Prof. Dr. Suryadi, M.Ag
Oleh :
MUHAMMAD BARIR,
S.Th.I
YOGYAKARTA
2014
A.
Latar Belakang
Apa yang
dicapai oleh ahli h}adis kontemporer tidak dapat
terlepas dari peran ulama klasik yang membangun fondasi ilmu ini. Banyak tokoh
yang berjasa seperti Naisabu>ri>, Romahurmuzi dan lain sebagainya termasuk juga tokoh yang mewarnai
abad ke VI hijriyah yakni Ibn S{ala>h}. Mengkaji kembali sosok-sosok tersebut tidak hanya akan memperkuat
tradisi (turos|) kajian hadis namun juga sangat bermanfaat dalam memberikan
pandangan tentang alur perkembangan hadis dari masa-ke masa.
Saat ini,
kajian ‘Ulu>m al-H{adi>s| kian hari-kian berkurang terutama
bagi kalangan sarjana Muslim Indonesia. Dalam beberapa hal, Orientalis dalam
beberapa aspek dapat dikatakan lebih memiliki keprihatinan terhadap kajian ilmu
tersebut dibanding dengan orang Islam sendiri—katakanalah seperti G.H.A.
Juynboll, Joseph Schacht, dan Harald Motzki—. Keprihatinan dan keseriusan Barat
tersebut dapat tercermin dari berbagai pengembangan yang coba terus
ditingkatkan baik dalam dunia akademis hingga dunia teknologi.
Tulisan ini
merupakan sedikit upaya untuk merangsang kembali pembahasan kerangka awal
diletakkanya ilmu hadis dengan menengok semangat ulama’ terdahulu dalam meletakkan
dasar-dasar metodologi kajian ilmu hadis. Hal ini perlu dilakukan untuk kembali
memberikan stimulus terhadap sarjana muslim untuk terbangun dan mulai mengejar
tradisi keilmuan komprehensif Barat yang juga mempelajari Hadis mulai dari masa
awal kodifikasi tidak hanya dari sisi normatif, namun juga dari sisi historis
tentang pengarang, konteks sosial, dan kondisi politik dan lain sebagainya yang
mempengaruhi penulisan dan pegembangan ilmu hadis.
Ada tiga aspek
yang penulis anggap cukup mewakili dalam mengkaji sosok Ibn S{a>lah
dan keilmuannya pada kesempatan kali ini, pertama adalah lingkungan yang
membangun keilmuan Ibn S{a>lah{ yang dapat dilihat dari biografi beliau,
karya beliau, dan pemikiran-pemikiran yang muncul dalam kitab karya beliau. Untuk lebih jauh mengungkap pemikiran dan peran Ibn S{a>lah{ maka berikut merupakan bebrapa rumusan masalah yang muncul sebagai
kerangka acuan pada tulisan sederhana ini:
1.
Bagaimana Biografi Ibn S{a>lah{?
2.
Bagaimana deskripsi kitab karya Ibn
S{a>lah{?
3.
Bagaimana pemikiran Ibn S{a>lah{ yang tertuang dalam karyanya?
B.
Biografi Ibn S{a>lah{
Nama lengkap
beliau adalah Us|ma>n
bin Abd ar-Rah{ma>n
bin Us|ma>n
bin S{ala>h
ad-Di>n bin Taqiyy ad-Di>n bin Abu> ‘Amr al-Kurdi asy-Syahrazu>ri an-Nas{ri asy-Syarkha>ni
al-Faqi>h asy-Sya>fi’i.
