Dipersembahkan kepada :
:
Prof. Dr. Dudung Abdurrahman, M.Hum
Oleh :
MUHAMMAD BARIR,
S.Th.I
YOGYAKARTA
2014
A.
Pendahuluan
Ada dua sekmentasi dakwah yang dilakukan oleh nabi, pertama adalah
dakwah dekonstruksionis yang dilakukan di makkah dan dakwah rekonstruksionis
sebagaimana yang dilakukan di Yatsrib atau Madinah. Memperbincangkan sosok
Muhammad SAW merupakan hal yang tidak ada habisnya. Begitu luas dan beragamnya
tulisan para sejarawan baik Timur maupun Barat juga belum bisa dikatakan final
dalam mengupas sosok Nabi terakhir ini. Kepribadiannya yang memiliki dua sisi
sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa memunculkan diskusi lebih panjang lagi.
Beberapa tokoh sangat sensitif dan terkesan bernada sinis dalam memahami sosok
tersebut, sedangkan beberapa tokoh lainnya sangat simpatik bahkan di antaranya
sangat antusias dalam mengungkapkan nilai-nilai positif dakwah Muhammad SAW.
Menurut Arnold Toynbee, seorang Professor sejarah University of
London, di luar kegemilangannya dalam mereformasi bangsa Arab, keberhasilan
Muhammad SAW dalam membangun masyarakat Islam tidak terlepas dari cara
kekerasan melalui peperangan dan pajak yang dipaksakan kepada pemeluk Yahudi.[1] Argument
Toynbee ini kemudian dikritik oleh orientalis lainnya seperti Karen Armstrong
yang menyatakan bahwa banyak orang telah gagal memahami sosok Muhammad SAW yang
reformis dan visioner.[2]
Namun Armstrong bukannya membela seratus persen sosok Muhammad, ia lebih
memposisikan dirinya sebagai peneliti objekti. Ia pun tidak lepas dari krritik
Oksidentalis tentang argumennya yang terburu-buru dalam memahami sosok Muhammad
SAW dalam perspektif sejarah.[3]
Di luar perdebatan dua tokoh tersebut, muncul hal yang menarik
ketika seorang non-Muslim yang merupakan Guru Besar di perguruan tinggi
Maryland, America melakukan penelitian tokoh dunia dengan merangkai klasifikasi
dari 100 tokoh terbaik dan paling berpengaruh sepanjang sejarah. Setelah
merangkum biografi tokoh dari berbagai belahan dunia dan dari masa ke masa, ia
memposisikan Muhammad SAW sebagai sosok yang menempati pemuncak klasifikasi,
bahkan pengaruh Muhammad SAW dinilai lebih kuat jika dibandingkan dengan nabi
Isa (Jesus) yang menempati posisi ke tiga setelah Isaac Newton.[4]
Hal ini tentu di luar dugaan. Banyak hal yang perlu digali lebih lanjut.
Beberapa poin penting dari sosok Muhammad SAW termasuk ide visionernya juga
dapat dijadikan acuan dalam kehidupan saat ini.
Tulisan ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan pendalaman
studi tentang sosok Muhamamd SAW dalam perspektif sejarah terutama peran beliau
dalam peletakan dasar peradaban Islam. Berangkat dari hal di atas, terdapat
beberapa poin yang menjadi kerangka studi lanjutan dalam mencermati sosok
Muhammad. Beberapa poin tersebut sebagaimana tercermin dari rumusan masalah di
bawah ini:
1.
Bagaimana
konteks Bangsa Arab yang menjadi lingkungan hidup Muhamamd SAW?
2.
Bagaimana
sosok Muhamamd SAW sebagai seorang Nabi dan sebagai manusia ‘Arab (orang arab)?
3.
Bagaimana
proses peletakan dasar peradaban Islam yang dibangun oleh Muhammad SAW?
B.
Konteks Bangsa Arab Pra-Islam
1.
Kondisi
Geografis Jazirah Arabia
Jazirah Arab berada di bagian barat daya Asia. Sebuah semenanjung
terbesar dalam peta dunia. Wilayah ini memiliki luas 1.745.900 KM dengan
deretan padang pasir yang menjadi ciri khas dataran ini. Semenanjung ini berbatasan dengan Teluk
Oman dan Teluk Persi (Teluk Arab) di sebelah timur, Laut Merah di sebelah
barat, Lautan India di sebelah selatan, serta Irak dan Syiria di sebelah Utara.
Meskipun daerah ini merupakan daerah yang dikelilingi laut, namun hampir 5/6 daerahnya
merupakan padang pasir atau sahara yang tandus dengan luas seakan tak terbatas
serta tidak tampak ada tumbuh-tumbuhan yang rindang di kebanyakan daerah ini.[5]
Para ahli geologi menyatakan bahwa pada mulanya wilayah ini menyatu
dengan Gurun Sahara sebelum terpisah oleh lembah Nil dan Laut Merah. Kawasan
berpasir tersebut tersambung-menyambung mulai dari Asia melalui Persia bagian
tengah sampai menuju ke Gurun Gobi di China. Selama priode tertentu dalam abad
es, wilayah ini merupakan padang rumput yang bisa dihuni karena pencairan es
tidak pernah mencapai lebih jauh dari bagian selatan pegunungan Asia kecil.[6]
2.
