BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa awal Islam, al-Qur’an ditulis adalah berfungsi untuk
menjaga otentisitas dan eksistensi al-Qur’an. Berbagai media digunakan dalam
penulisan tersebut, seperti pelepah kurma dan tulang belulang. Pada masa ini
ada dua hal yang digunakan dalam menjaga al-Qur’an yakni hafalan dan tulisan.
Kelebihan tulisan dari pada hafalan adalah bahwa tulisan lebih lama bisa
terjaga dari pada hafalan yang akan hilang seiring wafatnya penghafal
al-Qur’an.
Pada masa berikutnya tulisan al-Qur’an turut berubah seiring
modifikasi yang dilakukan ulama terhadap huruf arab karena huruf arab klasik
sering menjebak karena kurang memiliki karakter. Kurangnya karakter pada huruf
arab menjadikan antara satu huruf dengan huruf lainya sulit dibedakan sehingga
datanglah abul aswad ad-du’ali untuk menyempurnakan huruf arab dengan memberi
tanda sebagai penonjol karakter huruf. Abul aswad ad-du’ali menambah titik
sebagai penanda huruf yang kemudian diteruskan penambahan harakat oleh Khalil
Ibn Ahmad al-Bashri. Khalil ibn Ahmad al-Bashri menjadikan wawu kecil di
atas yang kemudian kita kenal dengan dhammah, menjadikan alif kecil di
bawah yang kita kenal sebagai kasrah, alif kecil di atas yang
kita kenal dengan fathah, ujung sin yang kita kenal sebagai tasydid,
dan kepala kha’ yang kita kenal sebagai sukun.[1]
Jika apa yang dilakukan di atas oleh Khalil ibn Ahmad al-Bashri
adalah untuk menghindari kesalahan dari pembacaan al-Qur’an, maka pada masa
selanjutnya, penulisan al-Qur’an berubah dengan fungsi lain yakni sebagai
hiasan dan sebagai media dakwah melalui nilai estetikanya. Selain kedua fungsi
tersebut, penulisan al-Qur’an juga dijadikan symbol kejayaan dan identitas
Islam dengan dituliskanya ditempat-tempat sentral islam seperti ka’bah,
masjid-masjid, dan beberapa tempat lainya.
Saat ini, seni tulis al-Qur’an yang dikenal dengan kaligrafi sudah
mejadi hal bagian dari nilai Islami. Kaligrafi banyak diajarkan diberbagai
pesantren dan madrasah serta dibentuk pula berbagai lembaga untuk menaunginya.
Keindahan kaligrafi juga dijadikan sebagai ajang perlombaan ditingkat regional,
nasional, dan bahkan internasional. Penulisan kaligrafi pun semakin beragam
jika dulu khat yang dikenal sebatas naskhi dan khufi klasik, saat ini banyak
khat yang dikembangkan mulai dengan munculnya berbagai khat, seperti diwani,
farisi, riq’ah, tsulutsi, dan sebagainya.
Dalam ilmu tafsir, makna digali melalui lafadz, namun dalam ilmu
kaligrafi, makna ternyata tersembunyi tidak hanya pada lafadz namun juga pada jenis
khat, warna, ornament, media dan aspek eksternal lainya. Hal ini tentunya menjadi
permasalahan tersendiri mengenai pemaknaan ini. Dalam tafsir al-Qur’an sering
kali produk tafsir menjadi objek kritik karena cenderung subjektif, padahal
dalam seni kaligrafi pemaknaan atas ayat yang ditulis jelas lebih dipertanyakan
kenapa bisa demikian.
Penelitian ini berusaha mengungkap bagaimana ragam makna yang
tersirat dari seni kaligrafi, dan darimakna dasar pemaknaan simbol-simbol
kaligrafi tersebut. Penelitian ini mengambil lokasi di Masjid UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang dikenal dengan Laboratorium Agama yang nantinya akan
dijadikan sebagai lahan studi berbagai karya seni yang ada di dalamnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
dan bagaimana bentuk dan ragam kaligrafi di Laboratorium Agama UIN Sunan
Kalijaga?
