Saturday, December 28, 2013

INILAH INDONESIA DAN KEMAJMUKANNYA

Oleh: Muhammad Barir*


Kondisi kemajemukan atau pluralitas merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Indonesia—dulu dikenal dengan istilah Nusantara—sebagai negara kepulauan memang sejak awal sudah menjadi negara yang terdiri dari multi ras, multi etnis, multi agama, dan multi budaya. Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa yang majmuk dan heterogen1 baik dari dimensi struktur sosial, ekonomi, maupun, diferensiasi ikatan primordial seperti: agama, ras, suku, dan lain-lain.
Heterogenitas sebagai kenyataan sejarah telah berlangsung selama ratusan tahun. Dalam kurun waktu itu, penduduk Indonesia berinteraksi melalui mobilitas sosial, migrasi, perdagangan, sampai peperangan—peperangan yang terjadi di indonesia terjadi selain diawali dari peperangan internal antar kerajaan pribumi, juga diikuti dengan peperangan melawan ekspansi Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang yang pernah menjajah Indonesia sebelum pada akhirnya merdeka pada tahun 1945—yang pernah dialaminya. Keragaman yang ada di Nusantara, terutama yang bercirikan primordialistik mempunyai wajah ganda, terkadang ia menjadi alasan adanya konflik, namun sekaligus ia menjadi kekayaan khazanah bangsa.2 Hal ini menjadikan Indonesia dengan beragam kebudayaannya sangat menarik menjadi kajian berbagai disiplin ilmu. Semenjak dulu sampai saat ini berbagai pakar sosiolog dan antropolog, datang dari berbagai penjuru dunia untuk mencermati pola hidup manusia Nusantara.
Kemajemukan bangsa Indonesia diilhami baik oleh kondisi geografis maupun kondisi kebudayaannya. Secara geografis, Indonesia terdiri atas 13.667 pulau baik yang dihuni maupun yang tidak dihuni. Dari segi jumlah warga negara, pada tahun 2000 saja Indonesia sudah memiliki jumlah total penduduk 200.092.238 jiwa. Dari segi etnis, di Indonesia terdapat sekitar 358 suku bangsa dan 200 sub suku bangsa. Dari segi pemeluk agama, terdapat beberapa agama yang diakui pemerintah seprti Islam 88,1 %, Kristen dan Katolik sebanyak 7,89 %, hindu 2,5 %, Budha 1 % dan yang lain 1 %. Perhitungan ini merupakan perhitungan kasar, karena diluar itu agama lainya seperti konghucu baru-baru ini mendapat pengakuan berkat gagasan presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dari segi latar belakang kultural, Indonesia dibangun berdasarkan landasan kultural asli nusantara, Hindu, Islam, Kristen, dan juga Barat modern.3
Namun di sisi lain diskriminasi menjadi salah satu permasalahan yang tidak ada habisnya, mulai dari sisi politik, ekonomi, maupun ras. Watak diskriminatif terjadi mulai di lingkup masyarakat terkecil seperti masyarakat desa, sampai juga terjadi pada tataran lingkup penguasa. Berbagai ketimpangan di Indonesia mengantarkannya menjadi salah satu negara yang terkorup.4 Petinggi bangsa hanya berusaha membangun kesejahteraan diri sendiri. Status Indonesia sebagai salah satu negara dengan sumber daya alam yang terkaya pun berbanding terbalik dengan kondisi warga negaranya.


1 Abdul Karim, Islam Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), Hlm. 8.

2 Hesti Armiwulan Sochmawardiyah, Diskriminasi Rasial dalam Hukum HAM (Yogyakarta: Genta Publishing, 2013). Hlm. 75.

3 Hesti Armiwulan Sochmawardiyah, Diskriminasi Rasial dalam Hukum HAM (Yogyakarta: Genta Publishing, 2013). Hlm. 60.

4 Sebagaimana riset yang dilakukan oleh lembaga survey Internasional Political and Economic Risk Consultance, Indonesia merupakan negara terkorup di Asia diikuti India dan Vietnam. Lihat: Nur Cholis Setiawan, Pribumisasi al-Quran (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2012), hlm.158.

No comments:

Post a Comment