudayaan Arab berpencaharian sebagai pedagang. Nabi merupakan salah satu di antara sosok yang pernah masuk dan berada di tengah-tengah komunitas tersebut. Nabi juga sangat mengenal praktik riba dan untuk itu dibeberapa hadis dan al-Qur’an riba menjadi salah satu tema yang dibahas. Penghapusan riba juga berkorelasi dengan upaya pengentasan kemiskinan. Selain penghapusan riba, Islam juga sangat memperhatikan praktik monopoli, untuk menanggulangi hal tersebut dan agar harta tidak berputar pada satu pihak, maka diberlakukanlah kewajiban zakat yang terdiri dari zakat ma>l dan fitrah.

E.     Kesimpulan
Jika mencermati peradaban bangsa Arab pra Islam dan ketika masa Rasulullah yang datang dengan mengusung agama Islam. Beberapa perbedaan dapat terlihat dengan jelas terjadi dalam beberapa aspek. Baik keilmuan, sosial, ekonomi, dan aspek-aspek lainnya. Dari sini, salah satu keunggulan Islam adalah tentang ajarannya yang sangat kompleks dan hampir mencakup semua hal yang berkaitan dengan kemanusiaan dan kesehariannya.  Salah satu hal yang diperhatikan oleh Islam adalah posisi wanita dibawah laki-laki, harta waris dan berbagai hal-hal lain yang bias gender. Hal-hal tersebut merupakan diantara yang mengalami perubahan positif dengan kedatangan Islam.
Pengangkatan derajat budak juga merupakan sebagian aspek yang disoroti oleh Rasululah. Dalam beberapa hukum Islam dapat terlihat bahwa Islam tidak hanya ingin memberikan perhatian terhadap budak, namun juga ingin mengentaskan manusia dari perbudakan. Upaya penghapusan budaya ini juga digambarkan oleh beberapa ayat al-Qur’an yang menggambarkan Ialam sangat memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
Hal lain seperti Ilmu pengetahuan juga sangat diperhatikan oleh Islam sebagaimana pola hidup sehat. Islam mengajarkan tentang pentingnya hidup untuk akhirat, namun tidak abai terhadap kehiduan di dunia. Dari berbagai teks hadis dan al-Qur’an benyak mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan, mengajarkan pentingnya memiliki etos kerja, dan pentingnya pola hidup yang lain. Hal ini menggambarkan bahwa dalam hidup terdapat ilmu-ilmu untuk menjalaninya.


Daftar Pustaka

al-Baqi, Fuad Abd. Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Quran (Beirut, Dar al-Fikr, 1981).
al-Hafni, Abdul Mu’in. Ensiklopedi Golongan, mazhab, pertain dan Gerakan Islam di seluruh Dunia Terj. Muhtarom (Jakarta: Grafindo, 2005).
al-Kari>m, Khali>l Abd. Hegemoni Quraisy terj. M. Faishol Fatawi (LKiS: Yogyakarta, 2012).
Amal, Taufiq Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: FKBA, 2001).
Amin, Ahmad. Fajr al-Isla>m, cet. ke-11(Kairo: Maktabah an-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1975).
Anwar, Rosihon dan Shalihin, Mukhtar.  Ilmu Tasawwuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007).
Armstrong, Karen. Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013).
Badrutamam, Ahmad. “Perlindungan Anak dalam Perspektif al-Qur’an”, Tesis Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
Barir, Muhammad.  “Buruh dan Perbudakan dalam Perspektif al-Qur’an” dalam al-Quran dan Isu-Isu Sosial (Yogyakarta: Idea Press, 2014).
Engineer, Asghar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Faiz, Fahruddin. Hermeneutika al-Qur’an: Tema-Tema Kontroversial (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011).
Hart, Michael H.. The 100 Ranking of The Most Influential Persons in History (A Citadel Press, 1992)
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001).
Hitti, Philip K.. History of The Arabs terj. R. Cecep Lukman Yasin dkk. (Jakarta: Serambi, 2010).
Khaldun, Ibn. Muqaddimah terj. Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011).
Mustaqim, Abdul. “Kontroversi tentang Corak Tafsir Ilmi“ dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al- Qur’an dan Hadis vol. 7, (Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga, 2006).
Reynolds, Gabriel Said. The Quran in Its Historical Context (Canada: Routledge, 2008).
Rofiq, Choirul. Sejarah Peradaban Islam (Ponorogo: STAIN ponorogo Press, 2009).
Shihab, M. Quraish Tafsir al-Mishbah vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008).
Syahruddin el-Fikri, Situs-Situs dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2010).
Tim Departemen Agama RI, Ulu>m at-Tafsi>r I (Jakarta: Departemen Agama RI, 1996).
Tounbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia terj. Agung Prihantoro dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
Wijaya, Aksin. Arah Baru Studi Ululumul Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).