2.
Bagaimana
pemaknaan kaligrafi-kaligrafi di Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga menurut
kaligrafernya?
3.
Bagaimana
resepsi pengunjung atas kaligrafi-kaligrafi di Laboratorium Agama UIN Sunan
Kalijaga baik?
C.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat Field Research dalam meneliti
langsung kelapangan data-data mengenai kaligrafi dan berbagai aspek
mengenainya. Dalam menggali informasi, peneliti mengunakan metode interview
kepada penulis kaligrafi dan pada para masyarakat luas dalam mengetahui resepsi
mereka terhadap fenomena kaligrafi. Sebagai pendekatan dalam fenomena ini,
penulis mengunakan pendekatan fenomenologi sebagai dasar dalam mengetahui
kejadian dan pemaknaanya. Penelitian ini sumber data primernya ialah
kaligrafi-kaligrafi yang ada di Labag UIN Sunan Kalijaga disertai pemaknaanya
oleh penulis dan akan menggunakan sumber skunder buku dan literature-literatur
mengenai kaligrafi lainya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Kaligrafi di Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga
Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga resmi berdiri pada tanggal 5
Agustus tahun 2010 dengan tajuk labratoriun agama karena tempat ini berfungsi
mengkaji berbagai problem keagamaan dan sebagai simbol integrasi interkoneksi.[2]
Paradigma integrasi interkoneksi tersebut disimbolkan dengan berbagai elemen
yang menghiasai tiap sudut, mulai dari tanaman, arsitektur masjid, ornament dan
kaligrafi yang menghubungkan perpaduan antar budaya dan antar keilmuan.
Salah satu elemen penting dalam laboratorium Agama UIN Sunan
Kaliaga yang menjadi simbol paradigma integrasi interkoneksi adalah kaligrafi.
Kaligrafi di tempat tersebut banyak menghiasi beberapa sudut dengan tema yang
berbeda-beda dan dengan model yang berbeda-beda. Setelah mencermati kaligrafi
yang ada di laboratorium agama UIN Sunan Kalijaga, peneliti menemukan beberapa
data sebagaimana berikut:
1.
Jenis
Sumber penulisan
a.
Ayat
al-Qur’an b. Hadis c. Kata mutiara
2.
Model
bahasa
a.
Bahasa
arab murni, b. Bahasa arab melayu/pegon
3.
Jenis
Khat
a.
Tsulutsi
b. Khufi c. farisi d. diwani e. naskhi f. riqah
4.
Media
a.
Kanvas
b. Seng c. Kayu d. tembok
Kaligrafi-kaligrafi al-Qur’an di Labag uin Sunan Klijaga Yogyakarta
data april 2013 dengan mengikutkan lafadz Allah dan Muhammad
No
|
Kaligrafi
|
Jum
|
Letak
|
Jens
khat
|
Wrn
khat
|
Wrn
Bck
|
media
|
1
|
Lafdz
Allah
|
1
|
Srambi
barat L.1
|
Tsulutsi
|
Hitam
|
Abu-abu
|
Kanfas
|
2
|
Lafdz
Muhammad
|
1
|
Srambi
barat L.1
|
tsulutsi
|
Hitam
|
Abu-abu
|
Kanfas
|
3
|
Al-Alaq
1-5
|
1
|
Atas
mimbar
|
Tsulutsi
|
Emas/cok
|
Hitam
|
Seng
|
4
|
Yusuf
76
|
1
|
Di
mimbar
|
khufi
|
Putih
|
Warn-war
|
Kayu
|
5
|
Al-Kahfi
109
|
1
|
Kanan
mimbar L.1
|
farisi
|
Emas
|
hitam
|
Seng
|
6
|
Al-mujadilah
11
|
1
|
Kiri
mimbar L.1
|
farisi
|
Emas
|
hitam
|
Seng
|
7
|
Lafdz
allah
|
1
|
Kanan
mimbar
|
Tsulutsi
|
Oranye
|
hitam
|
Kayu
|
8
|
Lafdz
Muhammad
|
1
|
Kiri
mimbar
|
Tsulutsi
|
Oranye
|
hitam
|
Kayu
|
9
|
Asm’