Kondisi
Ekonomi Bangsa Arab
Selain kebiasaan berburu para badui
yang nomaden, perekonomian bangsa Arab terpengaruhi oleh persentuhan aktivitas
dagang dari luar. Peradaban bangsa Arab terbangun dari tradisi perdagangan yang
membuka jalinan hubungan dengan daerah sekitarnya (Persia, India, dan China)
dengan komoditas dagang seperti mutiara, emas, dan sutera.[7] Situasi surutnya pelayaran Laut Merah
mengakibatkan terbukanya jalur perjalanan darat melalui Hijaz yang merupakan
rute perjalanan di musim panas dan melalui Yaman dan Syam di musim dingin.[8]
Dari
jalan yang menghubungkan wilayah utara dan selatan, ramainya kafilah-kafilah
yang berkendaraan unta dalam dinamika laju perdagangan internasional saat itu
dapat menggeser perdagangan Bahrain, antara kota Aden lama dan dua teluk (Swiss
dan Aqabah). Orang Arab Hijaz, terutama Arab Quraisy memanfaatkan jalur ini
bahkan karena faktor jalur perdagangan darat inilah yang membuat kota Mekkah
menjadi salah satu kota penting sebagai tempat transit bagi para kafilah. Tidak
hanya itu, ibadah haji yang merupakan bentuk ritual keagamaan sejak zaman Nabi
Ibrahim dan sudah dikenal oleh masyarakat kuno, juga memiliki kontribusi
terhadap besarnya peran kota Mekkah. Haji dapat mendatangkan keuntungan ekonomi
yang lumayan besar. Biasanya para saudagar Quraisy mengambil kesempatan ini
dengan berdagang di wilayah Hijaz.[9]
3.
Kondisi
Sosial Budaya Bangsa Arab
Bangsa Arab kurang mengembangkan
tradisi baca-tulis. Orang Arab akan berbangga dengan kekuatan daya hafal yang
dimilikinya. Kondisi inilah yang menyebabkan mereka dijuluki bangsa yang buta
huruf ‘ummiy. sekalipun demikian, hal ini bukan berarti membuat bangsa
Arab buta terhadap sastra. Banyak syair dan karya besar tercipta dan mewarnai
sejarah kesusastraan Bangsa Arab. Lambat laun budaya tulis-menulis mulai
mengalami perkembangan. Selain dari faktor internal, tradisi tulis bangsa Arab
juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, menurut Gabriel Said Reynolds,
perkembangan tulis Arab terpengaruhi oleh dua hal, yakni persentuhan dengan
Roma dan misionaris kristiani.[10]
Meski
bangsa Arab beberapa langkah tertinggal dalam hal tulis-menulis, namun bangsa
ini kaya dengan ribuan syair yang terlahir sebagai ungkapan pikiran,
pengetahuan, dan pengalaman hidup. kumpulan syair ini dinamakan dengan di>wa>n. bentuk sastra yang dimiliki bangsa Arab juga
cukup fariatif, diantaranya berupa nas|r (prosa), ams|al (perumpamaan), khita>bah (pidato) dan lain sebagainya. Seirng
dengan ramainya perdagangan internasional, Hijaz menjadi tempat berkumpulnya penyair-penyair
dari berbagai penjuru. Kegiatan merangkai dan membacakan syair-syair di depan
umum dilakukan di suatu pasar yang disebut ‘Ukaz. Di antara syair-syair yang terpilih
sebagai sya’ir terbaik kemudian digantungkan di dinding-dinding Ka’bah
(syair-syair ini disebut mu‘allaqa>t). Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk
apresiasi kepada orang yang menciptakan sya’ir tersebut.[11]
Dalam segi organisasi koloni, bangsa
Arab mengenal berbagai istilah perkumpulan masyarakat. Perkumpulan yang
terkecil ialah masyarakat tenda yang disebut h}ayy, dari perkumpulan beberapa h}ayy membentuk
komunitas klien (qaum), dan dari perkumpulan klien membentuk suku (qabi>lah). [12]
Istilah-istilah ini merupakan bentuk pola organisasi masyarakat bangsa arab
saat itu.
