Oleh:
Muhammad barir
A.
Biografi
Ibn Hajar[1]
Nama lengkap Ibn Hajar al-Asqalani adalah Ahmad bin Ali bin
Muhammad bn Muhammad bin Ali bin Mahmud
bin Ahmad bin Hajar al-Asqalani, nama kuniyahnya adalah Abu al-Fadl dan nama
laqabnya ialah Syihabuddin ia merupakan qabilah yang berasal dari Asqalan. Nama
hajar yang berarti batu diambil dari sebuah kisah inspiratif sebagai motifasi
dalam menuntut ilmu. Beliau lahir besar dan wafat di Mesir. Beliau bermadzhab
Syafi’I, menjadi ketua dari para Qadhi seorang Syaikhul Islam. Seorang Hafidz,
Amirul Mu’minin dalam bidang Hadis.
Abu al-Fadl, begitu beliau dipanggil, dilahirkan pada tanggal 22
Sya’ban pada tahun773 Hijriyah. Al-Asqawi berkata, kelahiran ibn Hajar
al-Asqalani adalah pada tanggal 22 Sya’ban tahun 773 di pinggiran sungai Nil di
Mesir. Tempat beliau dilahirkan sangatlah terkenal. Tempat tersebut menjadi
milik sang syaikh, namun setelah ia meninggal tempat tersebut dijual tempat
tersebut dekat dengan dar al-Nuhas dekat masjid al-jadid.
Ibn Hajjar al-Asqalani memiliki tinggi badan sedang, berkulit
putih, mukanya bercahaya, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya berwarna
putih, pendek kumsnya. Dia adalah seorang yang berpenglihatan dan
berpendengaran sehat, kuat badanya, tinggi cita-citanya, kurus badanya, fasih
lisanya, pandai, cerdas, dan pintar bersyair, serta dan menjadi pimpinan di
masanya.
Ibn Taghri Birdi mengatakan: Ibn Hajar adalah orang yang bersinar
mukanya, tenang, berwibawa, cerdas, bijak, pendiam, pintar dalam memberikan
putusan, jarang sekali pembicaraanya yang membuat orang tidak suka, bahkan ia
baik terhadap orang yang berbuat jahat padanya dan suka memberi maaf.
Ibn Hajar lahir sebagai seorang yatim yang iffah (sangat
menjaga diri dari dosa), sangat mandiri dan berhati-hati di bawah asuhan
al-Zaki al-Kharubi sampai sang pengasuh itu meninggal. Ia hidup sengsara dan
tidak pernah mengenal kasih-sayang. Al-Zaki al-Kharubi kurang serius mengasuhnya,
begitu pula dalam pendidikanya. Ibn Hajar menyertai Zaki ketika ia tinggal di
mekah hingga akhirnya ia memasukan ibn Hajar ke al-Maktab (sekolah untuk
belajar dan menghafal al-Qur’an) ketika ia berumur lima tahun.
Salah seorang guru yang mengajar di situ adalah Saymsudin
al-Athrusy. Akan tetapi, Ibnu Hajar belum berhasil menghafalkan al-Qur’an
sampai ia di ajar oleh orang yang menjadikan seorang yang faqih dan merupakan
pengajar sejati, seorang yang ahli fakih penyarah kitab Mukhtasar al-Tibrizi
Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq al-sathi al-Muqri’. Kepada sang
guru inilah ia akhirnya dapat menghatamkan hafalan al-Qur’an ketika berumur
Sembilan tahun.
Ketika Ibnu Hajar menginjak usia dua belas tahun, ia ditunjuk
sebagai imam shalat tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 Hijriah. Ketika
orang yang diberikan wasiat untuk menjaganya yaitu al-Kharubi sampai pada tahun
786 Ibnu hajar menyertai al-Kharubi sampai ke Mesir. Di Mesir, Ibnu Hajar
benar-benar berusaha dan bersungguh-sungguh. Dia menghafalkan beberapa kitab ,
baik yang berupa ringkasan seperti ‘Umdah al-Ahkam Al- Hari Ash-Soghfir karya
al-Qozwaini, Mukhtasar Ibnu al-Hajib fi al-Usul, Mulham al-I’rab karya
al-Hariri. Minhaj al-Wusul karya al-Baidhawi, Alfiyh al-Hadits karya
al-Iraqi, Alfiyah Ibnu Malik dalam bidang nahwu, Al-Tanbih fi
Furu’al- Syafi’iyah karya al-Syairazi dan yang lain.
