Thursday, November 19, 2015

Perjalanan Sang Imam

       Terus melangkah, seorang paruh baya demi mencari hakikat kehidupan yang sejati di semesta, jejak syari'ah di tapakinya tapi terasa tak menyentuh kedalaman inti wiji kanugerahan, akhirnya perjalanan sang berjubah itu terus berlalu merentasi dinia kalam. tapi kembali tetesan keringatnya harus diusap kembali untuk menjajaki perjalanan yang tak kenal henti, bagai Ibrahim yang tak puas ketika anggapanya dahulu bahwa Tuhan adalah bintang tapi ketika siang hilang padahal Tuhan tidak mungkin lenyap, bulan pun ternyata demikian dan terhentaklah ketika melihat sinar yang melebihi sinar keduanya, matahari. Matahari ternyata pun lenyap dimakan bumi di jagat barat, sang imam kembali mendaki sulitnya gunung filsafat yang terjal di sini seolah baru mendapat intan sang berjubah merasakan kebahagiaan yang merasuk dari kulitnya mengalir di setiap pembuluh darahnya tapi tetap ternyata hakikat belum dapat diraih secara utuh,
       ketika itu di padang pasir yang tandus seolah menemukan oase dirinya melangkah, menjejakan kakinya di butir pasir yang berkilauan memantulkan sedikit cahaya senja ke sebuah menara masjid. dalam ruangan menara masjid itu sang imam berjubah paruh baya menghabiskan  sisa hidupnya, al-Ghazali sang Hujjatul Islam
(antologi puisi) muhammad Barir
Yogyakarta, 2011

No comments:

Post a Comment