Tidak jauh berbeda dengan sudut
pandang organisasi masyarakat, sebelum itu, jika dilihat dari segi peradaban
dan pemukimanya, bangsa Arab biasa dibagi dua istilah, yakni H}ad}arah (kota menetap) dan Bada>wah (nomaden baduwi). Menurut Ibnu Khaldun pada mulanya bangsa
Arab merupakan bangsa nomaden yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain hanya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek mereka sehari-hari, sampai
akhirnya kebutuhan pun semakin meningkat dengan upaya mereka memenuhi kebutuhan
hidup jangka panjangnya, karena merasa dengan memanfaatkan buruan dan tumbuhan
tidaklah mencukupi kebutuhanya, maka mereka memulai sistem produksi dengan
berternak dan bertani.[13] Bangsa Arab yang menetap pada akhirnya
beranak-pinak dan mulai mengalami penguatan ras yang sering mereka istilahkan
dengan nasab. Penguatan nasab ini tercermin dalam penggunaan ‘alam kuniyyah atau
nama yang turut menyebutkan garis keturunan biasanya diistilahkan dengan
menyandarkan garis keturunan laki-laki.[14]
4.
Kondisi
Politik Bangsa Arab
Bangsa Arab diapit oleh dua kerajaan
besar. Letaknya yang sangat strategis sebagai kawasan penyangga mengakibatkan
wilayah ini dijadikan perebutan dalam mempertahankan kekuasaan politik di Timur
Tengah oleh dua imperium raksasa yakni Bizantium dan Persia.[15] Karena wilayah Arab dikelilingi oleh gurun
pasir tandus dan masyarakatnya hidup secara nomaden (berpindah-pindah)
mengakibatkan Bangsa Arab sulit untuk dikendalikan. Dalam catatan Rippin,
terdapat dua hal yang mewarnai persaingan politik di Jazirah Arab, pertama
adalah persaingan dua imperium Romawi dan Persia dan kedua adalah persaingan
antara Yahudi, Sekte Nasrani, dan pengikut Zoroaster.[16]
Bangsa Arab yang bermukim di gurun
pasir secara terpisah mengakibatkan kehidupan mereka diselimuti oleh mara
bahaya. Untuk itu mereka membangun system perlindungan kesukuan yang biasanya
disandarkan pada garis keturunan. Dari hal ini pulalah lahir solidaritas
kesukuan (as}abiyah). Setiap suku
akan melindungi anggotanya tanpa peduli salah maupun benar.[17] Kondisi
perpolitikan internal bangsa Arab terutama bani Quraisy[18]
banyak diwarnai berbagai perebutan kekuasaan dan perselisihan. Ketika Abd Da>r meninggal, saat itu terjadi
perebutan penguasaan Makkah antara banu Abdu Da>r dengan banu Abdu Manaf. Ada lima
hal yang diperebutkan oleh para banu yakni siqa>yah (Pengelolaan Air) dan rifa>dah (Perpajakan dan Penyantunan Masyarakat Miskin) yang jatuh ketangan
Banu Abdu Manaf serta liwa>’ (Kebijakan
Perang), h}ija>bah (Pemegang
Kunci Ka’bah), dan Dar an-Nadwa> (Tempat Perkumpulan) yang jatuh pada Banu Abdu Dar [19]Pada
masa selanjutnya kepemimpinan rifa>dah dan siqa>yah dipegang
Hasyim dan setelah Hasyim meninggal, terjadilah perselisihan antara Muthalib
dengan Umayyah. Perselisihan ini terus berlanjut sampai akhirnya Air zam-zam
berhasil ditemukan dan Abdul Muthalib menjadi pengendali suku lainya.[20]
5.
Kondisi
Kepercayaan Bangsa Arab
Kebanyakan Masyarakat Arab adalah
penganut agama watsani (penyembah berhala). Menurut sebagian pendapat, penyebar
agama watsani pertama di tengah-tengah masyarakat Arab adalah Amr bin Luhay
al-Khuza’i. dia merupakan orang yang membawa patung dari Syam ke Ka’bah. Hal
ini bermula ketika ia sakit parah. Saat itu ia mendengar bahwa di al-Balqa>’ (sebuah nama daerah di Syam) terdapat sebuah mata air panas yang
dikatakan dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Iapun memutuskan untuk
mendatanginya dan mandi di sumber mata air tersebut kemudian akhirnya ia
sembuh. Karena masyarakat di sekitar mata air itu menyembah patung, iapun
bertanya mengenai alasan mereka. Sampai akhirnya ia tahu bahwa patung-patung
tersebut merupakan sesembahan masyarakat untuk meminta pertolongan dan hujan.