alHsn
|
99
|
Pilar-pilr
L.1 / L.2
|
Farisi
|
Cok/kayu
|
Cok/kayu
|
Kayu
|
10
|
An-Nahl
90
|
8
jns
|
Pint
k 3,4,7,8,11,12,15,16 dr brt
|
Tsulutsi
|
Putih
|
transp
|
Sticker
|
11
|
Az-zumar
53
|
1
|
Serambi
barat
|
tsulutsi
|
putih
|
Hitam
ab
|
kanvas
|
12
|
Kaligrafi
lainnya
|
2
|
Lantai
atas
|
tsulutsi
|
|
|
tembok
|
13
|
2
|
naskhi
|
|
|
|||
14
|
4
|
riqah
|
|
|
|||
15
|
3
|
khufi
|
|
|
|||
16
|
4
|
diwani
|
|
|
|||
Jumlah
|
131
|
Temuan di atas adalah kaligrafi al-Qur’an dengan asma’ al-husna
yang ada di Labag UIN. Kaligrafi tersebut berjumlah total 116, hanya saja kami
dalam menghitung asma’alhusna hanya menjumpai 87 asma’al-husna, sedangkan
menurut ta’mir dan perancangnya, jumlah asma’ al- husna di masjid UIN telah
lengkap. Mengenai tempatnya sendiri mulai pintu ta’mir, lantai satu, lantai
dua, sampai mimbar. Tataletak ini merupakan hasil dari diskusi tim perancang
dengan professor-profesor UIN Sunan Kalijaga.
Pada masa awal
Islam, tulisan arab yang digunakan menulis al-Qur’an berfungsi sebagai
pendamping hafalan dalam melestarikan al-Qur’an dalam kesejarahanya. Penulisan
al-Qur’an tersebut sampai pada masa ini telah banyak melalui berbagai
kebudayaan. Dan kaligrafi pun mewakili kebudayaan di mana ia ditulis. Kaligrafi
pun menjadi saksi sejarah maju maupun runtuhnya suatu peradaban.
Setiap seniman kaligrafi pada masanya telah
banyak mengekspresikan perasaan dan pemikiran mereka pada kaligrafi, sampai
saat itu, fungsi kaligrafi pun berkembang menjadi dua fungsi jika dilihat
secara garis besar tidak hanya berfungsi pada ekspresi seni keindahan, namun
juga menjadi media kritik sosial dan menjadi naskah sejarah yang menceritakan
tentang setiap hal yang ia rekam.
Setiap tempat
dan waktu dimana kaligrafi ditulis memberikan karakteristik-karakterstik kepada
kaligrafi baik dari segi model dan warna. Bagi setiap orang yang membaca
kaligrafi sering kali hanya berusaha membaca dan memahami pesan teks yang
disampaikan, namun tidak tahu bahwa selain pesan yang terkandung dalam teks,
ternyata ada pesan lain yang terkandung di luar teks seperti warna, warna
sendiri menjadi perwujutan dari pesan yang ada didalam teks, sebagaimana hijau
dan biru yang menjadi ekspresi alami dan ekspresi kehidupan. Selain warna, ada
media lain yang digunakan sebagai sarana ekspresi seperti media penulisan.
Dalam tinjauan
artistik, media penulisan kaligrafi sangatlah penting yang berfungsi sebagai
penyatu antara jiwa teks dengan badannya. Media penulisan kaligrafi bisa
beragam, seperti kayu, tembok, kain, dan lain sebagainya, seorang ilmuan barat
pernah menyatakan bahwa kaligrafi adalah tulisan yang paling elastis. Maksud
dari kata elastik disini dimaksudkan kepada kelenturan kaligrafi yang bisa
ditulis dimanapun dan bisa mengikuti pola media dimana ia ditulis, jika media
berbentuk memanjang kaligrafi bisa ditulis memanjang dan jika media berbentuk
bulat, maka kaligrafi juga bisa mengikuti pola tersebut, sampai akhirnya
kaligrafi juga mengikuti pola yang lebih beragam.
