Wednesday, November 18, 2015

Qur’anic Studies John Wansbrough



Epigrafi Bahasa Arab klasik dan Kontestasi Tradisi Abad ke-2 
Muhammad Barir, S.Th.I
1420510012


A.    Bahasa Suryani (aramaic) sebagai Asal Bahasa Arab
Bahasa Arab menurut John Wansbrough tidaklah lahir secara murni dari bangsa Arab, namun terpengaruh oleh beberapa bahasa lainnya. Apa yang ditawarkan ini menjadi hipotesa bahwa terdapat pengaruh luar yang bisa mengungkapkan bagaimana originalitas dan otentisitas bahasa Arab. Argumentasi tersebut bisa ditelaan melalui beberapa sisi dari bahasa Arab meliputi perubahan nada (infleksi), tanda baca, dan bentuk huruf. Sebagaimana argument Robert Hoyland dalam tulisannya Epigraphy and the Linguistic Bacground to the Qur’an bahwa bahasa Arab terpengaruh bahasa Suryani yang disebut Aramaic. Bahasa Aramaic ini terdiri dari tiga dialek, yakni al-aramiyya, al-Falastiniyya, dan al-nabatiyya.[1]
B.     Bahasa Al-Qur’an Bahasa Abad ke-2 Hijriyah
Datangnya al-Qur’an pada abad ke-7 memberikan pengaruh kepada bahasa Arab lokal. Secara sekilas hal ini sudah bisa diterka melalui rima yang berbeeda antara puisi klasik Arab dengan Rima al-Qur’an di akhiran ayat-ayatnya sebagaimana surat abasa 80: 11-24. Setiap akhiran ayat-ayat tersebut diakhiri dengan rima yang sama melalui huruf ha’ dan ta’ marbuthah. Hal inilah yang menurut John Wansbrough bermasalah dan menyimpulkan bahwa al-Qur’am tidak muncul pada masa Nabi, namun muncul pada abad ke dua hijriyyah atau abad ke-9 masehi.
Argumen Wansbrough ini terkesan  mirip dan mungkin berhubungan dengan kajian Joseph Schacht yang berargumen bahwa hadis datang dan dibuat pada abad kedua hijriyyah oleh Ibnu Shihab az-Zuhri dalam memberi legitimasi hukum Islam pada masa Umar bin Abdul Aziz. Antara argument Hadis Joseph Schacht dan argument al-Qur’an Wansbrough ini berhubungan karena ketika hadis bermasalah, maka al-Qur’an pun juga bermasalah. Sebab, transmisi al-Qur’an juga menggunakan hadis, yakni hadis mutawatir. Argumentasi yang dibangun oleh Wansbrough ini didasarkan pada bahasa al-Qur’an yang ternyata lebih condong menggambarkan nuansa tradisi dan bahasa yang dipakai pada abad ke-2 hijriyyah.
Dari sisi morfologis, bahasa Arab terbentuk dengan berbagai perubahan-perubahan dan perkembangan, namun belum menyempurnakan susunan dan karakternya. Orang akan kesulitan membedakan antara jim, kha’, dan ha’. Kalaupun terdapat titik merupakan penyempurnaan dari Abu Aswad ad-Duali yang merumuskan nuqthah al-huruf. Sedangkan penyempurnaan huruf hidup terjadi pada masa khalil bin Ahmad al-Bashri yang memberikan harakat alif kecil di atas huruf sebagai fathah, wawu kecil sebagai dhammah, ujung ha’ sebagai sukun, kepala sin sebagai tasydid dan lain sebagainya.
C.     Argumen Wansbrough tentang Kelemahan Bahasa Arab
Kritik Wansbrough mengenai I’rab menjadi salah satu kritik tajam ketika ia menunjukkan beberapa kata yang ketika salah dalam pengungkapan vokalnya akan berimplikasi terhadap perubahan makna.إن الله بريئ من المشركين و رسوله ayat ini bermakna Allah dan rasulnya berlepas diri dari orang musyrik, namun juga karena kesalahan i’rab akan bermakna Allah melepaskan diri dari orang musyrik dan melepaskan diri dari rasulnya. Sebuah pemaknaan yang berdampak pada kesalahan fatal,