[1] Arnold Tounbee, Sejarah Umat Manusia terj. Agung Prihantoro dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 484. 
[2] Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 230.
[3] Karen Armstrong banyak dikritisi tentang argumennya dalam mendefinisikan Jibril sebagai jin. Terlebih Jin dalam tulisannya ia gambarkan sebagai sosok yang menyesatkan para petapa hira>. Terlebih, kritikan juga dilontarkan oleh Jalaluddin Rahmad tentang gagasan Armstrong yang terburu-buru terutama dalam pengutipan Hadis yang tidak sah}ih}.  Lihat “Simpatik tapi Tidak Kritis”, dalam Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013),  hlm. 16.
[4] Michael H. Hart, The 100 Ranking of The Most Influential Persons in History (A Citadel Press, 1992), hlm. 3.
[5] Ahmad Amin, Fajr al-Isla>m, cet. ke-11(Kairo: Maktabah an-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1975), 1-2.
[6] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. (Jakarta: Serambi, 2010), Hlm. 16-17.
[7] Philip K. Hitti, History of The Arabs …, Hlm. 61.
[8] Al-Quran melukiskan perjalanan ini dalam QS. Al-Quraisy 106:1-4. Perjalanan ini secara eksplisit dapat dilihat dari ayat kedua رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِperjalanan musim dingin dan musim panas” surat ini menggambarkan bahwa orang-orang Quraisy memiliki suatu tradisi yakni perjalanan dagang.
[9] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 111.
[10]Gabriel Said Reynolds, The Quran in Its Historical Context (Canada: Routledge, 2008), Hlm. 57.
[11] Ahmad  Badrut Tamam, “Perlindungan Anak dalam Perspektif al-Qur’an”, Tesis Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012, hlm. 34.
[12] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. R. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2010), Hlm. 32.
[13] Ibn Khaldun, Muqaddimah terj. Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Hlm. 142.
[14] Muhammad Barir, “Buruh dan Perbudakan dalam Perspektif al-Qur’an” dalam al-Quran dan Isu-Isu Sosial (Yogyakarta: Idea Press, 2014), hlm. 109.
[15] Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: FKBA, 2001), Hlm. 9.
[16] Fahruddin Faiz, Hermeneutika al-Qur’an: Tema-Tema Kontroversial (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011), hlm. 72
[17] Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 44.
[18] Pendiri bani Quraisy yang pertama adalah Qus}ai bin Kilab, ia mulai meletakan garis keturunan nasabnya pada 480 M kemudian dilanjutkan oleh Hasyim dan Abdullah Mut}alib. Lihat Khali>l Abd al-Kari>m, Hegemoni Quraisy terj. M. Faishol Fatawi (LKiS: Yogyakarta, 2012), hlm. 2.
[19] Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ululumul Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 25.
[20] Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulumul Qur’an …, 2009) hlm. 25.
[21] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 123.
[22] Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 42.
[23] Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam (Ponorogo: STAIN ponorogo Press, 2009), Hlm. 29.
[24] Beberapa daerah di Jazirah Arabia seperti Yaman karena berada dalam kekuasaan kerajaan Aksum yang Kristen hingga 571 M sangat mempengaruhi kondisi keberagamaan masyarakat.  Arnold Tounbee, Sejarah Umat Manusia terj. Agung Prihantoro dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 479. 
[25] Beliau lahir pada tanggal 20 Agustus. Tahun kelahirannya masih diperdebatkan oleh sebagian sejarawan antara 570, 571, dan 572. Seorang ahli ilmu falaq menyebut tahun kelahiran Muhammad SAW yang tepat adalah 571 tepatnya 20 April 571. Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 137.
[26] Syahruddin el-Fikri, Situs-Situs dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2010), hlm. 94.
[27] Abduh (1864-1905 M) menafsiri burung ababil dengan mikroba dalam Q.S. al-fil (105): 3. Lihat Abdul Mustaqim, “Kontroversi tentang Corak Tafsir Ilmi“ dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis vol. 7, (Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 30.
[28] Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 56.
[29] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 137.
[30] Dalam beberapa literature nama Buhairo disebut dengan Bahi>roh, ia melihat awan yang mengikuti perjalanan Muhammad dan pepohonan yang menunduk seolah memberikan sapaan hormat. Setelah Bahiro bertanya beberapa hal pada Muhammad dan melihat tanda kenabian pada punggungnya, ia yakin bahwa anak kicil bernama Muhammad ini merupakan Nabi yang dijanjikan akan datang. Lihat Syahruddin el-Fikri, Situs-Situs dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2010), hlm. 103.
[31] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 138.
[32] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam … hlm. 138.
[33] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam … hlm. 140.
[34] Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 58.
[35] Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 57.
[36] Hal ini sebagaimana dalam hadis “Telah menceritakan kepada kami Muslim telah menceritakan kepada kami Jarir dari Qatadah dari Anas dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah seseorang yang berlengan kekar, aku tidak pernah melihat orang yang menyerupainya, sedangkan rambut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ikal, tidak terlalu lurus dan tidak pula keriting."” Lihat Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah, S}ah}ih} Bukha>ri, No. 5455. CD Lidwa Pustaka
[37] Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 59.
[38] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam … hlm. 140.
[39] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hlm. 260.
[40] Mengacu pada kata رقاب dan مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ  Fuad Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Quran (Beirut, Dar al-Fikr, 1981),  397.

No comments:

Post a Comment