Di Laboratorium
Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kaligrafi banyak dijumpai mewarnai
beberapa sudutnya. Mengenai tata letak kaligrafi dan perancangannya sebagaimana
yang dijelaskan bapak Robet yang saat itu berperan penting dalam pembuatanya
menyatakan bahwa pembuatan proyek kaligrafi di Labag UIN membutuhkan waktu
lebih dari satu tahun dan diwarnai dengan perdebatan yang tajam mulai
perdebatan mengenai setuju dan tidaknya ada kaligrafi di UIN sampai perdebatan
bagi yang setuju dengan kaligrafi mengenai khat dan corak kaligrafi.
Setelah diskusi
panjang mengenai konsep kaligrafi oleh, proses pemilihan kaligrafi pun
ditentukan oleh rektor saat itu Amin Abdullah yang saat itu mencoba memasukan
paradigma integrasi interkoneksi ke dalam kaligrafi di labag UIN Sunan
Kalijaga. Hal ini bisa dilihat dengan hampir keseluruhan kaligrafi di Labag UIN
berbcara mengenai ilmu mulai dari pintu yang bertemakan QS: al-a’raf 7:29,
sampai ke mimbar surat yusuf 12:76.
Kali
grafi di mimbar, surat yusuf 12:76 :
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
Di atas setiap yang berilmu ada yang maha berilmu
Ayat ini menjadi simbol bahwa seberapa pintar orang yang berbicara
di atas mimbar ini, masih ada yang lebih memiliki ilmu yakni Allah.
Mengenai ayat
dipintu sendiri menjadi simbol tentang perjalanan setiap mahasiswa yang
menuntut ilmu bahwa mereka ketika masuk tujuanya adalah mencari ilmu ketika
pulang haruslah membawa ilmu:
Kaligrafi dengan media sticker putih QS: Az-Zumar 39:9 yang
berlokasi di pintu serambi
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي
الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang
yang tidak mengetahui
Selain itu
beberapa ayat lanya juga memiliki pesan tentang Allah ada kapanpun dengan
rahmatnya pada siapapun, kepada dialah setiap orang dalam kondisi apa pun baik
yang putus asa, bahagia, sedih, terluka kembai pada Allah.
Kaligrafi di serambi bag barat,
dinding utara.QS: az-Zumar 39:53
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
C.
Resepsi Pengunjung atas kaligrafi-kaligrafi di Laboratorium Agama
UIN Sunan Kalijaga
Dalam menggali informasi ada tiga bentuk pertanyaan yang kami pakai
sebagaimana berikut:
1. Apa
fungsi kaligrafi di labag uin suka menurut anda?
2. Mana
kaligrafi yang menurut anda paling anda sukai?
3. Bagaimana
sikap anda: memperhatikan, membaca, atau memaknai kaligrafi tersebut?
Ketiga pertanyaan di atas adalah
ntuk mengetahui bagaimana resepsi mereka terhadap kaligrafi-kaligrafi yang ada
di Laboratorium Agama UIN Sunan Kaljaga, sejauh mana ketertarikan mereka pada
kaligrafi-kaligrafi tersebut, serta sejauhmana upaya mereka dalam memahami
pesan dari kaligrafi tersebut.
Dalam
menggali informasi mengenai resepsi pengunjung atas adanya kaligrafi-kaligrafi
yang mengihiasi labag UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ada Sembilan informan yang
kami Tanya perihal resepsi mereka terhadap kaligrafi di labag UIN Sunan
Kalijaga, yang kesembilan informan tersebut terdiri dari tuju orang Mahasiswa,
seorang pengunjung dari luar, dan seorang ta’mir.
