Sunday, November 1, 2015

Kerangka Berfikir Theodor Noldeke Terhadap al-Qur’an : a Response Paper






Oleh : Muhammad Barir, S.Th.I : 1420510012
Dipersembahkan kepada : Ahmad Rafiq, Ph.D.
Studi al-Qur’an dan Hadis
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yoryakarta,
2015

A.    Otentisitas al-Qur’an
Kajian serius yang dilakukan oleh sarjana Barat atas Islam dan kitab sucinya membawa cendekiawan muslim dalam sebuah persoalan yang dilematis. Persoalan yang selama ini tidak diperhatikan secara serius oleh sarjana Islam sendiri kembali diuji. Problematika ini terletak di aspek historisitas kenabian Muhamamd SAW dan otentisitas al-Qur’an, kronologi, beserta ide dasar yang membangunnya. Kedua hal tersebutlah yang selama ini menjadi sasaran empuk para orientalis yang memulai pandangannya melalui kajian historis.
Orientalis beranggapan, sebagai sebuah teks tertulis, mushaf al-Qur’an tentunya memiliki rujukan atau sumber-sumber asal yang membangun konsep di dalamnya. Berangkat dari pertanyaan tersebutlah muncul nama Taurat (Yahudi) dan Injil (Kristen) yang diasumsikan merupakan sumber rujukan al-Qur’an. Tuduhan ini bukan tanpa alasan. Di antara cabang yang menjadi tema pokok al-Qur’an berupa konsep eskatologis, kisah-kisah, dan hukum yurisprudensi dinilai sangat mirip bahkan sama persis dalam bebrapa term tertentu dengan konsep yang sebelumnya telah terpakai dalam kitab Yahudi. Hal yang sama juga dilakukan oleh Abraham Geiger selain tokoh Jerman abad ke-19, Theodor Noldeke.
Mengenai persoalan sumber rujukan al-Qur’an, Nabi Muhammad dianggap merupakan sosok sentral yang berperan dalam merangkum ajaran kitab terdahulu, menyaringnya, dan merekonstruksi ulang sebelum diproklamirkan sebagai suara Tuhan. Status kenabian menjadi gelar yang melegitimasi dan memberikan otoritas Nabi Muhammad untuk menyatakan bahwa konsep yang dibawanya adalah wahyu yang orisinil berasal dari Tuhan. Dengan hak prerogatif ini, umat Islam kemudian melupakan kesempatan untuk bertanya darimana sumber rujukan al-Qur’an berasal dan secara taken for granted mengamini bahwa al-Qur’am merupakan Kalam Tuhan. Secara otomatis, dengan demikian umat Islam telah menghilangkan sisi historisitas al-Qur’an.
Sedangkan, dari sisi lain, para outsider memahami hal ini sebagai sebuah penyimpangan. Islam dianggap sebagai bid’ah dari Yahudi. Islam hanya sebuah derivasi konsep-konsep Yahudi dan al-Qur’an adalah bentuk konspirasi Muhammad. Sosok yang memiliki intelektualitas tinggi. Penyandangan Muhammad SAW dengan julukan Ummy sering disalah pahami, bahkan secara mayoritas. Term ummy bukan merupakan lawan dari buta huruf, namun setelah menelusuri berabagai literature Arab, Noldeke menyimpulkan bahwa kata tersebut merupakan lawan dari Ahl Kitab yang memiliki arti “buta atau tidak mengenal Kitab terdahulu”. Hal tersebut juga disiratkan dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 48.
Kecurigaan bahwa Muhammad SAW mengadopsi ajaran Yahudi dari konsep teologis hingga tatra cara liturgi, dapat dilihat dari lingkungan kehidupan nabi. Nabi pernah hidup berdampingan dengan pemuka nasrani. Pertama adalah Waraqah bin Naufal yang merupakan sepupu Khadijah yang bersama Nabi selama 15 tahun sebelum diutusnya Muhamamd. Kedua adalah sosok Buhairah yang bertemu saat Nabi bersama Abu Thalib (pamannya) pergi berdagang ke Syam.
Salah satu contoh yang diberikan oleh Noldeke adalah lafaz syahadat yang mengadopsi kitab Samoel II: 32,22 : Mazmur 18, 32. Selain itu, pembuka basmalah yang dibaca dalam setiap melakukan sesuatu juga diyakininya merupakan adopsi dari kebiasaan orang Yahudi. Selain itu term furqon yang difahami oleh Yahudi sebagai penebusan (redemption) juga diadopsi dan disalah artikan. Noldeke menyatakan bahwa Nabi Muhammad salah mengadopsi kisah Haman yang dianggap sebagai menteri Firaun. Padahal Hamman adalah menteri dari Ahasuerus.

B.     Pandangan Geoiger tentang Strategi politis Muhammad SAW
Jika meruntut sejarah keilmuan al-Qur’an, Abid al-Jabiri dalam Madkhal Ila al-Qur’an juga memberikan komentar bahwa ke-ummi-an Nabi Muhammad mengarahkan kepada makna ketidaktahuan tentang kitab klasik atau lebih tepat diistilahkan “tidak pernah membaca” kitab Taurat dan Injil. Hanya saja, Theodor Noldeke menyertakan kritikan bahwa meski tidak pernah membaca kitab klasik, namun Nabi mencoba memaksakan pencantuman konsep Yahudi. Konsekwensi dari hal ini adalah kesalahan beberapa konsep.
Meski secara tajam mengkritisi al-Qur’an, pernyataan Theodor Noldeke bukan tanpa celah. Pandangan Noldeke terhadap konsep Nasikh dan Mansukh dalam al’Qur’an terkesan terlalu sempit. Ia beranggapan bahwa Nasihk dan Mansukh merupakan ketidak konsistenan alur berfikir Nabi Muhammad. Sebaliknya, Nasikh Mansukh merupakan kecerdikan politis Nabi Muhammad dalam meraih hati masyarakat Arab. seiring berlakunya Nasikh dan Mansukh secara tidak langsung berlaku pula tahapan dalam merubah pola budaya dalam transmisi tradisi bangsa Arab. Seperti upaya Nabi dalam menghapus tradisi mabuk-mabukan. Gambaran strategi politis Muhammad dalam menggenggam hati masyarakat Arab bisa digambarkan dalam tiga tahapan berikut:

Tahap I,
legalisasi –
menunjukkan dampak positif dan negatif dari arak (al-baqarah: 219).


 
Tahap II,
reduksi -
minum arak dilarang ketika mau melaksanakan shalat (an-Nisa’: 4).



 
Tahap III,
Insersi –
tradisi anti arak disisipkan dalam tradisi Arab (al-Maidah: 5).


   

bentuk baru – Islam menciptakan tradisi baru

Contoh di atas tidak menunjukkan penghapusan ayat terhadap ayat yang lain, namun penghapusan hokum terhadap hokum yang terkandung pada ayat lain. Seolah hukum ayat pertama dihapus oleh hukum ayat kedua, dan huklum ayat kedua dihapus oleh hukum ayat pertama. Sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian. Perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada suatu penghapusan. Kapanpun strategi ini diperlukan, maka ayat ini akan memberikan konsep strategi dalam transmisi kebudayaan yang meliputi legalisasi, reduksi, insersi, dan akhirnya menciptakan wujud baru dari tradisi. Pertama Nabi seolah melegalkan minum arak. Kedua nabi membatasi tradisi minum arak dengan mengecualikan saat menjelang solat. Ketiga, Nabi memasukkan pelarangan secara total.
.
 

No comments:

Post a Comment