Saturday, December 28, 2013

KESETARAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh: Muhammad Barir

Kesetaraan pendidikan merupakan hal penting sebab kemajuan dan kesejahteraan tidak akan terjadi dengan tanpa majunya pendidikan. Pentingnya pendidikan ini diakui secara internasional sebagaimana dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, Kesepakatan Hak Sipil dan Politik 1966, Kesepakatan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966, serta Kesepkatan Hak Anak 1989. Van Beuren berargumen bahwa keempat peraturan tersebut dibangun atas dasar bahwa hak atas pendidikan merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan eksistensinya tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun (non derogable right). Pendidikan merupakan sarana dasar bagi pengembangan manusia. hal ini sesuai dengan deklarasi tentang hak atas pembangunan bahwa pendidikan merupakan prasyarat bagi terciptanya pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya.1
Dari semua argument ini, pendidikan di mata dunia internasional dianggap penting, namun yang terjadi adalah masih seringnya didapati kesempatan pendidikan yang tidak dapat dirasakan oleh semua rakyat secara merata. Walau masih banyak celah yang harus ditutupi, namun program peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sudah mulai diperhatikan. Berbagai program pemerintah dan institusi di luar pemerintah sudah mulai berjalan dari mulai program wajib belajar sembilan tahun, program beasiswa, sampai program posdaya. Walaupun program ini masih menyisahkan beragam permasalahan, pemerintah harus terus berupaya dalam menuntaskan apa yang menjadi tugas berikutnya tentang upaya agar pendidikan tersebut bisa tersetarakan karena banyak wilayah-wilayah yang kualitas pendidikanya kurang dan bahkan beberapa di antaranya tidak tersentuh pendidikan.
Selain permasalahan di atas, Saat ini orientasi pendidikan telah bergeser berpegang dari selera masyarakat industri dan selera pasar (market society). Di sini praktik pendidikan diibaratkan layaknya pasar yang di dalamnya terdapat jual-beli antara penyelenggara/sekolah dengan siswa/orang tua siswa.2 Pendidikan yang seharusnya berorientasi pada pembangunan karakter dan pembangunan intelektualitas beralih kepada dunia komersil untuk diperjual-belikan. Pada akhirnya, jika kualitas pendidikan ditentukan oleh harga, maka hal ini tentu saja akan semakin mendiskriminasi dan memperjauh orang-orang miskin untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik.
Al-Qur’an telah mengajarkan manusia untuk tidak melihat kondisi dan status seseorang yang ingin mencari ilmu sebagaimana asbab an-Nuzul QS. ‘Abasa (80): 1-16, tentang Abdullah ibn Ummi Maktum yang walau tidak memiliki derajat sosial, namun usahanya dalam mencari ilmu dan petunjuk sangat dihargai oleh Allah dengan mengabadikan kisahnya dalam surat tersebut. Al-Quran juga telah menanamkan kesetaraan keadilan antara yang kaya dengan yang miskin (QS. An-Nisa [4]: 135), kemudian al-Qur’an juga melarang sifat egoisme dengan melarang menguasai kenikmatan untuk diri sendiri, ayat kanz (Q.S. at-Taubah [9]: 34-35), selain itu, al-Quran juga menganjurkan agar manusia yang kurang beruntung bisa diberi kesempatan untuk turut merasakan karunia Allah (QS. An-Nahl [16]:71).
Dari kesemuanya, Pendidikan bukanlah praktek jual-beli, namun pendidikan adalah upaya pengabdian. Guru bukanlah profesi, namun pengabdi masyarakat. Gaji guru tidak sama dengan upah, namun bentuk apresiasi dan penghargaan pemerintah dan masyarakat atas pengabdian yang dilakukan olehnya. Pemerintah yang tahu balas budi adalah pemerintah yang memedulikan nasip guru dengan menjamin kesejahteraanya.

1 Deny Slamet Pribadi, “Kajian Hak Asasi Manusia untuk Meningkatkan Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan”, dalam Risalah Hukum Unmul, vol. 3 , 2007. Hlm. 46.

2 Ali Usman, “Orang Miskin Wajib Sekolah”, dalam Media Indonesia, 12 Maret 2012. Hlm. 21.

No comments:

Post a Comment