Iapun tertarik dan meminta satu di antara patung-patung tersebut untuk dibawa
pulang.[21]
Tiap suku Makkah biasanya
memiliki berhalanya masing-masing yang berbeda antara satu suku dengan suku
lainya dan masing-masing suku meletakkan berhalanya di sekitar ka’bah. Menurut
sejarawan, berhala-berhala ini sampai mencapai angka 360 lebih.[22]
Banyaknya berhala ini tentunya menjadi simbol tentang ego dan fanatisme
kepercayaan bangsa Arab. Sebagaimana yang diketahui, ada empat berhala yang
dikenal dalam tradisi Arab, pertama yaitu Latta yang merupakan dewa
tertua yang terletak di T}ha>if,
‘kedua ‘Uzza yang bertempat di Hijaz, ketiga adalah manah yang
bertempat di Yas|rib (sekarang Madinah), dan keempat adalah Hubal
yang dianggap sebagai dewa terbesar yang berada di ka’bah.[23]
Agama lain yang juga
patut diperhitungkan dalam lintas sejarah bangsa Arab adalah agama Yahudi dan
Kristen. Menurut Arnold Toynbee, masuknya Yudaisme pertama kali ialah dibawa
oleh pengungsi perang antara Roma dengan Yahudi pada tahun 66 hingga 70 M.
kemudian keyakinan ini mulai meraih banyak pemeluk di kawasan Hijaz ialah pada
tahun 132 hingga 135 M tepatnya di oasis Tayma’, Khaibar, Yas|rib, dan Yaman. Capaian Yudaisme ini kemudian diikuti
oleh agama Kristen yang mulai meraih pemeluk agama pada tahun 523 M akibat
faktor pengaruh Roma dan Persia.[24]
C.
Sosok Muhamamd SAW Sebagai Nabi dan Sebagai Manusia ‘Arab (orang arab)
Saah satu langkah untuk mengetahui posisi Muhammad SAW sebagai Nabi
dan Muhamamd SAW sebagai ‘arab (orang Arab) adalah dengan menelusuri
rekam jejak perjalanan hidup beliau dari masa ke masa. Muhammad SAW lahir pada
tahun 570 M[25]
bertepatan dengan hari senin tanggal 12 Rabi>’ al-Awwal. Tahun kelahiran beliau sering dikenal dengan tahun
gajah. Sebutan ini merepresentasikan sebuah peristiwa serbuan Abrahah (gubernur
Yaman) yang hendak menghancurkan Ka’bah. Ia yang saat itu mengendarai Gajah
gagal menuju ka’bah karena alasan misterius.[26]
Pemeluk Islam meyakini bahwa kegagalan Abrahah diakibatkan oleh serangan burung
aba>bil yang menjatuhkan kerikil dari neraka
sebagai serangan kepada Abrahah dan bala tentaranya. Sedangkan beberapa pemikir
kontemporer menyatakan bahwa kegagalan Abrahah menuju ka’bah adalah dikarenakan
serangan virus berupa mikroba mematikan.[27]
Muhammad SAW lahir sebagai seorang Yatim.
Ayah beliau yang bernama Abdullah wafat ketika beliau masih dalam kandungan
ibunya, Aminah. Beliau ketika masih bayi dititipkan pada asuhan Halimah untuk
disusui dalam lingkungan masyarakat Arab pedesaan sebagaimana tradisi Quraisy.[28] Pada
sekitar usia enam tahun beliau dikembalikan kepada pangkuan kasih sayang
ibundanya dan tak lama setelah itu ibundanya wafat dan lengkap sudah kondisi
Muhammad SAW yang hidup tanpa orang tua. Untuk kehidupan Muhammad SAW kecil
kemudian menjadi tanggung jawab sang kakek Abdul Mut}a>lib.[29] Tak lama
dalam belaian sang kakek, Muhammad SAW kembali harus menerima kepergian orang
terdekatnya itu (Abdul Mut}a>lib) ketika Ia berusia delapan tahun. Untuk
selanjutnya, kehidupan Muhammad SAW berada dalam pengawasan sang paman, Abu T}a>lib.
Bersama Abu T}a>lib, Muhammad SAW diajak berkelana dari
negeri ke negeri yang lain untuk keperluan berdagang. Pada usia 12 tahun, Abu T}a>lib mengajak Muhammad SAW ke Syam, di
tengah perjalanan ia dicegat oleh seorang pendeta bernama Buhairo[30] dan
diserukan untuk segera pulang. Buhairo menemukan tanda kenabian pada Muhammad
SAW dan ia memberitahukan bahwa meneruskan perjalanan ke Syam dianggap akan
membahayakan nyawa Muhammad SAW. Hal ini membuat Abu T}a>lib berbalik arah dan memilih tidak
melanjutkan perjalanan.
1. Muhammad SAW Sebagai ‘Arab (orang
Arab)
Sebagaimana kebanyakan masyarakat di sekitarnya, Muhammad kecil
ketika berada dalam asuhan Halimah telah belajar menggembala kambing. Kesabaran
dan ketelatenan sebagai seorang penggembala membangun mentalitas dan watak
kepemimpinan dan sikap ini terbawa hingga Muhammad beranjak dewasa.[31]
Aktivitas menggembala juga menjadi dasar kepemimpinan. Tidak semua orang bisa
melakukan hal ini. Tiap pagi menggiring gembalaan dan menuntun pulang ke
kandang ketika sore hari menjelang. Hal ini melatih watak kepemimpinan dalam kemampuan
menuntun dan mengendalikan rakyatnya sebagai kontrol sosial.