Hamid Abdul Majis mengatakan : “ Allah membuat Ibnu Hajar mencintai
ilmu Hadits dan sangat menggandrunginya, ia mencurahkan seluruh tenaga dan
kemampuanya untuk mendapatkan meski sebelumnya ia telah banyak pula menemukan
dan mendengar Hadits. Meski begitu ia tidak puas dengan apa yang didapatkanya
dan berusaha terus sampai tahun 796 Hijriyah. Karena itu pada tahun itu ia
sudah membuka diri untuk mengajar dan mengajarkan apa yang selama ini
didapatkanya”.
Untuk mencari hadits ia lebih banyak berkeliling daerah dan
menemukan banak syaikh. Ia banyak mendengar hadits-hadits dalam kitab-kitab
besar dari guru al-Hafizh Zainuddin Abdurrahim bin Husain al-Iraqi dan
al-Syaikh Nurudin al-Haitsami. Al-Iraqi adalah seorang yang sangat terkenal
sebagai ahli fiqih, seorang yang tau tentang Madzhab Syafi’i apalagi tentang
teks-teksnya. Selain dikenal sebagai ahli hadits, Ibnu Hajar al-Atsqolani juga
dikenal sebagai ahli fikih, dan mendalami kajian bahasa dan sastra. Di masa
hidupnya ia sering mengadakan perjalanan untuk berguru kepada para ulama di
pelbagai kota dan negara, seperti Irak, Yaman, Palestina, Makkah, Damaskus dan
lain-lain.
Ibnu Hajar jatuh sakit di rumahnya setelah ia mengundurkan diri
dari jabatanya sebagai Qadhi pada tanggal 25 Jumadil Akhir tahun 852 Hijriyah.
Dia adalah seorang yang paling sibuk dengan mengarang dan mendatangi
majlis-majlis ta’lim hingga pertama kali penyakit menjangkitinya yaitu pada
bulan Dzulqo’idah tahun 852 Hijriyah. Ketika sakit yang membawanya meninggal ia
berkata: “ Ya Allah, bolehkah Engkau tidak memberiku kesehatan, tetapi
janganlah Engkau tidak memberiku pengampunan”.
Pada malam sabtu tanggal 28 Dzulhijjah berselang dua jam setelah
sholat isya’ para orang-orang dan sahabatnya berkumpul di rumahnya dan
membacakan surat Yasin, dan ketika sampai pada ayat:
وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ
رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ
“Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan
mereka”
Keluarlah dari ruhnya dari jasadnya, hingga kemudian
salah satu dari pelayat tersebut memejamkan mata beliau. Hari berikutnya,
anak-anaknya sibuk memandikan dan mengkafaninya. Hari itu adalah hari yang
sangat berat, hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi
kepergianya, meratapi kematianya, sampai-sampai orang non muslim pun turut
meratapinya.
Pada hari itu juga, pasar-pasar di tutup demi untuk
menyertai kepargianya bayak orang mengantar kepergianya dimana jumlah orang
saat itu tiada bandinganya, as-Sakhawi mengatakan “para pelayat yang datang
tidak terhitung jumlahnya, menurutku semua pembesar datang melayatnya dan semua
took ditutup”. Orang-orang berebut untuk dapat ikut serta mengangkat
jenazahnya, mereka yang mengangkat adalah para raja pembesar dan para ulama,
orang-orang sekuat tenaga berusaha untuk dapat meraih peti jenazahnya walau
hanya dapat menyentuh dengan ujung jarinya.
Al-Biqai berkata:”orang-orang berjejal mulai dari rumah
Ibn Hajar mulai dari pintu Qantharah sampai qarafah yaitu tempat dimakamkan.
Sultan al-Zahir Zaqmaq datang dan menshalatinya. Khalifah al-Mustakhfa Billah
abu ar-Rabi’ Sulaiman, para Qadhi, para ulama, para penguasa, orang-orang
terkenal dan orang –orang umum lainyaikut saat menyolati jenazahnya.”
