Pergolakan Pemikiran Islam
Nama Ahmad Wahib tidak lepas dari sebuah buku hijau "Pergolakan Pemikiran Islam" yang merupakan catatan harian yang
sekaligus menjadi tolok ukur terhadap geliat pergerakan pemuda Islam pasca kemerdekaan. Buku ini meninggalkan sebuah
dialog pribadi penulisnya dengan sebuah masa yang sedang goyah dengan
berbagai tuntutan perubahan di sana-sini. Lebih tajam, buku ini
menyoroti langsung beberapa tokoh yang dianggap penting oleh AW (Ahmad
Wahib) untuk diangkat dalam catatan hariannya. Beberapa tulisannya juga
menyangkut baik langsung dan tidak langsung tentang kesuraman masa Orba
sebagaimana pendapat Prof. Dr. Rasjidi dalam majalah Panji Masyarakat.
Sosok
Ahmad Wahib lahir pada 9 Nofember 1942 di kota Sampang Madura. Lingkungan di daerahnya merupakan lingkungan agamis dengan kultur
yang kuat. Sulaiman, ayahnya pun dikenal oleh masyarakatnya sebagai seorang pemuka
keagamaan. Meski sosok Wahib tidak pernah merampungkan studinya di Fakultas Ilmu
Pasti dan Alam (FIPA) UGM, namun dia adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan, keterbukaan pikiran
dengan tanpa mengenal latar belakang, mampu duduk sejajar dengan siapapun. Alam pikir
ini terbentuk terutama saat menghabiskan masa-masa awal kuliyahnya di Kota
Pelajar Yogyakarta dengan tinggal dalam lingkungan katolik tepatnya di Asrama Mahasiswa
Realino.
Tiga dasar pemikiran yang terbangun pada dirinya, yakni demokrasi,
marxisme, dan sosialisme menjiwai pergerakan pemuda Islam saat itu terutama
dalam organisasinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pendewasaan pemikiran Wahid
juga sedikit-banyak terpengaruhi melalui diskusi terbataas yang digawangi oleh
mantan rektor UIN Sunan Kalijaga Mukti Ali yang juga menjabat Menteri Agama RI
tahun 1971-1978. Diskusi yang saat ini masih tetap berjalan di gedung rektorat
lama lt 2 setiap malam sabtu selepas isya’.
Buah-buah pemikirannya ia rumuskan dalam Sembilan tema yang
mengilustrasikan permasalahan hubungan persoalan teologis-normatif dengan
sosio-historis. Kesembilan tema tersebut adalah:[1]
1.
Karya
Tuhan di dunia dalam tinjauan teologis.
2.
Konsep
Manusia dalam Islam.
3.
Kedudukan
al-Qur’an dan Sunnah dalam memahami islam.
4.
Evolusi
Alam dan Manusia.
5.
Atheisme.
6.
Perkembangan
Teologi di kalangan Kristen.
7.
Sikap
teologis pada agama-agama non-Islam.
8.
Iman
Pada yang Gaib.
9.
Jamaah
dalam Sifat Individual Islam.
Ahmad Wahib meninggal dalam usia begitu
muda. Pada 31 maret 1973 sepeda motor berkecepatan tinggi telah
menabraknya di jalan Senen Raya Kalilio.
Tafsiran Filosofi “Aku” Ahmad Wahib
Salah satu pandangan Ahmad Wahib tentang Jatidiri adalah definisi
aku. Menurutnya, aku saat ini bukanlah Aku. Aku yang sebenarnya adalah Aku yang
ada di masa depan. Aku adalah proses menjadi Aku. Menata bata-bata pengalaman
menjadi mozaik kehidupan. Tidak berusaha menghapus jejak masa lalu, namun
meneruskannya untuk menemukan siapa sesungguhnya Aku.
Muhammad Barir
Yogyakarta, 4 Oktober 2015
[1] Djohan Effendi,
“Pendahuluan”, dalam Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam (Jakarta,
LP3ES, 2013), hlm. 7.