Muhammad SAW sebagaimana masyarakat pada umumnya juga memiliki
aktifitas dan pencaharian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Etos kerja
beliau terlihat dari keuletannya dalam kegiatan perniagaan.[32]
Masa kecil beliau banyak menghabiskan waktunya untuk menemani sang paman
berjualan sampai ke negri Syam, menjumpai berbagai peristiwa dan fenomena yang
membentuk pengalaman sosial. Diketahui bahwa pasar merupakan salah satu ruang
public yang di dalamnya berkumpul berbagai manusia dari berbagai golongan
dengan watak yang beragam dan pasar juga mencerminkan pradaban suatu daerah
pada masa itu.
Sebagai seorang laki-laki, Muhammad SAW melangsungkan pernikahan
ketika usia 25 tahun. Khadijah binti Khuwailid yang saat itu terkagum-kagum
terhadap kejujuran Muhammad SAW selama bersamanya dalam menjalankan bisnis
melamar Muhammad SAW. Saat itu statusnya adalah seorang janda berusia 40 tahun.
Dari pernikahan ini, Muhammad SAW dikaruniai dua putera (al-Qasi>m dan Abdullah) dan empat puteri (Zainab, Ruqayyah, Ummu Kuls|um, dan Fa>timah), di antaran putrinya, Fa>timah kemudian dinikahi oleh Ali ibn Abi T}a>lib.[33]
Sedangkan kedua putera beliau meninggal sewaktu masih bayi.[34]
Sebagaimana orang Arab kebanyakan, gaya hidup Muhammad SAW
mencerminkan lingkungannya. Dengan mengenakan jubah dan berjenggot beliau bisa
berkomunikasi dengan masyarakat sekitar.[35]
Ketika beliau berada di tengah-tangah orang yang tinggi beliau tidak kelihatan
lebih pendek dari mereka. Begitupun ketika beliau berada di antara orang-orang
yang bertubuh pendek, beliau tidak kelihatan lebih tinggi dari mereka. Rambut
beliau ikal sampai ke bahu, tidak terlalu lurus dan tidak pula terlalu
keriting.[36]
Ketika beliau menikah dengan Khadijah, budaya perbudakan masih
mentradisi dikalangan orang berada. Saat itu, Khadijah menghadiahkan kepada
Muhammad SAW seorang budak bernama Zaid bin H}ari>s|ah.
tidak seperti tuan kebanyakan, sikap lembut Muhammad SAW sangat dikagumi oleh
Zaid dan ketika keluarga Zaid datang untuk menebusnya, Zaid enggan dan masih
ingin tinggal bersama tuannya. Semenjak itu, Zaid diberi kebebasan dan diadopsi
oleh Rasulullah. [37]
2.
Muhammad
SAW sebagai Orang Pilihan
Bagaimanapun Muhammad SAW beraktifitas, bergaul, dan bergaya hidup
sebagaimana orang Arab kebanyakan, namun Muhammad SAW tetaplah memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Sebagai seorang Nabi pilihan
Muhammad dianugerahi wahyu ilahiyah sebagai bentuk komunikasi dengan tuhan yang
mentitahkan Islam kepada manusia. Selain itu, Nabi Muhammad juga memiliki
mukjizat yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Salah satu mukjizat
tersebut adalah al-Qur’an sebagai mukjizat yang s}a>lih li kulli
zama>n wa maka>n.
Nabi yang terikat dengan budaya Arab dan berinterakti dalam
keseharian dianugerahi sifat ma’s}u>m atau yang terhindar dari dosa. Di dalam jati diri beliau telah
bersemayam sifat jujur, dapat dipercaya, pencerah, dan cerdas. Pada usia ke 35
tahun, ka’bah yang mengalami kerusakan mulai diperbaiki oleh penduduk sekitar.
Sampai selesai renovasi, h}ajar aswad yang masih tergeletak belum juga diletakan di dinding
ka’bah. Para pembesar saling bersaing mempromosikan diri untuk berkesempatan
menjadi orang yang meletakakan batu hitam tersebut, namun perdebatan sengit
mengakibatkan waktu terbuang.
Mereka belum menemukan orang yang cukup bijak untuk menyelesaikan
permasalahan ini hingga muncul sebuah ide bahwa orang yang datang pertama kali
memasuki Masjidil H}aram melalui ba>b Syaibah (saat ini
dinamakan ba>b as-Salam) dianggap
layak untuk memberi keputusan. Saat itu, seseorang yang pertama kali masuk ke
Masjidil H}aram adalah Muhammad SAW. Beliau kemudian membentangkan sorbannya,
menaruh hajar aswad di atasnya, dan semua pembesar ikut merasakan membawa h}ajar aswad dengan menjinjingnya
menuju dinding ka’bah. Setelah mendekati permukaan ka’bah, Muhammad SAW
mengambil batu hitam tersebut untuk kemudian meletakkannya ditempat semula dan
semua pun puas atas kebijaksanaan tersebut.[38]
D.