Ada yang mengatakan bahwa pelayat yang datang saat itu
mencapai 50.000 orang. Ketika jenazah sudah sampai di pelayatan, hujan turun
mengguyur peti jenazahnya, padahal menurut al-Suyuti saat itu bukanlah musim
hujan, ia berkata:”Asy-Syihab al-Mansuri, ikut melayat jenazahnya, ketika
sampai jenazah pada tempat menshalati ia berkata dengan syairnya:
Mendung pun Ikut memberi tangisan
Qadhi al-Qudhat dengan Hujan
Hancurlah pilar-pilar
Karena berkabung atas Ibn Hajar
Amirul Muminin khalifah abbasiyah mempersilahkan al-Bulqini
untuk menyolati Ibn Hajar di al-Ramillah di luar kota Kairo. Jenazahnya
kemudian dipindah ke al-Qarafah. Al-Sughra untuk di kubur di pekuburan bani
al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid al-Dailami di antara makam Imam
Syafi’I dengan Syaikh Muslim al-Silmi.
B.
Deskripsi
Kitab
Kitab Fathul Bari adalah kitab yang mensyarahi kitab Shahih Bukhari
kitab Fathul Bari terdiri dari 13 juz kitab syarah dan 1 juz tebal muqaddimah.
Muqaddimah kitab Fathul Bari ini diberi nama Hadyu as-Sari. Muqaddimah ini
sangat tinggi nilainya. Seandainya ditulis dengan tinta emas, maka emas itu
belum sebanding dengan tulisan itu. Sebab tulisan itu menjadi kunci dalam
memahami kitab shahih bukhari. Kitab ini selesai ditulis tahun 813.
Dalam kitab ini ibn Hajar menjelaskan masalah bahasa, balaghah,
Irab, dan sastranya menjelasakan masalah penting yang tidak diuraikan dalam
kitab lain, mengambil hukum serta memaparkan berbagai masalah yang
diperdebatkan para ulama, baik yang menyangkut fiqih maupun ilmu kalam secara
terperinci tanpa berpihak. Selain itu beliau mengumpulkan sanad shahih dan
meneliti kwalitas untuk dijelaskanya.
Penulisan kitab ini menghabiskan waktu seperempat abad. Dimulai
tahun 817 Hijriyah sampai tahun 842 H. kitab ini selalu mendapatkan sambutan
hangat dari para ulama. Baik masa lalu sampai masa sekarang.
C.
Sistematika
Kitab
Sistematika kitab Fath al-Bari ini mengikuti sistematika kitab
Shahih Bukhari. Urutan bab, kitab, dan nomor hadis dalam kitab ini adalah
sebagaimana yang ada dalam kitab Shahih Bukhari. Dalam kitab ini sebagaimana
dalam shahih bukhari, terdiri dari 97 judul kitab, 3.230 judul bab dan 7523
hadis. Ketika memasuki judul kitab baru, dikemukakan judul kitab sebagaimana
shohih bukhari, kemudian judul itu diberi syarah oleh ibn Hajar. Syarah terhadap
judul kitab tersebut antara lain terdiri dari penjelasan tentang maksud judul
tersebut dan penjelasan yang berisi berbgai macam judul yang dipakai oleh
pengarang terdahulu.
Setelah melakukan syarah terhadap judul kitab, kemudian Ibn Hajar
menulis nomor bab dan hadis-hadis yang ada dalam satu bab tersebut. Penukilan
ini sesuai dengan apa yang dilakukan imam bukhari. Dalam aspek sanad, ia
menjelaskan berbagai kwalitas perawi, dalam segi matan, ia menjelaskan
kata-kata yang gharib, aspek nahwu dan balaghahnya, serta dikemukakan matan
lain dari mukharij lain, setelah itu diterngkan maksud hadis tersebut secara
keseluruhan.
D.
Metode
Kitab ini mengacu pada kitab shahih bukhari baik pembagian kitab
dan babnya, namun kitab Fathul Bari memberikan beberapa pembenahan dan
penyusunan yang bertujuan memudahkan pemahaman seperti menghapus sanad hadis
dan menyebutkan hanya pada tingkat shohabat pertama. Selain itu ia hanya
memberi penjelasan terhadap hadis yang driwayatkan oleh rawi yang belum begitu
jelas ketsiqahanya. dalam fathul bari, juga dipilih hadis yang dianggap paling
mewakili dari pengulangan yang ada dalam kitab shahih bukhari. dan
Memisah-misah kwalitas hadis dengan penomoran-penomoran pada hadis serta
memberikan penomoran pada bab-babnya.
E.
