ILMU GHARIB AL HADIS
Oleh : Muhammad Barir (10530072)
A. Definisi
Pada dasarnya ilmu Ghorib al-Hadis ialah ilmu yang membahas Hadis Gharib yakni Hadis yang lafal-lafalnya sulit dikenal dan difahami. Dari sini telah dapat dicerna bahwa Ilmu Ghorib al-Hadis merupakan ilmu yang menjadi kunci dalam mengetahui dan memahami berbagai kosakata peredaksian Hadis yang dianggap sulit.
B. Sejarah Ghorib al Hadis
Ilmu Ghorib al-Hadis tidaklah Ilmu yang muncul semenjak awal Islam namun bukan berarti tdak ada hadis yang dinilai Gharib, kalaupun ada Hadis bukanlah sesuatu yang rumit dikalangan Shohabat pada masa awal Islam. Hal tersebut dikarenakan dua hal:
1. merupakan karunia Allah yang menurunkan Islam di suatu bangsa yang sangat menja kazanah kebahasaan yang dianggap sabagai nilai budaya tertinggi.
2. Berbagai ketidak tahuan mengenai suatu kosa kata dan kesulitan menagkap makna akan langsung ditanyakan pada Rosulullah SAW.
Ilmu Ini muncul pertamakali ialah pada sekitar akhir abad kedua dan awal abad ketiga Hijriyah oleh abu Ubaidah (w 210 H). Ilmu ini muncul karena sebagai respon atas kegelisahan ulama sebagai mana Imam Ahmad yang ketika ditanya tentang suatu lafal yang Gharib lalu ia berkata “tanyakanlah hal tersebut pada orang yang lebih mengetahui tentang Gharib al-Hadis karena aku tidak lah senang berkata tentang Sabda Rosulullah SAW dengan dugaan semata lalu aku salah. Dari sini Ghorib al-Hadis menjadi permasalahan sendiri dibidang hadis yang menuntut untuk dilakukan pembahasan khusus mengenainya mengingat pentingnya ilmu ini dalam mengungkap isi kandungan Hadis.
C. Tokoh dan Karya
Seiring dengan berkembangnya Syarh al-Hadis maka proses pensyarahan yang notabene membutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai segi kebahasaan, sangat membutuhkan Ilmu yang komprehansif dalam mengungkap problema redaksi hadis yang dianggap asing, dan karena keurgensian hal ini, banyak ulama tertarik untuk meluangkan waktu dan mencurahkan pikiranya guna menyusun kitab-kitab yang spesifik membahas ilmu Ghorib al-Hadis diantaranya ialah:
1. Abu Ubaid al-Qosim bin Salam (w. 224 H) ia menyusun kitab Ghorib al-Hadis dengan mencurahkan keringat selama 40 tahun.
2. Abu Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna (w. 210 H) ia menyusun suatu kitab kecil yang mengulas tentang Hadis ghorib. Hadirnya kitab ini menjadikanya karya pertama yang membahas secara spesifik ilmu Ghorib.
3. Imam Ibn Atsir Majduddin Abu Sa’adad al Mubarrok bin Muhammad Al-Jazari (w. 606 H) ia menyusun suatu kitab yang ia namai al-Nihayah dimana kitab ini merupakan kitab yang pertamakali disusun dengan sistematika yang rapi dengan mencoba meletakkan berbagai keterangan dalam kitab-kitab sebelumnya yang masih berserakan.
D. Urgensi
1. Ilmu ini penting sebagai pedoman pensyarahan hadis yang membutuhkan pemahaman kosakata.
2. Sesuai dengan fungsinya dengan ilmu ini bagi tiap orang yang belajar hadis akan memiliki pedoman acuan ketika menenukan kosakata yang sulit untuk difahami.
3. Melindungi keotentikan hadis, dalam perkembanganya tentunya jalur sanad yang menjadi alur hadis banyak dimungkinkan akan mengalami berbagai pereduksian dan perubahan. Sedangkan aspek yang banyak mengalami pergeseran tersebut kebanyakan berada dalam kata yang diperdebatkan maknanya, hal ini menjadikan hadis ghorib menjadi hadis yang sangat mungkin mengalaminya sehingga hal ini menjelaskan tentang pentingnya ilmu Ghorib al-Hadis.
E. Contoh Hadis Gharib
1. Hadis tentang kesunnahan mandi jum’ah
من إغتسل يوم الجمعة غسل الجنا بة ثم راح فكأنما قرّب البدنة
“Barang siapa mandi pada hari jum’ah seperti mandi janabah, kemudian ia berangkat (untuk sholat jum’ah) maka seakan-akan ia berkorban dengan seekor unta.”
Lafal badanah berarti unta atau sapi, namun ulama’ lebih memilih makna unta karena menimbang keterangan dalam hadis lain.
2. Hadis berkenaan dengan cara sholat bagi orang yang sakit
صلّ قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب
“Sholatlah dengan berdiri!, jika tidak mampu, maka sholatlah dengan duduk!, dan jika tidak mampu, maka sholatlah sambil berbaring di atas lambungmu (miring) (HR. al-Bukhori dan lainya)”
Lafat ‘ala janbin pada hadis di atas ditafsirkan dalam hadis Ali yang menerangkan tentang posisi lambung yang diambil ialah yang sebelah kanan dengan wajah menghadap kearah kiblat.
DAFTAR PUSTAKA
al-Khatib,‘Ajaj. Ushul al-Hadits, Terj. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Nuruddin, Ulumul Hdis, Terj. Mujiyo, Bandung: Rosda Karya, 2012.
No comments:
Post a Comment