Meski sedemikian panjang nama kuniahnya, akan tetapi beliau lebih dikenal
dengan panggilan Ibn S{a>lah{.[1]
Selain dengan nama tersebut, beliau juga kerap dipanggil dengan nama Taqiy
ad-Di>n dan Abu>
‘Amr.[2]
Ibn S{a>lah{ lahir di Syarkha>n
pada tahun 577 H. yang bertepatan dengan tahun 1181 M[3]
sebagaimana tertera pada halaman sampul kitab Muqaddimah Fi ‘Ulu>m al-H{adi>s|, namun dalam beberapa keterangan, tahun lahir
beliau juga diperkirakan ialah pada tahun 557 H atau 1161 M.[4]
Mengenai tempat kelahiran di atas, Syarkha>n merupakan
wilayah kota Arbil, salah satu kota besar di negeri Irak bagian utara yang
didominasi oleh suku Kurdi. Tepatnya di desa Shahrazur. Nama desa inilah
nantinya turut menjadi nama belakang Ibn S{a>lah.
Ibn S{a>lah{ hidup dan besar ialah berada di tengah keluarga yang sangat
berpegang teguh pada Islam. Ia mempelajari banyak ilmu tradisi islam adalah
dari ayah kandungnya yang bernama Abdur Rahman yang merupakan ulama pada
masanya. Selain belajar pada ayahandanya Ibn S{a>lah{ juga belajar pada beberapa ulama lain yakni:
a)
Abi> al-Mud{affar bin Sam’a>ni
b)
‘Abd
as-Samad
c)
Maufiq
ad-Di>n al-Muqaddasi
d)
Ibn
‘Asa>kir
Merasa apa yang
ia pelajari di daerahnya telah cukup, Ibn S{a>lah{ kemudian memutuskan untuk merantau menuju Baghdad untuk melanjutkan kisah
perjalanan pencarian Ilmunya. Ia juga terus berjalan menyusuri daerah-daerah
melalui berbagai Negara sebagaimana perjalanan beliau ke Nisabur, Damaskus,
Haran, Bait al-Maqds, sampai pada akhirnya kembali ke Damaskus dan begitulah
perjalanan pencarian ilmu yang mengambarkan sosok yang haus akan pencerahan.
Namun di tempat yang disebutkan terakhirlah menjadi tempat pilihan Ibn S{a>lah{ untuk hidup menetap dalam menjalani sisa-sisa masa hidup
berikutnya.[5]
Beliau meninggal ialah pada tanggal 25 Rabi>’ al-A>khir
di Damaskus tahun 643 atau 1245 M sebagai seoranfg polymath yang ahli dibidang
h{adis, fikih, us{u>l
fikih, nah{wu dan beberapa cabang ilmu lain.[6]
Karya-karya Ibn
S{a>lah{
Beliau banyak
mengarang berbagai kitab dalam bidang-bidang tertentu. Salah satu karyanya
adalah bentuk syarah terhadap karya al-Gazali yang beliau namakan Ta’li>qah ‘ala Syarh{ al-Wasa>’il.[7]
a)
Adab
al-Mufti wa al-Mustafti
b)
Ta’li>qah ‘ala Syarh{ al-Wasa>’il
c)
Ar-Rih{lah asy-Syarqiyyah
d)
S{ilah an-Na>sik
fi> S{ifah al-Mana>sik
e)
Fawa>’id ar-Rih{lah
f)
Kita>b fi> Us{u>l
al-H{adi>s|
g)
Al-fata>wa
i)
Ma’rifah al-Mu’talif wa al-Mukhtalif fi ar-Rija>l
j)
T{abaqah ay-Sya>fi’i
k)
Muqaddimah fi ulu>m al-H{adi>s| dll.
C.
Deskripsi Kitab Muqaddimah Fi ‘Ulu>m al-H{adi>s|
Nama kitab Ibn
S{a>lah{ adalah Muqaddimah Fi> ‘Ulu>m
al-H{adi>s| salain nama tersebut, kitab
ini juga dikenal dengan Muqaddimah Ibn S{a>lah{ dan Ma’rifah fi> ‘Ulu>m al-H{adi>s|. kitab ini
ditah{qi>q
oleh Nuruddin Itr dan pernah juga disyarah oleh Syaikh Burhanuddin dalam kitab
sya>z| al-Fayya>h{ min Ulu>m Ibn Sala>h{. Beliau berkomentar bahwa kitab tersebut merupakan kitab terbaik pala
bidangnya.[9]
Sistematika kitab
Muqaddimah Fi ‘Ulu>m
al-H{adi>s| cukup menggambarkan ketelitian dan upaya pengarangnya dalam
menyusun kitab hadis sebaik mungkin. Beliau tidak kurang telah mengambil 65
topik[10]
untuk diulas lebih lanjut dan masing-masing topik dibahas dengan cukup rinci.