Contoh di atas menunjukkan adanya kekurangan bahasa Arab dalam memberikan penutup dan pembuka serta pembatas dan penyambung kalimat. Tanda-tanda baca seperti itu penting sebagai penentu validitras makna. Wansbrough menggarisbawahi lima unsur dari kekurangngan bahasa Arab yakni : 1) penekanan (pressing), 2) jeda, 3) konteks, 4) gestur, dan 5) retorikal faktor.
Selain kekurangan pada segi morfologi, kekurangan lain terjadi ketika al-Qur’an banyak membuang kata-kata yang difungsikan untuk meringkas pembicaraan. Seperti apa yang disampaikan Ibn Qutayba (w 276/889) yang menyatakan bahwa فَلا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ  lafadz “inna” pada ayat ini pada asalnya adalah lianna yang bermakna karena sesungguhnya. Kata tersebut disingkat dengan membuang lam ta’lil.
Selain itu, Wqansbrough juga menggunakan al-Itqan untuk mengkritik al-Qur’an dari sudutpandang umat Islam sendiri dengan menyodorkan pernyataan as-Suyuti yang menemukan adanya 25 ayat al-Qur’an yang berbeda atau bertentangan dengan kaidah bahasa Arab. Salah satu contoh yang ia uraikan adalah ayat : إن هذان لساخران. Ayat ini menunjukkan kesalahan I’rab yang seharusnya nasab dengan ya karena tasniyyah,  namun malah dibaca rafa dengan alif’.
D.    Bahasa al-Qur’an dan Dua Perannya sebagai Bahasa Stilistik dan Fungsional
Selain menunjukkan gaya bahasa abad kedua hijriyah yang lebih maju, disusun dengan rima yang indah, runtutan yang baik, dan lantunan nada yang sempurna al-Qur’an ternyata juga memiliki fungsi tertentu yang ada dibaliknya. Wansbrough menggunakan pendekatan yang biasa dipakai sebagai pendekatan kitab Taurat. Ia membagi tema al-Qur’an kedalam lima tema utama, ytakni:  haggadic, halachic, masoretic, rhetorical, dan allegorical.
1.      Haggadig merupakan al-Qur’an sebagai kitab naratif yang di dalamnya tersusun berbagai tema-tema kisah.
2.      Halachic merupakan al-Qur’an sebagai kitab yang berisi kaidah hukum yurisprudensi kanonikal.
3.      Masoretic merupakan al-Qur’an yang telah diberi tanda baca, catatan dan komentar sebagai tafsir.
4.      Rethorical merupakan al-Qur’an yang berisi tamsil atau beberapa perumpamaan-perumpamaan kata dalam menyampaikan informasi tertentu.
5.      Allegolical merupakan al-Qur’an yang berisi ayat-ayat mutasyabbih yang menyimpan makna di luar teks dan makna tekstual dikesampingkan karena bukan makna yang sebenarnya. Hal ini mirip dengan ayat mutasyabbih yang perlu penta’wilan.

Catatan dari seorang muslim :
Terlepas dari kontroversinya, kritik tajam Wansbrough dan Outsider lainnya terhadap al-Qur’an sebagai kajian Historis kritis tidak tempatnya dilawan dengan pendekatan teologis dan bagi sarjana muslim melihat perkembangan pendekatan yang dipakai Barat merupakan tantangan dan menyisakan pintu yang luas untuk ia kritisi melalui pendekatan yang sama di meja akademis, bukan secara fisik dan rasan-rasan lisan, namun melalui tulisan. Wallahu alam bi as-sawab, wallahu muwafiq ila aqwam ath-thariq
...


[1] Robert Hoyland, Epigraphy and the Linguistic Bacground to the Qur’an dalam, Gabriel Said Rynolds, “the Qur’an in Its Historical Context” . hlm. 52.

No comments:

Post a Comment