Resensi Dari Penjara Kepenjara
Oleh: Muhammad Barir, S. Th.I *)
Judul : Dari
Penjara ke Penjara
Penulis : Tan Malaka
Penerbit : Narasi
Cetakan : 2014
Tebal : 560 halaman
ISBN : 979-168-333-6
Penulis : Tan Malaka
Penerbit : Narasi
Cetakan : 2014
Tebal : 560 halaman
ISBN : 979-168-333-6
Ditulis pada 1948, buku bertajuk “Dari Penjara ke Penjara”
ditahbiskan sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh dan memberikan
konstribusi besar terhadap gagasan kebangsaan. Penulis yang pernah menimba ilmu di Herleem Belanda pada 1913
ini, menguraikan satu-persatu peristiwa yang sempat tidak tercatat oleh
sejarah. Kisah-kisah yang tercecer tersebut disusun secara jujur dan apa
adanya. Apa yang dialami Tan Malaka paling tidak berkonstribusi besar sebagai
koreksi atas pemutaranbalikan fakta selama ini.
Selain banyak
menguraikan aspek sosial dan karakter masyarakat tiap tempat yang ia singgahi,
penulis berupaya dengan bukunya melukiskan gambaran dominasi kelas, kolonialisasi,
dan pembodohan yang merajarela. Semangat perlawanan dalam mendobrak birokrasi saat itu membuat
penulis harus singgah dari satu penjara ke penjara
lainnya, dibuang ke Kupang dan sempat juga diasingkan hingga ke Filipina,
Singapura, dan pedalaman China di tengah sakit yang dideritanya.
Sebagai tokoh reformis,
Tan Malaka tidak luput turut mencurahkan barbagai ide dan pandangannya tentang
politik, filsafat, dan kemanusiaan. Di luar karakter penulis yang sangat
rasional, buku ini secara tidak terduga juga turut menyertakan kisah-kisah menarik
yang dialami penulis dalam pelariannya tentang kepribadian, lelucon, dan
hal-hal yang sebenarnya bersifat pribadi. Di antara kisah-kisah itu bahkan ada
bebarapa kisah hidupnya yang diakui sendiri oleh Tan Malaka sebagai incredible
sense berupa kebetulan-kebetulan yang menurutnya tidak dapat ditakar oleh
nalar, seperti lolosnya ia ketika berada di sebuah ruangan di kapal
Suzana dari patroli gabungan antara Amerika, Belanda, Inggris berserta
sekutunya (halaman 213). Selain itu, banyak kisah lain yang ia sempat ceritakan
seperti lolos ke beberapa negara dan berhasil mengelabui petugas keimigrasian
dengan berbagai nama samaran yang pernah ia pakai seperti Hasan Ghazali dan Estahislau
Rivera.
Melalui buku
ini, karakter pergerakan kemerdekaan di beberapa Negara tersaji secara fulgar, berangkat
dari kesempatannya dalam memimpin beberapa pergerakan di Rusia dengan pidato
bersejarahnya di rapat dewan, kehidupan di Belanda, kiprah di Filipina, dan pengalaman-pengalaman
lainnya di beberapa tempat yang pernah ia singgahi. Di luar posisi dan
kesempatannya menduduki jabatan penting, kehidupan Tan Malaka masihlah jauh
dari kemapanan, ia mesti kembali terasing, terpenjara, dan merasakan
kesendirian bahkan tak sempat sekedar menemui ayahnya yang meninggal karena
harus kembali dibuang ke Kanton oleh belanda pada 1925.
Ada beberapa
catatan tentang kelebihan buku ini. Beberapa hal penting yang akan tetap
relevan dan masih akan selalu diingat sebagai pemikiran Tan Malaka. Pertama
adalah pendidikan, kedua adalah kemanusiaan, dan ketiga adalah kemeredekaan. Corak
pemikiran yang menjiwai pergerakan Tan Malaka paling tidak berhasil menjadi
primadona di dalam dan di luar negeri. Ia berhasil mengumpulkan banyak dukungan
di beberapa Negara terutama di Filipina, bahkan saat penangkapan 1927, rakyat dan
akademisi Filipina melakukan demonstrasi besar-besaran baik melalui majalah
hingga melalui aksi turun ke jalan dalam menuntut pembebasannya. Rakyat dan
senat tinggi Filipina juga turut menyumbangkan dana jaminan sehingga tidak
kurang dari p. 13.000 berhasil dikumpulkan untuk kebebasan Tan Malaka.
Meski buku ini
dengan beberapa keterbatasannya mengingat faktor posisi penulis yang serba
kekurangan baik kertas maupun data ketika menulis dalam penjara., namun penulis
berhasil menyajikan informasi-informasi penting dengan sangat menggugah dan
tidak membosankan. Buku ini juga menjadi salah satu bahan renungan dalam memerhatikan
sejarah kemerdekaan, mengingat sejarah yang saat itu ditulis tidaklah semuanya berangkat
dari fakta. Sebuah buku Buku yang mengingatkan kita agar tidak menelan sesuatu
secara mentah-mentah (taken for granted) dan sebagai generasi baru, buku
ini membuka mata untuk mulai berfikir kritis atas fenomena yang terjadi.
*) Penulis dan
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
No comments:
Post a Comment