Peletakan Dasar Peradaban Islam yang Dibangun oleh Muhammad SAW
Periode dakah nabi di Makkah terbagi menjadi dua. Pertama sebelum
hijrah dan kedua adalah pasca hijrah. Sebelum hijrah, Nabi tidak terlalu banyak
melakukan perubahan karena tekanan dari orang-orang kafir Quraisy. Baru setelah
nabi berhasil menghimpun kekuatan dan kembali ke Makkah pada priode kedua, maka
Nabi benar-benar bisa merombak berbagai aspek yang membudaya di Makkah seperti
peruntuhan berhala, perombakkan ka’bah yang dijadikan tempat sacral kaum pagan
beralih menjadi masjid umat Islam. Berikut beberapa perubahan yang dibawa oleh
Rasulullah.
1.
Sosial
Budaya
a)
Penghapusan
Perbudakan
Tidaklah kebetulan Islam dalam beberapa hukuman yang diberlakukan
kepada mukallaf mengharuskan atas pembebasan budak. Pengangkatan derajat budak
juga terlihat ketika bilal mengumandangkan azan, sebuah posisi yang terhormat.
Muhammad SAW lebih memilih posisi itu untuk diisi oleh seorang mantan budak
sebagai lambang kesetaraan. [39]
Dalam al-Qur’an kata budak sendiri diulang sebanyak 90 kali[40]
dengan berbagai term baik antonim maupun yang sepadan dan kebanyakan mengacu
terhadap pengentasan budak.
b)
Pemberian
Harta Waris kepada Perempuan dan Pembatasan Poligami
Datangnya Islam di kawasan Arab juga memberikan dampak yang
signifikan terutama dalam dekonstruksi budaya bias gender. Bayi wanita yang
lahir dulu dianggap sebagai sebuah petaka dan bagi orang yang masih memegang
tradisi jahiliyah akan tega menguburnya hidup-hidup. Kedatangan Islam tidak
sekedar merupakan gerakan sosial keagamaan namun juga gerakan kemanusiaan.
Harta waris dan pembatasan istri merupakan salah satu upaya Islam mengangkat
derajat wanita.
Dahulu wanita dan anak-anak tidak mendapatkan warisan. Bahkan dalam
hubungan pernikahan, seorang laki-laki bisa memiliki istri lebih dari tujuh
orang. Kedatangan Islam membangun budaya baru dengan membatasi jumlah istri
cukup empat orang. Hal tersebut pada masa itu dianggap cukup adil mengingat
posisi dan kedudukan perempuan yang sejak dulu tidak diperhatikan.
2.
Ekonomi
a)
Riba
dan Zakat Sebuah Upaya Pengentasan Kemiskinan
Beberapa orang dalam kebudayaan Arab berpencaharian sebagai
pedagang. Nabi merupakan salah satu di antara sosok yang pernah masuk dan
berada di tengah-tengah komunitas tersebut. Nabi juga sangat mengenal praktik
riba dan untuk itu dibeberapa hadis dan al-Qur’an riba menjadi salah satu tema
yang dibahas. Penghapusan riba juga berkorelasi dengan upaya pengentasan
kemiskinan. Selain penghapusan riba, Islam juga sangat memperhatikan praktik
monopoli, untuk menanggulangi hal tersebut dan agar harta tidak berputar pada satu
pihak, maka diberlakukanlah kewajiban zakat yang terdiri dari zakat ma>l dan fitrah.
E.
Kesimpulan
Jika mencermati peradaban bangsa Arab pra Islam dan ketika masa
Rasulullah yang datang dengan mengusung agama Islam. Beberapa perbedaan dapat
terlihat dengan jelas terjadi dalam beberapa aspek. Baik keilmuan, sosial,
ekonomi, dan aspek-aspek lainnya. Dari sini, salah satu keunggulan Islam adalah
tentang ajarannya yang sangat kompleks dan hampir mencakup semua hal yang
berkaitan dengan kemanusiaan dan kesehariannya.
Salah satu hal yang diperhatikan oleh Islam adalah posisi wanita dibawah
laki-laki, harta waris dan berbagai hal-hal lain yang bias gender. Hal-hal
tersebut merupakan diantara yang mengalami perubahan positif dengan kedatangan
Islam.