Dalam
resepsi para pengunjung yang kami wawancarai, muncul beragam tingkat perhatian
dari mereka, ada yang sebatas memerhatikan, sebatas membaca dan melakukan
pemaknaan. Dari sembilan orang, empat orang di antaranya hanya memerhatikan
kaligrafi-kaligrafi di masjid UIN, satu orang sebatas membaca tanpa memaknai,
dan empat orang mencoba memaknai.
Dari argument mereka, teryata tidak semua menganggap adanya
kaligrafi sebagai hal yang memiliki nilai positif, namun juga bisa bernilai
negatif. Bagi mereka yang menganggap kaligrafi memiliki kesan positif, resepsi
mereka terbagi kepada dua model resepsi, pertama adalah resepsi Hermeneutik dan
yang kedua resepsi Estetik. Resepsi hermeneutik yang dilakukan pengunjung yang
kami wawancarai sebagai langkah interpretasi mereka memunculkan beragam
argument, di antaranya bahwa, kaligrafi di labag UIN menjadi simbol atau
identitas Islam ditengah arsitektur jawa masjid uin serta kaligrafi di labag
UIN sebagai motivasi keilmuan karena hampir semua kaligrafi yang ada di labag
mengandung pesan keilmuan yang terdiri dari ayat-ayat tentang ilmu. Dalam Resepsi
Estetik yang dilakukan pengunjung yang kami wawancarai diantaranya memandang
keindahan kaligrafi sebagai penyegar dan untuk membuat suasana lebih indah
suasana, barbagai khat, pewarnaan, dan tata letaknya membuat labag UIN semakin
kelihatan indah dalam perpaduan nilai keislaman, keindonesiaan, dan jawa, namun
ditengah argument positif, kami juga menemukan seorang pengunjung yang
menyatakan bahwa adanya kaligrafi dengan berbagai motif dan warna akan
mengganggu kekhusyu’an dalam beribadah.
D.
Analisis
1.
Proses
Pengetahuan
Berdasarkan teori Peter Burger dan
Lohman, Kaligrafi di laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga jika dilihat dari
proses pengetahuan mengapa dibuat adalah sebagai simbol tentang Paradigma
Integrasi Interkoneksi yang digagas Amin Abdullah, namun pemilihan ayat khat
dan aspe klain diputuskan berdasarkan diskusi alot selama lebih dari satu
tahun. Adanya kaligrafi di tempat tersebut secara garis besar ada berdasarkan
subjektifikasi Amin Abdullah yang ingin menuangkan pemikiranya pada tempat itu,
kemudian dalam pemilihan ayat dan khat dipertimbangkan secara bersama yang pada
tahap ini, aspek eksternalisasi berjalan.
2.
Berbagai
pemaknaan tentang kaligrafi di Labag UIN Sunan Kalijaga
Mengenai
pemaknaan suatu fenomena, Karl Mannheim membagi menjadi tiga pemaknaan, yakni
objektif, Ekspresif, dan dokumenter. Pertama, fenomena kaligrafi di
Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga dalam makna objektif, kaligrafi merupakan hiasan dalam bentuk seni tulis arab
yang biasanya juga difungsikan untuk membawa nuansa islami jika kaligrafi ditempatkan
di rumah ibadah. Kedua, dalam makna ekspresif, kaligrafi di laoratorium
Agama UIN Sunan Kalijaga merupakan simbol paradigma Integrasi Interkoneksi
keilmuan dan kebudayaan. Kaligrafi di tempat tersebut menghubungkan antar tujuh
fkultas di UIN Sunan Kaljaga yakni Ushuluddin, Syari’ah, Tarbiyah, Adab,
Dakwah, Fishum, dan dab. Ketiga, dalam segi makna dokumenter, kaligrafi
di tempat tersebut ada karena kaligrafi merupakan media menyampaikan pesan
integrasi interkoneksi, dan kaligrafi merupakan identitas rumah ibadah. Kedua
aspek tersebut ada pada kaligrafi yang membuat di laboratorium UIN Sunan
Kaliaga kaligrafi banyak mewarnai berbagai sudut.
No comments:
Post a Comment