Topik-topik ini mulai dari teori sanad hadis yang bersifat metodologis hingga
biografi rijal al-hadis yang bersifat historis.
D.
Meninjau Pemikiran Ibn S{a>lah dalam Kitab Muqaddimah Fi ‘Ulu>m al-H{adi>s|
Ibn S{a>lah
dalam kitab beliau telah mencantumka beberapa teori tentang hadis baik yang
berkenaan dengan criteria shahih, hasan, dan beberapa teori lainnya. Dalam
tahap ini penulis mencoba mengungkap salah satu teori tersebut untuk dipaparkan
lebih jauh dalam makalah ini. Penulis menganggap teori ‘I’tiba>r as-Sanad mungkin cukup
mewakili sebagai kajian pada kesempatan kali ini untuk didiskusikan lebih
lanjut. Hal yang perlu menjadi catatan adalah bahwa penulis hanya membahas
topik ini dalam perspektif ibn Shalah. Penulis
berasumsi bahwa dengan melakukan kajian pada tema ini nantinya akan dapat
memunculkan konsep ‘I’tiba>r as-Sanad versi Ibn
Shalah mengingat banyaknya versi yang lain.
Keyword: ‘I’tiba>r as-Sanad, muttabi’, dan
syawa>hid.
Menurut Ibn S{a>lah,
membahas ‘I’tiba>r as-Sanad tidak bisa
dilepaskan dari mambahas muttabi’ dan syawa>hid. Berikut akan
dibahas satu-satu secara berurutan tentang ketiga term tersebut:[11]
1.
‘I’tiba>r as-Sanad
Ibn S{a>lah membuka
pembahasan mengenai ‘I’tiba>r as-Sanad melalui dua
pertanyaan. Dua pertanyaan tersebut kurang lebih dapat difahami sebagai
berikut:
“apakah sebuah hadis yang hanya memiliki satu jalur itu memang
memiliki satu jalur? Ataukah hadis tersebut sebenarnya memiiki jalur lain hanya
saja belum diketahui?”[12]
Dari pertanyaan inilah, terlihat jelas bahwa fungsi dari ‘I’tiba>r as-Sanad adalah untuk
mengetahui jalur lain dari hadis yang hanya memiliki satu sanad untuk
mendapatkan dukungan dari rowi-rowi pada jalur lain sehingga dapat mengangkat
derajat sanad hadis tersebut. ‘I’tiba>r as-Sanad sendiri
didefinisikan oleh Ibn S{a>lah
sebagaimana contoh yang beliau berikan adalah sebuah upaya mencari jalur lain
ditingkat mulai dari mukharrij hingga sahabat.
2.
muttabi’
muttabi’ dibagi dua, yakni muttabi’ tam dan muttabi’ qasirmuttabi’
tam merupakan jalur lain yang dimiliki oleh sebuah hadis yang memiliki
persamaan jalur persis di atas rowi pertama (guru rawi pertama). Sedangkan
jalur lain ditingkat yang memiliki kesamaan lebih jauh dari guru rawi pertama
adalah muttabi’ atau syahid.[13]
3.
syawa>hid.
Ibn salah
menjelaskan bahwa syawa>hid setiap riwayat
bil ma’na pada jalur lain di atas rawi kedua termasuk pula jalur lain yang
meriwayatkan hadis secara ma’nawi dan tidak secara lafz{i.
Hal lain yang
perlu diperhatikan dalam memahami kerangka I’tibar Ibn Shalah adalah
dengan memperhatikan riwayat lafz{i dan maknawi. Riwayat lafz{i adalah
periwayatan matan dengn teks yang sama persis dengan matan hadis pada jalur
pertama. Sedangkan riwayat maknawi adalah periwayatan matan namun dengan teks
yang berbeda.