Pengangkatan derajat budak juga merupakan sebagian aspek yang
disoroti oleh Rasululah. Dalam beberapa hukum Islam dapat terlihat bahwa Islam
tidak hanya ingin memberikan perhatian terhadap budak, namun juga ingin
mengentaskan manusia dari perbudakan. Upaya penghapusan budaya ini juga
digambarkan oleh beberapa ayat al-Qur’an yang menggambarkan Ialam sangat
memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
Hal lain seperti Ilmu pengetahuan juga sangat diperhatikan oleh
Islam sebagaimana pola hidup sehat. Islam mengajarkan tentang pentingnya hidup
untuk akhirat, namun tidak abai terhadap kehiduan di dunia. Dari berbagai teks
hadis dan al-Qur’an benyak mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan,
mengajarkan pentingnya memiliki etos kerja, dan pentingnya pola hidup yang
lain. Hal ini menggambarkan bahwa dalam hidup terdapat ilmu-ilmu untuk
menjalaninya.
Daftar Pustaka
al-Baqi, Fuad Abd. Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Quran (Beirut,
Dar al-Fikr, 1981).
al-Hafni,
Abdul Mu’in. Ensiklopedi Golongan, mazhab, pertain dan Gerakan Islam di
seluruh Dunia Terj. Muhtarom (Jakarta: Grafindo, 2005).
al-Kari>m, Khali>l Abd. Hegemoni
Quraisy terj. M. Faishol Fatawi (LKiS: Yogyakarta, 2012).
Amal, Taufiq Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an
(Yogyakarta: FKBA, 2001).
Amin,
Ahmad. Fajr al-Isla>m, cet.
ke-11(Kairo: Maktabah an-Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1975).
Anwar,
Rosihon dan Shalihin, Mukhtar. Ilmu
Tasawwuf (Bandung: Pustaka Setia, 2007).
Armstrong, Karen. Muhammad, Prophet for Our Time terj.
Yuliani Liputo (Bandung: Mizan, 2013).
Badrutamam, Ahmad. “Perlindungan Anak dalam Perspektif al-Qur’an”,
Tesis Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.
Barir, Muhammad. “Buruh dan
Perbudakan dalam Perspektif al-Qur’an” dalam al-Quran dan Isu-Isu Sosial
(Yogyakarta: Idea Press, 2014).
Engineer, Asghar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan terj.
Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Faiz, Fahruddin. Hermeneutika al-Qur’an: Tema-Tema Kontroversial
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011).
Hart, Michael H.. The 100 Ranking of The Most Influential
Persons in History (A Citadel Press, 1992)
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta:
Kalam Mulia, 2001).
Hitti, Philip K.. History of The Arabs terj. R. Cecep Lukman
Yasin dkk. (Jakarta: Serambi, 2010).
Khaldun, Ibn. Muqaddimah terj. Ahmadie Thoha (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2011).
Mustaqim, Abdul. “Kontroversi tentang Corak Tafsir Ilmi“ dalam
Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al- Qur’an dan Hadis vol. 7, (Yogyakarta, Jurusan Tafsir
Hadis UIN Sunan Kalijaga, 2006).
Reynolds, Gabriel Said. The Quran in Its Historical Context
(Canada: Routledge, 2008).
Rofiq, Choirul. Sejarah Peradaban Islam (Ponorogo: STAIN
ponorogo Press, 2009).
Shihab, M. Quraish Tafsir al-Mishbah vol. 13 (Jakarta:
Lentera Hati, 2003).
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka
Setia, 2008).
Syahruddin
el-Fikri, Situs-Situs dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2010).
Tim Departemen Agama RI, Ulu>m at-Tafsi>r I (Jakarta: Departemen Agama RI, 1996).
Tounbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia terj. Agung Prihantoro
dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
Wijaya, Aksin. Arah Baru Studi Ululumul Qur’an (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009).
[1] Arnold
Tounbee, Sejarah Umat Manusia terj. Agung Prihantoro dkk. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 484.
[2] Karen
Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 230.
[3] Karen
Armstrong banyak dikritisi tentang argumennya dalam mendefinisikan Jibril
sebagai jin. Terlebih Jin dalam tulisannya ia gambarkan sebagai sosok yang
menyesatkan para petapa hira>. Terlebih, kritikan juga dilontarkan oleh Jalaluddin Rahmad
tentang gagasan Armstrong yang terburu-buru terutama dalam pengutipan Hadis
yang tidak sah}ih}. Lihat “Simpatik tapi Tidak Kritis”, dalam
Karen Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 16.
[4] Michael H.
Hart, The 100 Ranking of The Most Influential Persons in History (A
Citadel Press, 1992), hlm. 3.
[6] Philip K.
Hitti, History of The Arabs terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi. (Jakarta: Serambi, 2010), Hlm. 16-17.
[7]
Philip K.
Hitti, History of The Arabs …, Hlm. 61.
[8] Al-Quran
melukiskan perjalanan ini dalam QS. Al-Quraisy 106:1-4. Perjalanan ini
secara eksplisit dapat dilihat dari ayat kedua رِحْلَةَ
الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ “perjalanan
musim dingin dan musim panas” surat ini menggambarkan bahwa orang-orang Quraisy
memiliki suatu tradisi yakni perjalanan dagang.
[9] Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.