Contoh
Kajian Hadis dalam Kitab
Hadis tentang berwudhu akan membuat orang bercahaya ketika di
akhirat
عن نعيم المجمرةقال: رقيت مع أبي هريرة علي
ظهر المسجد فتوضأ فقال إني سمعت النبي يقول: إن أمتي يدعون يوم القيامة غرا محجلين
من اثار الوضوء فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل
Telah diriwayatkan dari nuaim al-mujmir, ia berkata: aku pernah naik
bersama abu hurairah ke atap masjid, lalu ia berwudhu kemudian berkata, aku
pernah mendengar nabi SWT bersabda: sesungguhnya umatku akan dipanggil di hari
kiamat dengan cahaya di wajah, tangan, dan kaki karena bekas wudhu, barang
siapa diantara kamu ada yang mampu memperpanjang cahaya wajahnya, maka hendak
ia melakukanya.
Hadis ini ialah hadis
dalam shohih Bukhari 133 juga dalam:
Muslim 363
Tirmidzi 552
Ahmad 8061, 8828,
10360
Umat: Yang dimaksud
umat dalam hadis tesebut ialah umat muslim, bukan kata umat yang difahami
sebagai semua manusia yang menjadi objek dakwah.
Keistimewaan umat ini: al-hulaini menyatakan bahwa wudhu merupakan
keistimewaan umat islam, tapi menurut ibn Hajar yang menjadi identitas umat
islam bukan wudhu namun cahaya bekas wudhu yang nantinya umat islam dan yang
bukan islam akan diketahui di akhirat dengan cahaya di wajah tangan dan kaki.
Pada lafadz فمن استطاع منكم أن يطيل غرته فليفعل hanya dijeaskan anjuran
memperpanjang cahaya wajah sebagai sim bol dari keseluruhan wajah menjadi wakil
dari tangan dan kaki karena merupakan anggota yang paling menonjol yang menjadi
cermin jatidiri.
Ibn Bathal menyebut
bahwa membasuh wajah tidak bisa dipanjang dan dilebarkan, namun menurut ibn
Hajar menyatakan hal itu mungkin saja terjadi sebagaimana membasuh sampai ke
leher.
Dalam argumen fiqh terdapat paling tidak tiga
pendapat, pertama, membasuh kaki dan tangan adalah bahu dan lutut, kedua, dari
lengan dan betis, ketiga, dilebihi sedikit dari tangan dan betis.
Tirmidzi 552
حَدَّثَنَا أَبُو
الْوَلِيدِ أَحْمَدُ بْنُ بَكَّارٍ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ
قَالَ قَالَ صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو أَخْبَرَنِي يَزِيدُ بْنُ خُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمَّتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرٌّ مِنْ السُّجُودِ مُحَجَّلُونَ مِنْ الْوُضُوءِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid
Ahmad bin Bakkar Ad Dimasyqi telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim
dia berkata, Shafwan bin Amru berkata, telah mengabarkan kepadaku Yazid bin
Khumair dari Abdullah bin Busr dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam beliau
bersabda: "Ummatku akan datang hari kiamat kelak wajah mereka putih
bersinar dari bekas sujud dan putih bersinar dari bekas wudlu'."
Hadis ini berbeda dengan hadis pertama, hadis
ini selain membahas keutamaan wudhu juga membahas keutamaan sujud, selain itu
juga hadis ini tidak ada penjelasan mengenai sinar pada tangan dan kaki serta
anjuran memperpanjang sinarnya.
Setelah membandingkan kedua sanad hadis ini
ternyata hadis ini berbeda dengan hadis riwayat bukhari. Jadi secara sanad dan matan
hadis ini berbeda namun bisa menjadi penguat bagi hadis pertama. Abu 'Isa
berkata, ini adalah hadits hasan shahih gharib dari riwayat ini dari hadits
Abdullah bin Busr.
bukhari
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ
قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ خَالِدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ
نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ قَالَ رَقِيتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ
Ahmad 8061
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا
فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُجْمِرِ أَنَّهُ
رَقِيَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ
Ahmad 8828
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَلَاءِ
قَالَ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ
عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ أَنَّهُ قَالَ رَقِيتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَة
Muslim 363
و حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ
سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَأَى
أَبَا هُرَيْرَة
Ahmad 10360
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ
بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ رَقِيَ
إِلَى أَبِي هُرَيْرَة
Tirmidzi 552
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ
أَحْمَدُ بْنُ بَكَّارٍ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ قَالَ
قَالَ صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو أَخْبَرَنِي يَزِيدُ بْنُ خُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ بُس
No comments:
Post a Comment