Jika digambarkan dalam bentuk tabel, berikut akan diketahui tentang
Kerangka ‘I’tiba>r as-Sanad Ibn Shalah:[14]
Sufyan bin ‘uyainah
|
Muttabi’ tam
Namun juga merupakan syahid karena
diriwayatkan secara maknawi
|
Jalur Pertama
|
Muttabi’ Qasir dengan jalur
pertama
|
Amr bin dinar
|
Atho’ bin Abi Rabbah
|
Ibn Abbas
|
dari sketsa I’tiba>r
Ibn S{ala>h ini, terlihat bahwa sanad sya>hid
tidak ditentukan berdasarkan perbedaan jalur lain dari tingkat sahabat,
namun ditentukan oleh riwayat bil makna atau bi al-Lafz{i. Hal ini berbeda dengan sketsa ulama
kontemporer pada umumnya.
|
Syahid
Karena riwayat secara bil ma’na
|
Abdurrahman bin Wailah
|
Usamah bin Zaid
|
Ibn Juraij
|
NABI
|
perbandingan dengan kerangka aja>j al-Khatib[15]
nabi
|
D
|
C
|
E
|
I
|
H
|
N
|
M
Riwayat Ma’nawi
|
P
|
O
|
Syahid maknawi
|
Syahid lafzi
|
Menurut Ibn Shalah, Syahid Lafzi
bisa dikatakan sebagai muttabi’ qashir
|
Hadis pertama
|
Muttabi Tam
|
Muttabi Qashir
|
Menurut Ibn Shalah
Muttabi’ qasir bisa dikatakan
syahid bila periwayatannya secara makna
Sedangkan a’jaz al-ulama
kontemporer seperti Khattib Telah Memisahkan antara muttabi’ dan syahid
|
L
|
K
|
J
|
F
|
B
|
A
|
G
|
Perbandingan
Aplikasi I’tibar Hadis Ibn Shalah dengan Ajaj al-Khatib:
Darimi
No. 375[16]
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ بُرْدِ بْنِ سِنَانٍ
أَبِي الْعَلَاءِ عَنْ مَكْحُولٍ قَالَ مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ
السُّفَهَاءَ وَلِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ بِهِ
وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
“Telah mengabarkan kepada kami
Muhammad bin Yusuf dari Sufyan dari Burd bin Sinan Abu Al 'Ala` dari Makhul
berkata: "Barang siapa mencari ilmu sekedar untuk meremehkan orang-orang
orang bodoh, untuk menandingi para ulama dan untuk mencari muka manusia, dia
masuk neraka jahannam".
Nabi }Makhul }Burd bin Sinan Abu Al 'Ala` } Sufyan }Muhammad bin Yusuf }Darimi
Darimi No. 369[17]
أَخْبَرَنَا يَحْيَى
بْنُ بِسْطَامَ عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمْزَةَ حَدَّثَنِي النُّعْمَانُ
عَنْ مَكْحُولٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ
بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يُرِيدُ أَنْ يُقْبِلَ بِوُجُوهِ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ
اللَّهُ جَهَنَّمَ
Telah
mengabarkan kepada kami Yahya bin Bitsham dari Yahya bin Hamzah
telah menceritakan kepada kami An Nu'man dari Makhul ia berkata:
"Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Barangsiapa mencari
ilmu untuk menandingi para ulama, atau meremehkan orang-orang bodoh dan untuk
mencari muka manusia (mendapat perhatian), Allah memasukkannya ke neraka
jahannam'
".
Nabi } Makhul } An-Nu'man } Yahya bin Hamzah } Yahya bin Bitsham } Darimi
Sunan
Ibn Majjah No. 249[18]
حَدَّثَنَا
هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
حَدَّثَنَا أَبُو كَرِبٍ الْأَزْدِيُّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ طَلَبَ
الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ
الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ
Telah
menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar berkata, telah menceritakan
kepada kami Hammad bin Abdurrahman berkata, telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib Al 'Azdi dari Nafi' dari Ibnu Umar dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa menuntut
ilmu untuk meremehkan orang-orang bodoh, atau untuk mendebat para ulama, atau
untuk menarik perhatian manusia, maka ia akan masuk ke dalam neraka."