111.
[10]Gabriel Said
Reynolds, The Quran in Its Historical Context (Canada: Routledge, 2008),
Hlm. 57.
[11] Ahmad Badrut Tamam, “Perlindungan Anak dalam
Perspektif al-Qur’an”, Tesis Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2012, hlm. 34.
[12] Philip K.
Hitti, History of The Arabs terj. R. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet
Riyadi (Jakarta: Serambi, 2010), Hlm. 32.
[13]
Ibn Khaldun, Muqaddimah
terj. Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Hlm. 142.
[14] Muhammad
Barir, “Buruh dan Perbudakan dalam Perspektif al-Qur’an” dalam al-Quran dan
Isu-Isu Sosial (Yogyakarta: Idea Press, 2014), hlm. 109.
[15] Taufiq Adnan
Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: FKBA, 2001), Hlm. 9.
[16] Fahruddin
Faiz, Hermeneutika al-Qur’an: Tema-Tema Kontroversial (Yogyakarta: eLSAQ
Press, 2011), hlm. 72
[17]
Karen
Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 44.
[18]
Pendiri bani
Quraisy yang pertama adalah Qus}ai bin Kilab, ia mulai meletakan garis keturunan nasabnya pada 480 M kemudian dilanjutkan
oleh Hasyim dan Abdullah Mut}alib. Lihat Khali>l Abd al-Kari>m, Hegemoni Quraisy terj. M. Faishol
Fatawi (LKiS: Yogyakarta, 2012), hlm. 2.
[19] Aksin Wijaya, Arah
Baru Studi Ululumul Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.
25.
[20] Aksin Wijaya, Arah
Baru Studi Ulumul Qur’an …, 2009) hlm. 25.
[21]
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.
123.
[22] Asghar Ali
Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan terj. Agung Prihantoro
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 42.
[23] Choirul Rofiq, Sejarah
Peradaban Islam (Ponorogo: STAIN ponorogo Press, 2009), Hlm. 29.
[24] Beberapa daerah
di Jazirah Arabia seperti Yaman karena berada dalam kekuasaan kerajaan Aksum
yang Kristen hingga 571 M sangat mempengaruhi kondisi keberagamaan
masyarakat. Arnold Tounbee, Sejarah
Umat Manusia terj. Agung Prihantoro dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 479.
[25] Beliau lahir
pada tanggal 20 Agustus. Tahun kelahirannya masih diperdebatkan oleh sebagian
sejarawan antara 570, 571, dan 572. Seorang ahli ilmu falaq menyebut tahun
kelahiran Muhammad SAW yang tepat adalah 571 tepatnya 20 April 571. Lihat Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia,
2001), hlm. 137.
[26] Syahruddin
el-Fikri, Situs-Situs dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2010), hlm.
94.
[27] Abduh
(1864-1905 M) menafsiri burung ababil dengan mikroba dalam Q.S. al-fil (105):
3. Lihat Abdul Mustaqim, “Kontroversi tentang Corak Tafsir Ilmi“ dalam Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis vol. 7, (Yogyakarta, Jurusan Tafsir Hadis UIN
Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 30.
[28] Karen
Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 56.
[29]
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.
137.
[30] Dalam beberapa
literature nama Buhairo disebut dengan Bahi>roh, ia melihat
awan yang mengikuti perjalanan Muhammad dan pepohonan yang menunduk seolah
memberikan sapaan hormat. Setelah Bahiro bertanya beberapa hal pada Muhammad
dan melihat tanda kenabian pada punggungnya, ia yakin bahwa anak kicil bernama
Muhammad ini merupakan Nabi yang dijanjikan akan datang. Lihat Syahruddin
el-Fikri, Situs-Situs dalam al-Qur’an (Jakarta: Republika, 2010), hlm. 103.
[31]
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.
138.
[32]
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam … hlm. 138.
[33]
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam … hlm. 140.
[34]
Karen
Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 58.
[35] Karen
Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 57.
[36] Hal ini sebagaimana
dalam hadis “Telah menceritakan kepada kami Muslim telah menceritakan kepada
kami Jarir dari Qatadah dari Anas dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam adalah seseorang yang berlengan kekar, aku tidak pernah melihat orang
yang menyerupainya, sedangkan rambut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ikal,
tidak terlalu lurus dan tidak pula keriting."” Lihat Muhammad bin Isma'il
bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah, S}ah}ih} Bukha>ri, No. 5455. CD Lidwa Pustaka
[37]
Karen
Armstrong, Muhammad, Prophet for Our Time terj. Yuliani Liputo (Bandung:
Mizan, 2013), hlm. 59.
[38]
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam … hlm. 140.
[39] M. Quraish Shihab,
Tafsir al-Mishbah vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Hlm. 260.
[40]
Mengacu pada
kata رقاب dan مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ Fuad Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Quran (Beirut,
Dar al-Fikr, 1981), 397.
No comments:
Post a Comment