Monday, April 24, 2017

MAJLIS ULAMA BUKHOREN HADININGRAT USULKAN PEMBANGUNAN MASJID DI BANDARA KULON PROGO



Yogyakarta, 24 April 2017

Bertempat di Masjid Gede Yogyakarta, para ulama dari berbagai pesantren yang ada di Yogyakarta berkumpul dalam rutinitas Pengajian Bukhoren Hadiningrat. Sebuah pengajian dan pengkajian kitab Sahih Bukhari secara masal yang dihadiri oleh ulama atau kiai se DIY yang dihidupkan kembali oleh Almarhum KH. Ali As'ad Plosokuning. Tepat dalam malam isra' mi'raj tersebut, para ulama membagi pembacaan kitab Hadis Sahih Bukhari, membedahnya, dan diakhiri dengan diskusi berupa tanya-jawab. Dalam diskusi tersebut, salah seorang penyanya mempertanyakan tentang dampak pembangunan bandara internasional di Kulon Progo terhadap kebudayaan masyarakat DIY dan Akhlaq umat muslim DIY seiring operasional bandara yang diikuti dengan pembangunan tempat-tempat hiburan lainnya.


Majlis Rutin Bukhoren Hadiningrat Masjid Pathok Negoro dan Masjid Gedhe


KH. Najib selaku penyeimbang dalam acara tersebut mengemukakan pendapat bahwa keberadaan bandara tidak dapat dihindarkan dalam mengangkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kulon Progo, namun hal itu diiringi dengan dampak negatif yang mau tidak mau ada dalam mengiringi proyek tersebut.

Pendirian bandara internasional Kulon Progo menjadi tantangan bagi Ulama Yogyakarta untuk mengawal dampak budaya pasca operasional bandara kelak. Di tengah diskusi seseorang anggota diskusi mengusulkan untuk mengimbangi budaya luar masuk dan mengganggu budaya luhur Keraton Mataram Islam, maka seharusnya mesti dibuat icon tertentu yang memiliki nilai simbolis dan filosofis tentang budaya luhur Islam Ala Yogyakarta yang kemudian dipilihlah simbol masjid untuk mengimbangi arsitektur modern bandara nantinya.

Dalam Majlis Ulama Yogyakarta tersebut juga menambahkan usul lain perihal nama bandara yang akan berdiri di wilayah Barat Yogyakarta tersebut. Anggota diskusi mengusulkan nama lokal yang memiliki nilai historis keagungan Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Setelah berdiskusi kemudian dipilihlah nama Bandara Sultan Agung. Hal tersebut menjadi keinginan Ulama Yogyakarta yang notabene juga menjadi bagian dari masyarakat Yogyakarta dalam melihat bandara-bandara besar di tempat lainnya yang menggunakan nama pahlawan atau orang yang berjasa besar dalam sejarah daerahnya masing-masing.

Lip_Barier

No comments:

Post a Comment