Nabi
} Ibnu Umar } Nafi' } Abu Kuraib Al ‘azdi } Hammad bin Abdurrahman } Hisyam bin 'Ammar } Ibn Majjah
Sunan Ibn Majjah No. 256[19]
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ أَنْبَأَنَا وَهْبُ بْنُ إِسْمَعِيلَ
الْأَسَدِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ جَدِّهِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ
الْعُلَمَاءَ وَيُجَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ وَيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ
النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ جَهَنَّمَ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma'il berkata, telah
memberitakan kepada kami Wahb bin Isma'il Al Asadi berkata, telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Sa'id Al Maqburi dari Kakeknya
dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa mempelajari ilmu untuk mendebat ulama, merendahkan
orang-orang bodoh serta memalingkan perhatian manusia kepadanya, maka Allah
akan memasukkannya ke dalam jahannam."
Nabi } Abu Hurairah } Abu Said } Abdullah bin Said } Wahb bin Ismail } Muhammad bin Ismail
al-Asadi } Ibn Majjah
Darimi
|
مَنْ طَلَبَ
الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ وَلِيُبَاهِيَ بِهِ
الْعُلَمَاءَ
.I
|
مَنْ طَلَبَ
الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ
بِهِ الْعُلَمَاءَ .III
|
Nabi
|
makhul
|
Burd bin Sinan
|
An-Nu’man
|
sufyan
|
Yahya bin hamzah
|
Muhammad
bin Yusuf
|
Yahya
bin bisham
|
Ibn Umar
|
Abu hurairah
|
Nafi’
|
Abu Said
|
Abdullah bin Said
|
Abu Khuraib
|
Hisyam bin Ammar
|
Muhammad bin Ismail
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
Muttabi’
|
Syahid
Lafzi
|
Ibn
Salah
|
Ajaj
al-Khatib
|
Syahid
karna bil ma’na/muttabi’ karena perbedaan redaksi tidak terlalu jauh
|
Syahid
ma’nawi
|
Muttabi’
|
Muttabi’
|
مَنْ
تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ وَيُجَارِيَ بِهِ
السُّفَهَاءَ .IV
|
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ
لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ .II
|
Ibn Majah
|
E.
Kesimpulan
1.
Melihat
biografi Ibn S{ala>h{, beliau bisa dikatakan merupakan salah satu Ahli h{adi>s
yang cukup memberikan pengaruh pada abad ke enam Hijriyah terutama di wilayah
Damaskus.
2.
Karya
beliau “muqaddimah fi> ulu>m al-H{adi>s|” yang berisi 65 topik merupakan kitab yang berisi teori tentang
hadis-hadis yang memberikan dasar pada karya setelahnya.
3.
Pemikiran-pemikiran
teoritis beliau terutama tentang I’tiba>r bisa
digambarkan melalui tiga aspek berikut:
a)
Jika
melihat kerangka Ibnu Sala>h,
I’tibar mengacu pada aspek lafz{{i dan maknawi matan. Hal ini berbeda dengan teori I’tiba>r ulama setelah
beliau seperti aja>j
al-Khatib yang membedakan antara sya>hid dengan muttabi’
berdasarkan jalur sanad.
b)
Fungsi
dari I’tiba>r adalah sebagai
upaya mencari kwalitas sanad lain dalam mendukung sanad yang ditemukan terlebih
dahulu. Selain itu proses I’tiba>r dikembangkan
oleh ahli hadis setelahnya dengan membuat gambar kerangka sehingga fungsi
itibar juga dapat memperjelas alur perjalanan riwayat hadis.
c)
Upaya
yang dilakukan oleh Ibn S{ala>h{ pada priodenya sangat memberikan manfaat kepada kajian hadis
setelahnya meski tidak menafikan peran ulama sebelumnya dalam membantu Ibn S{ala>h{ memahami I’tiba>r.
F.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Abdullah
bin. “Sunan ad-Darimi”, dalam CD Lidwa
Pustaka, 2010.
ad-Dimasyqi, ‘Umar bin Rid{a. mu’jam al-Mu’allifi>njuz VI (Beirut:
Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi ).
al-Khattib, A’jaj. Usu>l al-Hadi>s (Daar al-Fikr,
1971), hlm. 366.
Ami>n,
Isma’il bin Muhammad. Hadiyyah al-‘A>rifi>n
asma>’a al-Mu’allifi>n wa wa as|a>r
al-Musannifi>n juz I (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi, 1951).
Hulaifah, Haji. Kasyf az{-Z{unu>n ‘an asa>m al-Kutub wa al-Funu>n (Bagdad:
Maktabah al-Masna, 1941), hlm. 1162.
Mausu>’ah
al-Arabiyyah al-‘Alamiyyah dalam CD
Maktabah Syamilah 3.61, 2013.
Shalah, Ibn. Ulu>m al-H{adi>s|.
Yazid, Abu Abdullah Muhammad bin. “Sunan Ibn Majjah”, dalam CD
Lidwa Pustaka, 2010.
[1] Isma’il bin
Muhammad Ami>n, Hadiyyah
al-‘A>rifi>n asma>’a al-Mu’allifi>n wa wa as|a>r al-Musannifi>n juz I (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi,
1951), hlm. 654.
[2]
‘Umar bin Rid{a ad-Dimasyqi, mu’jam
al-Mu’allifi>njuz VI (Beirut:
Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi ),
hlm. 257.
[3] Isma’il bin
Muhammad Ami>n, Hadiyyah
al-‘A>rifi>n asma>’a al-Mu’allifi>n wa wa as|a>r al-Musannifi>n juz I (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi,
1951), hlm. 654.
[6]
Umar bin Rid{a ad-Dimasyqi, mu’jam
al-Mu’allifi>njuz VI (Beirut:
Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi ),
hlm. 257.
[7] Isma’il bin
Muhammad Ami>n, Hadiyyah
al-‘A>rifi>n asma>’a al-Mu’allifi>n wa wa as|a>r al-Musannifi>n juz I (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ tura>s| al-‘Arabi,
1951), hlm. 654.
[8] Isma’il bin
Muhammad Ami>n, Hadiyyah
al-‘A>rifi>n asma>’a al-Mu’allifi>n wa wa as|a>r al-Musannifi>n juz …, hlm. 654.
[9]
Haji Hulaifah, Kasyf
az{-Z{unu>n ‘an asa>m al-Kutub wa
al-Funu>n
(Bagdad:
Maktabah al-Masna, 1941), hlm. 1162.
[13]
Term-term
yang digunakan oleh Ibn Salah ini
sedikit berbeda dengan term yang dipakai oleh ulama saat ini yang membagi
muttabi’ tam, muttabi’ qasir, dan syahid lafzi dan ma’nawi. Menurut Ibn Shalah,
muttabi’ qasir juga merupakan syahid. Beberapa ulama ahli hadis biasanya
memisahkan antara tabi’ dengan syahid. Seperti a’jaj al-Khatib.
[16] Abdullah bin
Abdurrahman, “Sunan ad-Darimi”, hadis No. 375 dalam CD Lidwa Pustaka, 2010.
[17]
Abdullah bin
Abdurrahman, “Sunan ad-Darimi”, hadis No. 369 dalam CD Lidwa Pustaka, 2010.
[18]
Abu Abdullah
Muhammad bin Yazid, “Sunan Ibn Majjah”, hadis No. 249 dalam CD Lidwa Pustaka,
2010.
[19]
Abu Abdullah
Muhammad bin Yazid, “Sunan Ibn Majjah”, hadis No. 256 dalam CD Lidwa Pustaka,
2010.
No comments:
Post a Comment